Hukum Merayakan Maulid Nabi Hasil dari Berhutang
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun (nama samaran) seseorang yang tinggal di sebuah Daerah yang mana ketika Bulan Rabi'ul Awal, Masyarakat disana termasuk Badrun sendiri berlomba-lomba merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW secara besar-besaran, meskipun harus menghabiskan biaya yang lumayan besar dan juga hasil berhutang. Contohnya seperti mengadakan Tabligh Akbar dalam rangka merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
PERTANYAAN:
Bagaimana hukumnya melaksanakan atau merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dari uang hasil hutang ?
JAWABAN:
Hukum memperingati maulid Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wasallam menurut mayoritas Ulama' menyatakan bahwa hukum memperingatinya adalah boleh, bahkan sunnah.
Sedangkan berhutang untuk mengadakan perayaan maulid adalah tergantung situasi dan kondisi, dan ini tidak ada hubungannya dengan subtansi peringatan maulid karena merupakan suatu yang 'Aridi (yang baru).
Jika Dia yakin mampu membayar hutang tersebut, maka boleh Ia berhutang. Namun jika Dia khawatir tidak mampu melunasinya, maka tidak boleh.
REFERENSI:
الحاوى للفتاوى، الجزء ١ الصحفة ٢٢٢
فَقَدْ وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ فِيْ شَهْرِ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ، مَا حُكْمُهُ مِنْ حَيْثُ الشَّرْعُ ؟ وَهَلْ هُوَ مَحْمُوْدٌ أَوْ مَذْمُوْمٌ ؟ وَهَلْ يُثَابُ فَاعِلُهُ أَوْ لَا ؟
Artinya: Sungguh telah ada pertanyaaan tentang peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awwal, Bagaimana hukumnya menurut syara’ ? dan apakah termasuk terpuji atau tercela ? serta apakah orang yang memperingatinya mendapatkan pahala atau tidak?
وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ٠
Jawabannya: Menurutku pada dasarnya Kegiatan peringatan Maulid yang mengandung berkumpulnya orang-orang, pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, pembacaan hadits-hadits yang menjelaskan peristiwa permulaan sejarah Nabi SAW serta kejadian - kejadian yang datang mengiringi kelahiran Nabi SAW. Lalu disajikan beberapa hidangan untuk mereka dan mereka menyantapnya, selanjutnya mereka bubar setelah itu tanpa ada tambahan-tambahan lain. Hal semisal ini adalah termasuk Bid’ah Hasanah (bid’ah yang baik) dan yang melakukannya mendapat pahala karena dalam acara tersebut terdapat unsur pengagungan terhadap kedudukan Nabi SAW dan menampakkan rasa gembira dan suka cita dengan kelahiran Rosul yang mulia.
المدخل، الجزء ١ الصحغة ٣٦١
فَكَانَ يَجِبُ أَنْ نَزْدَادَ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ الثَّانِي عَشَرَ فِي رَبِيْعِ الْأَوَّلِ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَالْخَيْرِ؛ شُكْراً لِلْمَوْلَى عَلَى مَا أَوْلَانَا مِنْ هَذِهِ النِّعَمِ الْعَظِيْمَةِ، وَأَعْظَمُهَا مِيْلَادُ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Artinya : Maka wajib bagi kita menambah kebaikan di hari senin tanggal 12 Robiul awal dengan berbagai ibadah dan kebaikan sebagai bentuk syukur pada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu besar ini kepada kita, dan nikmat yang terbesar bagi kita adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
الدخائز المحمدية، الصحفة ١٧٧
الحادي والعشرون : كل ما ذكرناه سابقا من الوجوه في مشروعية المولد إنما هو في المولد الذي خلا من المنكرات المذمومة التي يجب الإنكار عليها
Artinya: Dua puluh satu : Semua keterangan yang telah kami sebutkan dari berbagai segi tentang dasar hukum maulid itu khusus untuk peringatan maulid yang tidak mengandung unsur kemungkaran yang tercela yang wajib diingkari.
أما إذا اشتمل المولد على شئ مما يجب الإنكار عليه كاختلاط الرجال بالنساء وارتكاب المحرمات وكثرة الإسراف مما لا يرضى به صاحب المولد صلّى الله عليه وسلّم فهذا لاشك في تحريمه ومنعه لما اشتمل عليه من المحرمات
Adapun jika didalam perayaan maulid itu terdapat perkara yang wajib diingkari semisal bercampurnya Laki-laki dengan Wanita, atau melakukan hal-hal yang haram, atau terlalu boros atau berfoya-foya, hal-hal tersebut termasuk perkara yang tidak diridloi oleh Rosululloh SAW, maka hal ini tidak diragukan hukum keharamannya, dan wajib mencegahnya karena mengandung perbuatan yang haram.
لكن تحريمه حينئذ يكون عارضيا لا ذاتيا كما لا يخفى على مَن تأمّل ذلك٠
Namun keharaman maulid yang mengandung maksiat tersebut hanya bersifat Arodli (temporer) bukan harom secara dzati (subtansi), dan hal itu sudah jelas bagi orang yang menelitinya.
مجموعة الرسائل، الصحغة ١٨١
ما يقع في البلاد من رفع الاصوات المنكرات وإجتماع النساء والرجال، وما يترتب عليه من الاكثار من التلحين في قرأة المولد وكثرة الاسراف والبذخ حتى أدى ذلك الى الدين لممنوع من إرتكابه إلا لضرورة
كل ذلك لا يختلف في منعه العلماء المتقون والدعاة المصلحون لان ذلك لا يتلاءم مع أدب الشريعة المطهرة لصاحب هذه المولد الشريف
Artinya: Apa yang terjadi dalam pelaksanaan Maulid di sebagian Daerah Islam, semisal saat acara berteriak-teriak, bercampurnya Laki-laki dan perempuan, ataupun membaca maulid dengan bacaan yang merubah artinya, atau terlalu boros dalam pelaksanaan maulid hingga terpuruk hutang, tentunya hal ini dilarang melakukannya kecuali jika darurat.
Dalam Semua hal diatas tidak ada perbedaan pendapat dari para Ulama' Muttaqin maupun para Da'i yang Sholeh untuk mencegahnya, karena hal itu tidak sesuai dengan tata krama Syariat yang suci yang dibawa oleh Nabi SAW yang mulia yang diperingati hari kelahirannya.
الفقه المنهجي، الجزء ٦ الصحفة ١٠٤
ﺣﻜﻢ اﻟﻘﺮﺽ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ اﻟﻮﺻﻒ اﻟﺸﺮﻋﻲ اﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﻪ ؛
ﻣﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﻣﻦ ﺃﺩﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ اﻟﻘﺮﺽ ﻧﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻣﻨﺪﻭﺏ ﻓﻲ ﺣﻖ اﻟﻤﻘﺮﺽ، ﻣﺒﺎﺡ ﻓﻲ ﺣﻖ اﻟﻤﻘﺘﺮﺽ. ﻭﻫﺬا ﺣﻜﻤﻪ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺘﻪ اﻟﻌﺎﺩﻳﺔ٠
Artinya: Adapun Hukum hutang dilihat dari sisi syara' berdasar keterangan diatas dari berbagai dalil tentang hutang, kita mengetahui bahwa hukum menghutangi itu Sunnah, dan hukum berhutang itu Mubah, hal ini berlaku dalam kondisi normal.
ﻭﻗﺪ ﺗﻌﺘﺮﻳﻪ ﺣﺎﻻﺕ ﻳﺘﻐﻴﺮ ﻓﻴﻬﺎ ﺣﻜﻤﻪ ﺣﺴﺐ اﻟﻐﺮﺽ اﻟﺬﻱ ﻳﻘﺘﺮﺽ ﻣﻦ ﺃﺟﻠﻪ، ﻓﻴﻜﻮﻥ:
Dan terkadang hukum hutang ini bisa berubah-ubah hukumnya tergantung tujuan untuk apa seseorang berhutang, maka hukum hutang itu :
- ﺣﺮاﻣﺎ: ﺇﺫا ﺃﻗﺮﺿﻪ ﻭﻫﻮ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﺘﺮﺽ ﻟﻴﻨﻔﻖ اﻟﻤﺎﻝ ﻓﻲ ﻣﺤﺮﻡ، ﻛﺸﺮﺏ ﺧﻤﺮ ﺃﻭ ﻟﻌﺐ ﻗﻤﺎﺭ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ٠
Haram: Jika seseorang menghutangi orang lain sedangkan Dia tahu, hutang itu digunakan untuk keharaman semisal minum arak, judi atau semisalnya.
ﻣﻜﺮﻭﻫﺎ: ﺇﺫ ﻛﺎﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻔﺘﺮﺽ اﻟﻤﺎﻝ ﻟﻴﺼﺮﻓﻪ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﺼﻠﺤﺔ، ﺃﻭ ﻟﻴﺒﺬﺥ ﻓﻴﻪ ﻭﻳﺒﺪﺩﻩ. ﺃﻭ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺴﺘﻘﺮﺽ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ اﻟﻌﺠﺰ ﻋﻦ ﻭﻓﺎء ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻘﺮﺿﻪ
Makruh, ketika Dia mengetahui orang tersebut berhutang untuk digunakan sesuatu yang tidak maslahat atau untuk dihambur-hamburkan, atau si - penghutang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk melunasi hutangnya tersebut.
- ﻭاﺟﺒﺎ: ﻛﺄﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻥ اﻟﻤﻘﺘﺮﺽ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ ﻟﻴﻨﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻫﻠﻪ ﻭﻋﻴﺎﻟﻪ ﻓﻲ اﻟﻘﺪﺭ اﻟﻤﺸﺮﻭﻉ، ﻻ ﻃﺮﻳﻖ ﻟﻪ ﻟﺘﺤﺼﻴﻞ ﻫﺬﻩ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﺇﻻ اﻗﺘﺮاﺿﻪ ﻣﻨﻪ
Wajib semisal Dia mengetahui bahwa si-penghutang tersebut sangat membutuhkan dana untuk digunakan menafkahi diri dan keluarganya sebesar kewajiban nafkah yang disyariatkan, sedangkan si-penghutang tidak ada jalan lain lagi untuk menghasilkan nafkah saat itu kecuali dengan berhutang.
الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزظ ٣٣ الصحفة ١١٣
أما في حقّ المقترض، فالأصل فيه الإباحة
وذلك لمن علم من نفسه الوفاء، بأن كان له مال مرتجىً، وعزم على الوفاء منه، وإلا لم يجز، ما لم يكن مضطرّاً - فإن كان كذلك وجب في حقّه لدفع الضّرّ عن نفسه
Artinya : Adapun hukum hutang dilihat dari sisi penghutang, hukumnya adalah boleh dengan catatan Dia yakin bisa melunasinya. Gambarannya semisal Dia punya dana atau penghasilan yang dapat digunakan untuk melunasinya dan Dia berniat kuat untuk melunasinya. Hukum bolehnya berhutang ini jika tidak darurat, maka jika dalam kondisi darurat Dia wajib berhutang untuk menolak dloror tersebut.
أو كان المقرض عالماً بعدم قدرته على الوفاء وأعطاه، فلا يحرم; لأن المنع كان لحقّه، وقد أسقط حقه بإعطائه مع علمه بحاله
Atau orang yang menghutangi tahu kalau si-penghutang tidak akan mampu melunasinya namun Dia tetap memberikan hutangan, maka hal itu tidak haram karena menghutangi atau tidak itu adalah hak orang yang menghutangi, namun dalam hal ini Dia telah menggugurkan haknya tersebut dengan memberikan hutang kepada si-Penghutang meskipun Dia tahu kalau si-penghutang tidak mampu melunasinya.
قال ابن حجر الهيتميّ: فعلم أنه لا يحلّ لفقير إظهار الغنى عند الاقتراض; لأن فيه تغريراً للمقرض
Ibnu Hajar berkata, "Dari hal itu diketahui bahwa tidak boleh bagi orang fakir berpenampilan seperti orang kaya saat berhutang, karena hal itu dapat menipu orang yang akan menghutangi.
وقال أيضاً: ومن ثم لو علم المقترض أنه إنما يقرضه لنحو صلاحه، وهو باطناً بخلاف ذلك حرم عليه الاقتراض أيضاً، كما هو ظاهر
Beliau juga berkata "sebab itu, jika si-penghutang itu tahu bahwa orang yang menghutangi itu memberi hutang karena menganggap Dia baik, sedangkan Dia sebaliknya. Maka Dia juga tidak boleh berhutang padanya sebagaimana keterangan yang sudah jelas.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : A. Rohman Rosyidi
Alamat : Pasuruan Jawa Timur
_______________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group WA Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan
PENASEHAT : Gus Abd. Qodir
LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw
_________________________
Komentar
Posting Komentar