Hukum Tawasul Kepada Para Waliyullah
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun (nama samaran) setiap selesai sholat senantiasa bertawassul dengan mengirim Fatihah kepada para Waliyullah yang telah meninggal. Karena dengan bertawassul dan mengirim Fatihah kepada mereka, Badrun menyakini bahwasanya para Waliyullah tersebut akan mendoakan dirinya.
PERTANYAAN:
Benarkah apa yang diyakini Badrun bahwasanya orang yang telah meninggal bisa mendoakan orang yang masih hidup di dunia?
JAWABAN:
Orang sholih seperti para Auliya' Allah yang dijadikan tawaasul kepada Allah adalah bukan mendoakan kepada yang hidup melainkan kita tetap berdoa meminta kepada Allah dengan menyebut kekasih Allah dalam doa kita dengan berkeyakinan bahwa Allah akan mengabulkan do'a kita. Sebagaimana tawassul yang telah dicontohkan dalam banyak hadits.
REFERENSI:
الاجوبة الغالية، الصحفة ١٢٨-١٢٩
السؤال الأول : ما حكم التوسل ؟ وما هي أقوال العلماء في ذلك ؟
الجواب : إعلم أن الذي نعتقده وندين الله به معاشر أهل السنة أن بين الأسباب ومسبباتها ملازمة عادية ، أي أن الله جل وعلا خلق التأثيرات في الأشياء عند حصول أسبابها فيخلق الإحراق عند ملامسة النار للمحروق، ويخلق القطع عند ملامسة السكين للمقطوع ، ويخلق الشفاء عند تناول المريض للدواء و هكذا في كل الأمور ، فمن اعتقد هذا المذهب فهو المؤمن المحقق لإيمانه٠ فالتوسل بأحباب الله من الأنبياء والأولياء من هذا القبيل، نتخذهم وسائل و اسباباً عادية بيننا وبين الله تعالى في قضاء الحوائج وحصول المطالب لقربهم من الله تعالى و وجاهتهم لديه ومحبته لهم ومحبتهم له، من غير أن نعتقد أن لهم تأثير في شيء من الأشياء، وإنما يتبرك بهم ويستغاث بمقامهم لكونهم احباب الله فهو يجيب دعاءهم ويقبل شفاعتهم٠ وفي الحديث القدسي عن الله تبارك وتعالى قال : ((ولا يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده الذي يبطش بها ورجله التي يمشي بها ولئن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذه)) رواه البخاري٠ وإذا كان الأمر كذلك فلا فرق في جواز التوسل بالأحياء والأموات، فالذين يفرقون بينهما فكأنهم يعتقدون التأثير للأحياء دون الأموات، ونحن نقول : لا تأثير ولا نفع ولا ضر لأحد حي أو ميت إلا الله وحده لا شريك له {الله خالق كل شيء}، { والله خلقكم وما تعملون ( 96 )}
Artinya : Pertanyaan pertama : Apa hukumnya tawassul ? Dan bagaimana pendapat para Ulama' dalam masalah tawassul yang tersebut ?
Ketahuilah bahwa pendapat yang kita yakini, dan merupakan ajaran Islam, golongan Ahlussunnah adalah bahwasanya hubungan antara sebab dan musabbab itu hanyalah ketetapan secara kebiasaan saja (bukan suatu kepastian) dalam arti bahwa Allahlah yang menciptakan pengaruh dalam suatu hal sehingga mengakibatkan suatu kejadian, contohnya :
1. Allah menjadikan sesuatu terbakar saat terkena api,
2. Allah menjadikan sesuatu terpotong saat terkena pisau,
3. Allah menjadikan sembuh saat orang yang sakit mengonsumsi obat, dan lain-lain.
Jadi Tawassul dengan para kekasih Allah, baik para Nabi maupun para wali, itu merupakan bentuk seperti contoh diatas (sebab akibat). Kita menjadikan para Nabi maupun para wali tersebut sebagai perantara dan sebab secara biasa antara kita dengan Allah di dalam terkabulnya hajat dan tercapainya cita-cita. Hal ini disebabkan kedekatan mereka dengan Allah, tingginya pangkat mereka disisi Allah, cintanya Allah kepada mereka, dan cintanya mereka kepada Allah. Dengan tanpa meyakini bahwa mereka bisa mempengaruhi sendiri (tanpa seizin Allah). Dan kami hanya bertabarruk (mengharapkan berkah dari Allah) dengan lantaran mereka dan mohon pertolongan kepada Allah dengan lantaran pangkat mereka disini Allah, karena mereka itu para kekasih Allah, sedangkan Allah mengabulkan doa mereka dan menerima permohonan syafaat mereka.
Di dalam hadist Qudsi Allah berfirman : tidak henti-henti hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan berbagai amalan sunnah sehingga Aku mencintainya, dan ketika Aku mencintainya maka aku akan menjaga pendengarannya ketika dia mendengar, menjaga penglihatannya ketika dia melihat, menjaga tangannya ketika memegang, dan menjaga kakinya ketika dia berjalan. Dan apabila dia meminta kepada-Ku, pasti Aku memberikannya apa yang dia pinta, dan apabila dia meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku melindunginya.
Apabila perkaranya seperti di atas maka tentunya tidak ada bedanya dalam hukum bolehnya bertawassul dengan orang yang hidup maupun dengan orang yang sudah meninggal, sehingga orang yang membedakan hukum bolehnya bertawassul dengan orang yang hidup dengan orang yang sudah meninggal seolah-olah mereka meyakini bahwa orang yang masih hidup memiliki pengaruh sedangkan orang yang sudah meninggal tidak memiliki pengaruh, dan kita akan mengatakan : tidak ada seorang pun baik yang hidup maupun yang telah meninggal yang bisa membawa pengaruh, manfaat maupun madlorot kecuali hanya Allah saja, hanya Allah saja tiada sekutu baginya, Allah-lah pencipta segala sesuatu, dan Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan.
وقد ذهب جمهور أهل السنة والجماعة والسواد الأعظم من المسلمين على جواز التوسل بالذات الصالحة أو العمال الصالحين كما يجوز ذلك بالأعمال الصالحة لعموم قوله تعالى ؛ {يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة}
وروى الترمذي والنسائي و البيهقي و الطبراني بإسناد صحيح عن عثمان بن حنیف ((أن رجلا أعمى جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم ، فقال : یارسول الله ادع الله أن يكشف بصري ، فقال صلى الله عليه وسلم : إن شئت دعوت الله وإن شئت صبرت ، قال : فأمره أن يتوضأ ويحسن وضوءه ثم يدعوا بهذا الدعاء : اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبيك محمد صلى الله عليه وسلم نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي في حاجتي لتقضي لي، اللهم شفعه فيّ، فذهب ففعل ما أمره به ثم رجع وقد أبصر))٠ ولم يزل الصحابة والتابعون ومن بعدهم من السلف والخلف يستعملون هذا الدعاء في قضاء حوائجهم
Jumhur Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah dan sebagian besar umat Islam berpendapat bahwa bolehnya bertawassul dengan malalui dzat yang bagus (sholeh) atau orang-orang sholeh (orang yang melakukan amal sholeh) sebagaimana boleh bertawassul dengan melalui amal-amal sholeh karena umumnya firman Allah SWT; {Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan perantara ( وسيلة ).}
Al-Tirmidzi, al-Nasa'i, al-Bayhaqi, dan al-Tabarani meriwayatkan dengan sanad yang shohih dari Utsman bin Hanif (sesungguhnya ada seorang laki-laki yang buta datang kepada Nabi, dan berkata: Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Tuhan agar membuka penglihatanku. Maka Rasulullah Saw bersabda: Apabila kamu berkenan (untuk bisa melihat ) maka Aku doakan kepada Allah dan apabila kamu mengharapkan (tetap buta ) maka bersabarlah, kemudian Ustman bin Hanif berkata : Maka Rasulullah memerintahkan Laki-laki buta tersebut untuk berwudhu dan membaguskan wudlu'nya, dan kemudian Laki-laki buta itu berdoa dengan doa ini: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad Nabi kasih sayang, wahai Muhammad, sungguh aku menghadap denganmu kepada Tuhanku untuk hajatku ini agar engkau menunaikan kebutuhan untukku, Ya Allah, berilah syafa’at kepadanya untukku”. Maka laki-laki tersebut pergi dan mengerjakan apa yang di perintahkan Rasulullah kemudian kembali dan sungguh dia telah bisa melihat kembali. Para sahabat, tabi'in dan orang-orang setelahnya dari ulama salaf dan kholaf senantiasa menggunakan doa ini dalam memenuhi berbagai kebutuhannya.
وروی ابن ماجة عن أبي سعيد الخدري مرفوعا : ((من خرج من بيته إلى الصلاة فقال : اللهم إني أسألك بحق السائلين عليك وبحق الراغبين إليك وبحق ممشاي هذا إليك فإني لم أخرج بطرأ ولا أشيراً ولا رياء ولا سمعة بل خرجت اتقاء سخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك اللهم أن تنقذني من النار وأن تغفر لي ذنوبي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، إلا وكل الله به سبعين ألف ملك يستغفرون له و أقبل الله عليه بوجهه حتى يقضي صلاته))٠ فهذا توسل صريح بكل عبد مؤمن حيا أو ميتًا وكان صلى الله عليه وسلم يأتي بهذا الدعاء عند خروجه للصلاة كما رواه البيهقي وابن السني و أبو نعيم
Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri dalam hadist marfu' ((Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk mengerjakan sholat maka berdoalah : "Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan haknya orang-orang yang meminta kepada-Mu, dan dengan haknya orang-orang yang berhasrat kepada-Mu dan aku juga meminta dengan hak jalanku ini. Sesungguhnya aku keluar bukan untuk keburukan, bukan untuk kesombongan, bukan untuk riya dan bukan untuk dipuji, akan tetapi aku keluar karena takut terhadap murka-Mu dan mengharap ridla-Mu. Maka aku meminta agar Engkau melindungiku dari siksa neraka dan mengampuni dosaku, sebab tidak ada yang mengampuni dosa selain-Mu."Kecuali bahwa Allah menitipkan kepadanya tujuh puluh ribu malaikat yang memohonkan ampun untuknya, dan Allah senantiasa melihat dengan dzatnya kepadanya sampai dia menyelesaikan shalatnya))
Ini adalah tawassul yang shoreh kepada setiap hamba yang beriman, baik hidup atau mati, dan nabi Saw biasa membaca doa ini ketika dia keluar untuk mengerjakan sholat, seperti yang diriwayatkan oleh al-Bayhaqi, Ibn al-Sunni dan Abu Naim
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Nurul Afrida Zein
Alamat : Tanjung Pinang Kepulauan Riau
___________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum.
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)
PENGURUS :
Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur), Ust. Ibrahim Al-Farisi (Tambelangan Madura Jawa Timur)
___________________________
Komentar
Posting Komentar