Hukum Adzan Dengan Gerakan Tangan Mengepal Keatas Seolah-Olah Memberi Motivasi Atau Penyemangat Kepada Para Hadirin Yang Mau Sholat Dan Tidak Menghadap Kiblat ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Pondok Pesantren al-Zaytun yang terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Indramayu, Jawa Barat akhir-akhir ini menuai kecaman dari berbagai pihak. Pesantren yang diasuh oleh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, kerap memicu gejolak di tengahtengah masyarakat akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pesantren tersebut ataupun oleh pengasuhnya yang dianggap menyimpang. Berikut adalah beberapa kontroversi yang muncul dari Pondok Pesantren al-Zaytun diantaranya ialah adzan nyleneh yang dilakukan di Az-Zaytun. Di Dalam sebuah video, Setiap lantunan kumandang adzan tersebut selalu diikuti dengan gerakan tangan yang berbeda dari biasanya. Para santri juga mengikuti lantunan adzan tersebut dan disertai dengan shaf sholat yang memiliki jarak antar jamaahnya. Selain itu, sang muadzin melantunkan adzan dengan menghadap para santri, bukan menghadap kiblat sebagaimana yang dilakukan oleh umat Islam kebanyakan.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum adzan dengan gerakan tangan mengepal keatas seolah-olah memberi motivasi atau penyemangat kepada para hadirin yang mau sholat dan tidak menghadap kiblat?

JAWABAN:

Hukum adzan tidak menghadap kiblat adalah makruh, sedangkan gerakan tangan mengepal keatas seolah-olah memberi motivasi hukumnya adalah khilaful aula karena tidak ada tuntutan dan menyalahi sunah.

REFERENSI:

إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ١ الصحفة ٢٧٤

وسن (فيهما) أي في الاذان والاقامة (قيام) وأن يؤذن على موضع عال، ولو لم يكن للمسجد منارة سن بسطحه ثم ببابه (واستقبال) للقبلة، وكره تركه

Artinya: Dan disunnahkan dalam adzan dan iqamah untuk berdiri, dan disunnahkan adzan di tempat yang tinggi. Jika masjid tidak memiliki menara maka disunnahkan untuk adzan di terasnya kemudian di pintunya jika tidak memiliki teras. Dan disunnahkan menghadap qiblat dan makruh meninggalkannya.


 إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ١ الصحفة ٢٧٤

٠(قوله: وكره تركه) أي الاستقبال، لأنه مخالف للمنقول سلفا وخلفا

Artinya: Maksud perkataan mushonnif "dan dimakruhkan meninggalkannya" maksudnya meninggalkan menghadap qiblat karena menyisihi dalil naqli menurut ulama salaf maupun kholaf.


نهاية الزين، الصحفة ٩٦-٩٧

وسنّ (فيهمَا) أَي الْأَذَان وَالْإِقَامَة مَعًا سَبْعَة (قيام) فيكرهان للقاعد وللمضطجع أَشد وللراكب الْمُقِيم بِخِلَاف الْمُسَافِر فَلَا يكرهان لَهُ رَاكِبًا جَالِسا واستقبال) للْقبْلَة إِذا كَانَت الْبَلَد صَغِيرَة عرفا أما إِذا كَانَت كَبِيرَة عرفا فَيسنّ حِينَئِذٍ الدوران فِي الْأَذَان كَمَا هُوَ وَاقع الْآن وَكَذَا لَا يسن الِاسْتِقْبَال فِي الْأَذَان إِذا كَانَت مئذنة الْمَسْجِد فِي طرف الْقرْيَة من جِهَة الْقبْلَة بل يسْتَقْبل الْقرْيَة حِينَئِذٍ وَإِن استدبر الْقبْلَة (وتحويل وَجهه) دون صَدره وَرجلَيْهِ (فيهمَا) أَي الْأَذَان وَالْإِقَامَة وَإِن قل الْجمع (يَمِينا) مرّة (فِي) قَوْله (حَيّ على الصَّلَاة) مرَّتَيْنِ (وَشمَالًا) مرّة أُخْرَى (فِي) قَوْله (حَيّ على الْفَلاح)

Artinya: Kesunnahan dalam adzan dan iqomah ada tujuh. Pertama، berdiri, sehingga makruh melakukanya dengan posisi duduk terlebih dengan posisi tidur, dan makruh dalam keadaan berkendara kecuali bagi orang yg sedang berperhian.
Kedua, menghadap kiblat jika daerahnya kecil secara urf, namun jika daerahnya luas maka disunnahkan untuk berputar ke seluruh arah sebagaimana yang berlaku sekarang, begitu juga tidak disunnahkan menghadap kiblat jika tempat adzanya masjid berada dipojok desa yang arah kiblatnya masjid merupakan daerah lain sehingga jika seperti itu maka sunnah menghadap desanya walaupun membelakangi kiblat. Ketiga, saat adzan dan iqomah menolehkan wajah dan dada kekanan satu kali saat mengumandangkan lafadz, 'Hayya Alas shalah' dan kekiri saat mengumandangkan lafadz, 'Hayya Alal Falah' walaupun jama'ahnya sedikit

 كَذَلِك حَتَّى يتمهما فِي الالتفاتين واختصت الحيعلتان بالالتفات لِأَنَّهُمَا خطاب الْآدَمِيّ كالسلام فِي الصَّلَاة وَأما غَيرهمَا فَهُوَ ذكر الله تَعَالَى وَإِنَّمَا ينْدب لِأَن الْقَصْد مِنْهَا الْإِعْلَام وَلَا يلْتَفت فِي قَوْله الصَّلَاة خير من النّوم

Begitu juga, sampai menyempurnakan keduanya dalam menoleh, sedangkan menoleh khusus kepada haialataini karena keduanya adalah khitob bagi anak adam seperti salam dalam sholat. Adapun selain keduanya merupakan dzikir kepada allah SWT, dan hal itu disunnahkan karena ada tujuan memberitahu. Dan tidak boleh menoleh dalam perkataannya yang berupa  shalat lebih baik dari pada tidur 

وَالطَّهَارَة من الحدثين والخبث وَعدم التَّغَنِّي بهما فَإِنَّهُ يكره مَا لم يتَغَيَّر بِهِ الْمَعْنى وَإِلَّا حرم

Keempat, dan suci dari dua hadast dan najis. Kelima, Dan tidak melagukan keduanya karena yang seperti ini hukumnya makruh selama tidak merubah makna dan apabila sampai merubah makna maka hukumnya haram

وَعدم التمطيط أَي التمديد فَإِنَّهُ يكره وَقد يبطل بل يكفر الْمُتَعَمد فِي بعض الْكَلِمَة كمد بَاء أكبر وهمزته وَمد همزَة أشهد وَألف الله وَكَذَا يبطل عدم النُّطْق بهاء الصَّلَاة وَأَن يكون كل من الْمُؤَذّن والمقيم حسن الصَّوْت عدلا فِي الرِّوَايَة بِالنِّسْبَةِ لأصل السّنة وَفِي الشَّهَادَة بِالنِّسْبَةِ لكمالها لِأَنَّهُ أَمِين على الْوَقْت

Keenam, Dan tidak memanjangkan di sebagian kalimat, karena hal itu hukumnya makruh dan terkadang bisa membatalkan bahkan bisa menyebabkan kafir bagi orang yang sengaja, seperti memanjangkan Ba' dan hamzah nya lafadz أكبر, dan memanjangkan Hamzah nya lafadz أشهد dan Alif nya lafadz ألله. Begitu juga bisa membatalkan dengan tidak melafadzkan Ha' nya lafadz الصلاة, dan bagi orang yang adzan dan iqomah harus bagus suaranya sesuai dalam riwayat dengan menisbatkan terhadap asal kesunahan, dan dalam syahadah dinisbatkan terhadap kesempurnaannya, karena hal itu bisa dipercaya dalam masalah waktu

فَإِن أذن الْفَاسِق كره إِذْ لَا يُؤمن من أَن يُؤذن فِي غير الْوَقْت لَكِن يحصل بأذانه أصل السّنة وَإِن لم يقبل خَبره

Sehingga apabila orang fasiq adzan maka hukumnya makruh karena ia tidak dapat dipercaya dari ia adzan di selain waktunya, akan tetapi ia tetap menghasilkan asal kesunnahan dengan adzannya, walaupun beritanya tidak bisa diterima.


نهاية الزين، الصحفة ٩٦

وَجعل مسبحتيه أَي أنملتهما (بصماخيه) لِأَنَّهُ أجمع للصوت وَيعرف بِهِ الْأَذَان لصمم أَو بعد وَلَو تَعَذَّرَتْ يَد وَاحِدَة جعل الْأُخْرَى أَو سبابتهما جعل غَيرهمَا من بَقِيَّة أَصَابِعه وترتيل بِأَن يفرد كل كلمة بِصَوْت إِلَّا التَّكْبِير أَوله وَآخره فَيجمع كل كَلِمَتَيْنِ بِصَوْت لخفته مَعَ وَقْفَة لَطِيفَة على الأولى
فَإِن لم يقف فَالْأولى الضَّم وَقيل الْفَتْح وَرفع الصَّوْت قدر الْإِمْكَان لِأَنَّهُ أبلغ فِي الْإِعْلَام

Artinya: (Dan meletakkan kedua telunjuknya) maksudnya kedua ujung jari keduanya, (kedalam lubang telinga) karena hal itu lebih mengumpulkan suara dan memberitahu kepada orang yang tuli dan jauh. Apabila salah satu tangannya tidak bisa sebab ada udzur maka mengganti dengan yang lain atau kedua telunjuknya juga tidak bisa maka juga mengganti dengan yang lain dari sisa jari-jarinya, dan membaca tartil dengan cara menyendirikan setiap kalimat dengan satu suara kecuali takbir pertama dan terakhir, kemudian menggabungkan setiap dua kalimat dengan suara yang lebih ringan serta dengan jeda yang lembut pada kalimat pertama. Maka apabila ia tidak berhenti, maka lebih baik menggabungkan, dan menurut qil meringankan juga meninggikan suara dengan kadar yang dimungkinkan karena hal ini lebih dalam memberitahu. 


 الإبهاج في شرح المنهاج، الجزء ١ الصحفة ٥٩

الثالث: ترك الأولى كترك صلاة الضحى لكثرة الفضل في فعلها والفرق بين هذا والذي قبله ورود النهي المقصود والضابط ما ورد فيه نهي مقصود يقال فيه مكروه وما لم يرد فيه نهي مقصود يقال ترك الأولى ولا يقال مكروه وقولنا مقصود احتراز من النهي التزاما فإن الأمر بالشيء ليس إلا نهيا عن ضده التزاما فالأولى مأمور به وتركه منهي عنه التزاما لا مقصودا

Artinya: Adapun yang ketiga: yaitu meninggalkan yang lebih utama, seperti meninggalkan shalat Dhuha karena banyaknya keutamaan dalam melaksanakannya. Adapun perbedaan antara ini dan yang sebelumnya adalah adanya larangan yang dijadikan tujuan, sedangkan dlobitnya adalah sesuatu yang di dalamnya disebutkan larangan yang dijadikan tujuan, hal itu dikatakan makruh. Dan sesuatu yang didalamnya tidak disebutkan larangan yang menjadi tujuan, itu dikatakan meninggalkan yang lebih utama tidak dikatakan makruh. Adapun perkataan مقصود mengecualikan larangan yang bersifat iltizam/keharusan, karena sesungguhnya perintah melakukan sesuatu adalah merupakan larangan melakukan sebaliknya tiada lain kecuali melarang kebalikannya. Karenanya yang lebih utama adalah diperintahkan, dan meninggalkannya adalah hal yang dilarang secara berkewajiban bukan perkara yang dijadikan satu tujuan.


كتاب البحر المحيط في أصول الفقه، الجزء ١ الصحفة ٤٠٠

[فَصْلٌ فِي خِلَافِ الْأَوْلَى]
هَذَا النَّوْعُ أَهْمَلَهُ الْأُصُولِيُّونَ، وَإِنَّمَا ذَكَرَهُ الْفُقَهَاءُ وَهُوَ وَاسِطَةٌ بَيْنَ الْكَرَاهَةِ وَالْإِبَاحَةِ، وَاخْتَلَفُوا فِي أَشْيَاءَ كَثِيرَةٍ هَلْ هُوَ مَكْرُوهٌ، أَوْ خِلَافُ الْأَوْلَى؟ كَالنَّفْضِ وَالتَّنْشِيفِ فِي الْوُضُوءِ وَغَيْرِهِمَا. قَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ فِي كِتَابِ الشَّهَادَاتِ مِنْ " النِّهَايَةِ ": التَّعَرُّضُ لِلْفَصْلِ بَيْنَهُمَا مِمَّا أَحْدَثَهُ الْمُتَأَخِّرُونَ، وَفَرَّقُوا بَيْنَهُمَا بِأَنَّ مَا وَرَدَ فِيهِ نَهْيٌ مَقْصُودٌ يُقَالُ فِيهِ: مَكْرُوهٌ وَمَا لَا فَهُوَ خِلَافُ الْأَوْلَى، وَلَا يُقَالُ: مَكْرُوهٌ، وَقَالَ: الْمُرَادُ بِالنَّهْيِ الْمَقْصُودِ أَنْ يَكُونَ مُصَرَّحًا بِهِ كَقَوْلِهِ: لَا تَفْعَلُوا كَذَا، أَوْ نَهَيْتُكُمْ عَنْ كَذَا، بِخِلَافِ مَا إذَا أَمَرَ بِمُسْتَحَبٍّ فَإِنَّ تَرْكَهُ لَا يَكُونُ مَكْرُوهًا، وَإِنْ كَانَ الْأَمْرُ بِالشَّيْءِ نَهْيًا عَنْ ضِدِّهِ؛ لِأَنَّا اسْتَفَدْنَاهُ بِاللَّازِمِ وَلَيْسَ بِمَقْصُودٍ

Artinya : Pasal Dalam Khilaful Aula.
Jenis hukum ini tidak dibahas oleh para ahli ushul fiqh. Para pakar fiqh menyebut Khilaful aula sebagai hukum antara makruh dan mubah. Dan mereka berbeda beda pendapat dalam banyak hal apakah itu berhukum makruh atau khilaful aula. Seperti permasalahan hukum menyeka atau mengeringkan seuasai wudlu dan semisalnya. Imam haromain berkata dalam bab syahadat dalam kitab Al Nihayah "penjelasa mengenai perbedaan antara makruh dan khilaful aula adalah hal yang dimunculkan oleh ulama muta'akhkhirin, mereka membedakan antara keduanya dengan ketentuan jika terdapat larangan jelas maka disebut makruh dan jika tidak ada maka disebut khilaful aula tidak disebut makruh. Beliau menyampaikan bahwa yang dikehendaki dengan nahyun maqshud adalah larangan yang jelas seperti narasi "jangan lakukan hal ini atau aku melarang kalian dari perbuatan ini". Berbeda dengan perintah melakukan sesuatu yang sunnah karena tidak melakukannya bukanlah disebut makruh meskipun memerintah sesuatu berarti melarang hal yang sebaliknya karen pemahaman ini hanya berdasar dari kelaziman hukum saja bukan dengan dalil larangan yang jelas.
(Al Bahru Al Muhith Fii Ushuli Al Fiqh Jilid 1 Hal. 400)


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Ubaidillah 
Alamat : Arosbaya Bangkalan Madura
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : Ust. Arif Mustaqim (Sumbergempol Tulungagung Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang Banyumas Jawa Tengah), Ust. Ibrahim Al-Farisi (Tambelangan Sampang Madura)
____________________________________________

Keterangan :

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang bereferensi.
5) Dilarang memposting iklan / video / kalam2 hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?