Hukum Orang Kaya Tapi tidak Berhaji Sampai Meninggal Wajibkah Dibadalkan Haji ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) baru saja meninggal dunia. Dia meninggalkan banyak harta dan sedikit hutang. Ahli waris dari Badrun sepakat, tirkah milik Badrun mau dibayarkan hutangnya terlebih dahulu, lalu di Badalkan Haji dan setelah itu baru dibagi pada ahli warisnya..

PERTANYAAN:

Wajibkah Badrun (yang sudah meninggal dunia) dibadalkan Haji dengan menggunakan harta tirkahnya?

JAWABAN:

Tidak wajib Badrun dibadalkan Haji dengan menggunakan harta warisnya. Karena setelah meninggal, tirkah atau harta peninggalan mayit sudah berpindah kepada Ahli waris.

Namun Ahli waris wajib menghajikan apabila Badrun termasuk orang yang berkewajiban haji tetapi tidak melaksanakan, baik Dia berwasiat atau tidak. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik tidak wajib menghajikan apabila tidak ada wasiat.

Menghajikan adalah bukan dari harta tirkah, tetapi harta ahli waris, baik diperoleh dari pembagian warisan atau tidak.

REFERENSI:

الحاوي في فقه الشافعي، الجزء ٣ الصحفة ٣٦٩

وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَسَائِرِ أَصْحَابِهِ أَنَّ التَّرِكَةَ قَدِ انْتَقَلَتْ إِلَى مِلْكِ الْوَارِثِ بِمَوْتِهِ قَبْلَ إِخْرَاجِ وَصَايَاهُ وَقَضَاءِ دُيُونِهِ

Artinya : Adapun pendapat As-Syafi'i dan para pengikutnya adalah "bahwa harta tirkah (warisan) otomatis sudah berpindah menjadi milik Ahli waris sebab meninggalnya si-mayyit sebelum dikeluarkan untuk memenuhi wasiatnya dan membayar hutang-hutangnya.

وَالدَّلَالَةُ عَلَى صِحَّةِ ذَلِكَ أُمُورٌ

Adapun bukti yang mendukung kebenaran pendapat ini antara lain :

أَحَدُهَا : مَا لَا يُعْرَفُ فِيهِ خِلَافٌ أَنَّ لِلْوَرَثَةِ أَنْ يَقْضُوا دُيُونَهُ مِنْ غَيْرِ التَّرِكَةِ ، وَتَكُونُ التَّرِكَةُ مِلْكًا لَهُمْ فَلَوْلَا أَنَّ التَّرِكَةَ عَلَى مِلْكِهِمْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ جَائِزًا لَهُمْ

Pertama, pendapat yang tidak ada khilaf didalamnya menyatakan bahwa boleh bagi Ahli waris melunasi hutang si-mayyit meskipun dengan harta selain warisan. Dan warisan tersebut menjadi milik mereka. Maka seandainya tirkah tersebut tidak menjadi milik mereka, tentulah hal itu tidak boleh bagi mereka.

وَالثَّانِي : أَنَّ الْمَيِّتَ لَوْ كَانَ لَهُ دَيْنٌ ، وَعَلَيْهِ دَيْنٌ جَازَ لِلْوَرَثَةِ أَنْ يَخْلُفُوا عَلَى دَيْنِهِ ، وَيَسْتَحِقُّوا وَيَقْضُوا مِنْهُ دُيُونَهُ فَلَوْلَا أَنْ مِلْكَ الدَّيْنِ قَدِ انْتَقَلَ إِلَيْهِمْ مَا جَازَ أَنْ يَخْلُفُوا عَلَى غَيْرِ مِلْكِهِمْ٠

Kedua, sesungguhnya jika mayyit memiliki harta yang dihutangkan (piutang) dan Dia juga punya hutang, maka boleh bagi Ahli waris menjadi pengganti penerima piutang si-mayyit, dan berhak memilikinya lalu kemudian melunasi hutang si-mayyit. Maka jikalau kepemilikan piutang tidak berpindah pada mereka, maka tentunya mereka tidak boleh menjadi pengganti pemilik piutang yang bukan milik mereka.

وَالثَّالِثُ : مَا أَجْمَعُوا عَلَيْهِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَوْ كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ وَخَلَّفَ اثْنَيْنِ ثُمَّ مَاتَ أَحَدُ الِاثْنَيْنِ ، وَتَرَكَ ابْنًا ثُمَّ أَنَّ الْغُرَمَاءَ أَبْرَءُوا الْمَيِّتَ مِنْ دُيُونِهِمْ كَانَتِ التَّرِكَةُ بَيْنَ الِابْنِ الْبَاقِي وَابْنِ ابْنِ الْمَيِّتِ نِصْفَيْنِ

Ketiga, diantara perkara yang disepakati Ulama' adalah "sesungguhnya mayyit jika memiliki tanggungan hutang, dan Dia meninggalkan 2 orang Ahli waris, lalu salah satunya meninggal, dan (Ahli waris yang meninggal tadi) memiliki anak Laki-laki. Kemudian para pemilik piutang membebaskan mayyit dari tanggungan hutangnya maka tirkah atau warisan tadi menjadi milik anak Laki-lakinya yang masih hidup dan Cucu Laki-lakinya masing-masing mendapat 1/2 harta warisan.

فَلَوْ كَانَتِ التَّرِكَةُ عَلَى مِلْكِ الْمَيِّتِ لَا تَنْتَقِلُ إِلَى الْوَرَثَةِ إِلَّا بَعْدَ قَضَاءِ الدَّيْنِ لَوَجَبَ أَنْ تَكُونَ جَمِيعُ التَّرِكَةِ لِلِابْنِ الْبَاقِي : لِأَنَّ الْمَيِّتَ لَمْ يَكُنْ مَالِكًا لِشَيْءٍ مِنْهَا فِي حَيَاتِهِ

Maka jikalau tirkah atau warisan tadi tetap menjadi milik mayyit dan tidak berpindah pada Ahli waris kecuali setelah melunasi hutangnya, maka tentunya wajib semua tirkah/warisan tadi menjadi bagian anaknya yang masih hidup, (Cucu Laki-lakinya tidak mendapat bagian) karena mayyit (Ayah cucu - laki-laki) sama sekali tidak memiliki tirkah dimasa hidupnya.

 فَلَمَّا أَجْمَعُوا عَلَى خِلَافِ هَذَا دَلَّ عَلَى أَنَّ التَّرِكَةَ قَدِ انْتَقَلَتْ بِالْمَوْتِ إِلَى مِلْكِ الْوَرَثَةِ

Maka ketika Ulama' sepakat dengan pendapat yang sebaliknya dari hal ini menunjukkan bahwa tirkah atau warisan tersebut telah berpindah menjadi milik Ahli waris disebabkan kematian si-mayyit.


روضة الطالبين، الجزء ٣ الصحفة ١٦

ﻭﺇﺫا اﺟﺘﻤﻌﺖ اﻟﺸﺮاﺋﻂ، ﻓﻤﺎﺕ اﻟﻤﻄﻴﻊ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺄﺫﻥ ﻟﻪ، ﻓﺈﻥ ﻣﻀﻰ ﻭﻗﺖ ﺇﻣﻜﺎﻥ اﻟﺤﺞ، اﺳﺘﻘﺮ اﻟﻮﺟﻮﺏ ﻓﻲ ﺫﻣﺘﻪ، ﻭﺇﻻ ﻓﻼ

Artinya : Apabila syarat-syarat wajib haji itu sudah terpenuhi, lalu orang yang taat itu meninggal sebelum Dia diizinkan untuk haji, apabila telah lewat waktu kemungkinan untuk melakukan haji, maka kewajiban untuk haji itu masih menjadi tanggungannya, apabila tidak, maka kewajiban haji tersebut tidak menjadi tanggungannya.


شرح الوجيز، الجزء ٧ الصحفة ٤٤

ويجوز الحج عن الميت بل يجب عند استقراره عليه سواء اوصى به أو لم يوص خلافا لابي حنيفة ومالك حيث قالا ان لم يوص لا يحج عنه ويسقط فرضه بالموت

Artinya : Boleh melakukan hajji untuk si-mayyit (badal haji) bahkan bisa menjadi wajib apabila haji tersebut menjadi tanggungan kewajiban si-mayyit, baik Dia berwasiat ataupun tidak. Hal ini berbeda dengan pendapat Imam Hanafi dan Imam Malik yang menyatakan apabila si-mayyit tidak berwasiat untuk dihajikan (badal haji), maka tidak perlu untuk menghajikannya, dan kewajiban hajinya sudah gugur sebab kematiannya. 

لنا ما روى عن ابن عباس رضي الله عنهما " ان رجلا جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال " يا رسول الله ان اختي نذرت ان تحج وماتت قبل ان تحج أفأحج عنها "  فقال" لو كان علي اختك دين اكنت قاضية قال نعم قال فاقضوا حق تعالى الله فهو احق بالقضاء"

Kami memiliki dalil berupa Hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas "bahwasanya ada seorang Laki-laki datang kepada  Nabi, lalu Dia bertanya" Ya Rosululloh ! sesungguhnya Saudara perempuanku bernadzar untuk haji, namun Dia meninggal sebelum sempat melakukan haji, apakah aku menghajikannya ? Rasulullah SAW menjawab "jika Saudara perempuanmu tadi punya hutang apakah engkau akan melunasinya ?Laki-laki tadi menjawab" ya " Rasulullah SAW bersabda; "lunasilah haknya Allah !, karena sesungguhnya hak Allah tersebut lebih berhak untuk dilunasi".

 ويستوى في الحج عن الميت الوارث والاجنبى تشبيها بقضاء الدين

Dan sama hukumnya dalam masalah menghajikan mayit baik oleh Ahli waris maupun orang lain, karena adanya keserupaan dengan masalah melunasi hutang.


   والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Syaifuddin
Alamat : Cimahi Jawa Barat
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Whatsapps Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan

PENASEHAT : Gus Abd. Qodir
_________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?