Hukum Menerima Uang Politik Haramkah ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Kegiatan Sholat Tarawih di sebuah Musholla setiap tahunnya di Sumenep sangat ramai, hal ini karena dimotori oleh Tokoh salah satu Parpol (Partai politik) di Sumenep, anggaplah Tokoh tersebut bernama Badrun (nama samaran), Tiap Bulan Ramadlon Dia selalu membagikan 1000 amplop di Musholla dekat rumahnya tersebut, nominal per amplop pun cukup besar, yaitu Rp. 300.000, maka tidak aneh jika ribuan orang berjubel mau Sholat di Musholla dimaksud meskipun meraka sebetulnya bukan jama'ah tarawih di Musholla tersebut. Pada Bulan Ramadlon tahun ini, seperti biasanya Dia memberikan 1000 amplop tersebut yang tidak lain motifnya demi memuluskan misinya untuk merealisasikan Ponakannya yang bernama Fikri (nama samaran) menjadi Bupati yang baru.

Akan tetapi setelah selesai pembagian amplop, para jamaah Sholat Tarawih mulai menghilang satu persatu, karena sebagian dari mereka memang betul-betul mau sholat di Musholla tersebut dan sebagian lagi hanya ingin dapat amplop, sehingga para jama'ah tarawih tinggal 10 s/d 20 orang saja yang Sholat di Musholla tersebut.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum menerima Uang tersebut ;

a) Sedangkan si penerima tidak memilih Fikri untuk menjadi Bupati yang baru ?

b) Sedangkan si penerima meskipun tidak diberi uang itu, mereka memang akan memilih Fikri ?

c) Yang sebetulnya si Penerima tidak mau memilih Fikri, tapi karena diberi uang akhirnya si penerima mau memilih Fikri ?

JAWABAN:

Hukum menerima pemberian tersebut adalah haram karena termasuk risywah. Baik penerima tidak mau milih, atau memilih karena memang pilihannya meskipun tidak diberi atau bahkan memilih karena diberi uang.

REFERENSI:

نهاية الزين، الصحفة ٣٧٠

 وقبول الرشوة حرام وهي ما يبذل للقاضي ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق وإعطاؤها كذلك لأنه إعانة على معصية أما لو رشي ليحكم بالحق جاز الدفع وإن كان يحرم على القاضي الأخذ على الحكم مطلقا أي سواء أعطي من بيت المال أم لا ويجوز للقاضي أخذ الأجرة على الحكم لأنه شغله عن القيام بحقه

Artinya : Menerima suap hukumnya haram. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada hakim agar ia memberikan putusan hukum yang menyalahi kebenaran atau agar ia mencegah terjadinya putusan hukum yang benar. Dan demikian pula hukumnya memberikan suap (yakni haram), karena hal tersebut sama saja membantu perbuatan maksiat. Adapun jika seseorang memberi suap dengan tujuan agar hakim memberikan putusan hukum dengan benar, maka hukum memberikannya boleh, meski hakim diharamkan secara mutlak mengambil pemberian atas putusan hukumnya. Baik yang diberikan kepadanya diambil dari bait al-mal atau bukan. Hakim boleh mengambil gaji atas keputusan hukumnya, karena hal tersebut membuatnya sibuk dari bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.


روضة الطالبين، الجزء ١١ الصحفة ١٤٤

فرع قد ذكرنا أن الرشوة حرام مطلقا والهدية جائزة في بعض فيطلب الفرق بين حقيقتيهما مع أن الباذل راض فيهما والفرق من وجهين أحدهما ذكره ابن كج أن الرشوة هي التي يشرط على قابلها الحكم بغير الحق أو الامتناع عن الحكم بحق والهدية هي العطية المطلقة والثاني قال الغزالي في الإحياء المال إما يبذل لغرض آجل فهو قربة وصدقة وإما لعاجل وهو إما مال فهو هبة بشرط ثواب أو لتوقع ثواب وإما عمل فإن كان عملا محرما أو واجبا متعينا فهو رشوة وإن كان مباحا فإجارة أو جعالة وإما للتقرب والتودد إلى المبذول له فإن كان بمجرد نفسه فهدية وإن كان ليتوسل بجاهه إلى أغراض ومقاصد فإن كان جاهه بالعلم أو النسب فهو هدية وإن كان بالقضاء والعمل فهو رشوة

Artinya : (Sub Masalah) Telah kami jelaskan bahwa tindakan suap menyuap hukumnya haram secara mutlak. Sedangkan hadiah pada beberapa kondisi itu boleh. Karenanya dituntut membedakan antara substansi kedua hal itu besertaan kerelaan si pemberi pada keduanya. Adapun perbedaannya bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, disebutkan oleh Ibn Kajj, bahwa sungguh suap adalah bila si penerimanya disyaratkan memutuskan hukum yang tidak benar, atau mencegah keputusan hukum yang benar, sedangkan hadiah adalah pemberian bersifat mutlak. Kedua, dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din al-Ghazali berkata: “Harta diberikan adakalanya untuk maksud ukhrawi, yaitu pemberian yang dimaksud untuk taqarrub dan sedekah. Dan adakalanya untuk tujuan duniawi yang adakalanya berupa harta, yaitu pemberian dengan syarat imbalan atau mengharap imbalan. Dan adakalanya berupa perbuatan. Jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan haram atau perbuatan yang sifatnya wajib ‘ain, maka pemberian itu adalah suap. Jika perbuatan tersebut bersifat mubah, maka pemberian itu adalah ijarah atau ju’alah. Dan adakalanya pemberian itu dimaksud untuk tujuan pendekatan atau mencari simpati dari pihak yang diberi. Dalam hal ini jika yang dimaksud sekedar pribadi orangnya, maka itu adalah hadiah, namun jika yang dimaksud agar menjadi sarana melalui kedudukan si penerima untuk tujuan dan maksud tertentu, maka jika kedudukannya berupa keilmuan atau keturunan, maka itu adalah hadiah, akan tetapi jika kedudukannya berupa keputusan hukum atau suatu pekerjaan, maka itu adalah suap.

__________________________

Cacatan:

Semua pemberian dengan tujuan untuk mempengaruhi kepada penerima untuk   (menolak kebenaran) atau (menghasilkan kebathilan) adalah risywah. Dalam kontek negara demokrasi rakyat memiliki kekuasaan dalam memilih pemimpin sebagai ahlul ikhtiyar. Karenanya posisi rakyat sama dengan kekuasaan hakim didalam memutuskan hukum. Seorang hakim tidak boleh menerima apapun ketika memang sebelumnya tidak terbiasa  memberinya sesuatu dari seseorang tertentu. Dan tidak boleh menerima apapun didalam memutuskan hukum karena memang kewajibannya dan diharuskan memutuskan dengan hak.

والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Lukmanul Hakim 
Alamat : Torbang Sumenep Madura

_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum. 

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

_________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?