Hukum Menjima' Istri Setelah Niat Puasa Ramadan
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun dan Badriyah (nama samaran) merupakan pasangan suami istri yang baru melangsungkan pernikahan tiga hari yang lalu. Dan kebetulan keduanya saat ini merupakan pertama kalinya menjalani bulan Ramadlan dalam status suami istri. Biasanya keduanya melakukan hubungan suami istri (jima') di siang dan malam hari, namun saat ini terpaksa hanya dilakukan pada saat malam hari saja.
Suatu ketika saat keduanya selesai sahur bersama, masih sempat-sempatnya melakukan jima' sampai akhirnya karena terlalu payah atau lesu, tiba-tiba keduanya tertidur pulas sampai terbit Matahari. Setelah bangun keduanya kaget bukan kepalang karena belum sempat mandi besar dan juga belum Sholat Subuh, padahal tadi malam keduanya sudah niat untuk melaksanakan Puasa Ramadlan.
PERTANYAAN:
Apakah niat puasa seseorang bisa batal jika melakukan jima' dan haruskah berniat puasa lagi setelah melakukan jima'?
JAWABAN:
Menurut qoul yang rojih (unggul), niat puasanya tidak menjadi batal dan tidak perlu memperbaharui niat.
REFERENSI:
روضة الطالبين وعمدة المفتين، الجزء ٢ الصحفة ٣٥١ - ٤٥٢
فَرْعٌ: تَبْيِيتُ النِّيَّةِ شَرْطٌ فِي صَوْمِ الْفَرْضِ، فَلَوْ نَوَى قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ صَوْمَ الْغَدِ، لَمْ يَصِحَّ. وَلَوْ نَوَى مَعَ طُلُوعِ الْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ عَلَى الْأَصَحِّ. وَلَا تَخْتَصُّ النِّيَّةُ بِالنِّصْف الْأَخِيرِ مِنَ اللَّيْلِ عَلَى الصَّحِيحِ، وَلَا تَبْطُلُ بِالْأَكْلِ وَالْجِمَاعِ بَعْدَهَا عَلَى الْمَذْهَبِ. وَحُكِيَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ بُطْلَانُهَا، وَوُجُوبُ تَجْدِيدِهَا. وَأَنْكَرَ ابْنُ الصَّبَّاغِ نِسْبَةَ هَذَا إِلَى أَبِي إِسْحَاقَ، وَقَالَ الْإِمَامُ: رَجَعَ أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ هَذَا عَامَ حَجَّ، وَأَشْهَدَ عَلَى نَفْسِهِ. فَإِنْ ثَبَتَ أَحَدُ هَذَيْنِ، فَلَا خِلَافَ فِي الْمَسْأَلَةِ
Artinya: (Sub masalah) Menjatuhkan niat di malam hari merupakan syarat dalam Puasa Wajib. Seandainya ada orang niat dilakukan sebelum terbenamnya matahari "puasa hari esok", maka puasanya tidak sah, demikian juga ketika niat bersamaan dengan terbitnya fajar menurut pendapat al ashoh. Dan niat tidak harus diakukan pada separuh malam terakhir menurut qoul shohih, dan niat tidak menjadi batal sebab makan dan melakukan jima' setelah niat menurut pendapat yang rojih. Dan diriwayatkan dari Abi Ishak bahwa niat tersebut menjadi batal serta wajib memperbaruinya. Dan Ibnu Al Shobbagh mengingkari apabila pendapat ini dinisbahkan kepada Abi Ishak. Imam Haramain berkata bahwa Imam Abu Ishak telah menarik kembali pendapatnya tentang masalah ini dan menjadikan dirinya sebagai saksi bahwa jika salah satu dari dua pendapat ini masih tetap terwujud, maka sudah tidak ada perbedaan dalam masalah ini.
والله أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA:
Nama: Sofyan
Alamat: Umbul Sari Jember
_______________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir
LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/KRbPrzUz9m8GCTLzyn0b5K
_____________________________
Komentar
Posting Komentar