Hukum Pemberian Caleg


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Kegiatan Sholat Tarawih di sebuah Musholla setiap tahunnya di Sumenep sangat ramai, hal ini karena dimotori oleh Tokoh salah satu Parpol (Partai politik) di Sumenep, anggaplah Tokoh tersebut bernama Badrun (nama samaran), Tiap Bulan Ramadlon Dia selalu membagikan 1000 amplop di Musholla dekat rumahnya tersebut, nominal per amplop pun cukup besar, yaitu Rp. 300.000, maka tidak aneh jika ribuan orang berjubel mau Sholat di Musholla dimaksud meskipun meraka sebetulnya bukan jama'ah tarawih di Musholla tersebut. Pada Bulan Ramadlon tahun ini, seperti biasanya Dia memberikan 1000 amplop tersebut yang tidak lain motifnya demi memuluskan misinya untuk merealisasikan Ponakannya yang bernama Fikri (nama samaran) menjadi Bupati yang baru.

Akan tetapi setelah selesai pembagian amplop, para jamaah Sholat Tarawih mulai menghilang satu persatu, karena sebagian dari mereka memang betul-betul mau sholat di Musholla tersebut dan sebagian lagi hanya ingin dapat amplop, sehingga para jama'ah tarawih tinggal 10 s/d 20 orang saja yang Sholat di Musholla tersebut.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum memberi amplop pada jama'ah tarawih dan motif sebenarnya adalah agar supaya Fikri dipilih oleh mereka untuk jadi Bupati yang baru, sehingga menyebabkan orang yang Sholat tidak karena Allah, tetapi karena amplop ?

JAWABAN:

Pemberian amplop tersebut berstatus risywah (suap) yang hukumnya jelas haram. Karena pemberi adalah calon Bupati yang tujuan pemberian itu adalah supaya dipilih yang pada dasarnya memilih bukan didasari karena uang tetapi memilih pemimpin dengan tujuan agar mengamalkan kebenaran, menegakkan batasan-batasan Agama, menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran.

REFERENSI:

صحيح البخاري رقم ٦٦٧٢

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَاهُ إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ وَإِلَّا لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلًا بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَلَمْ يُعْطَ بِهَا

Artinya : Telah menceritakan kepada kami ['Abdan] dari Abu hamzah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: "Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak akan membersihkan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki air melebihi kebutuhan dalam perjalanan dan tidak memberikannya kepada musafir (yang membutuhkannya). Kedua, laki-laki yang membai'at seorang pemimpin hanya karena dunia. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembai'atannya, tetapi apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya. Dan ketiga, orang yang menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu asar, lalu dia bersumpah bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian oleh orang lain, lalu pembeli mempercayainya dan membelinya, padahal barang itu belum pernah ditawar sekian oleh orang lain."


فتح الباري شرح صحيح البخاري، الجزء ١٣ الصحفة ٢١٤/٢١٨

قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ الْعَسْقَلاَنِيُّ الشَّافِعِيُّ فِيْ فَتْحِ الْبَارِيْ : وَاْلأَصْلُ فِيْ مُبَايَعَةِ اْلإِمَامِ أَنْ يُبَايِعَهُ عَلَى أَنْ يَعْمَلَ بِالْحَقِّ وَيُقِيْمَ الْحُدُوْدَ وَيَأْمُرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ ، فَمَنْ جَعَلَ مُبَايَعَتَهُ لِمَالٍ يُعْطَاهُ دُوْنَ مُلاَحَظَةِ الْمَقْصُوْدِ فِي اْلأَصْلِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِيْنًا وَدَخَلَ فِيْ الْوَعِيْدِ الْمَذْكُوْرِ وَحَاقَ بِهِ إِنْ لَمْ يَتَجَاوَزِ اللهُ عَنْهُ ، وَفِيْهِ أَنَّ كُلَّ عَمَلٍ لاَ يُقْصَدُ بِهِ وَجْهُ اللهِ وَأُرِيْدَ بِهِ عَرَضُ الدٌّنْيَا فَهُوَ فَاسِدٌ وَصَاحِبُهُ آثِمٌ، وَاللهُ الْمُوَفِّقُ اهـ

Artinya: Al-Hafizh Ibn Hajat al-'Asqalani al-Syafi'i berkata dalam Fath al-Bari: "Pada dasarnya orang membai'at pemimpin itu bertujuan agar ia melakukan kebenaran, menegakkan batasan-batasan Allah, melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Oleh karena itu, barang siapa yang menjadikan pembai'atannya kepada pemimpin karena harta yang diterimanya tanpa melihat tujuan utama, maka dia telah mengalami kerugian yang nyata dan masuk dalam ancaman hadits di atas, serta ia akan celaka apabila Allah tidak mengampuninya. Hadits tersebut menunjukkan bahwa setiap perbuatan yang tidak bertujuan mencari ridha Allah, tetapi bertujuan mencari kesenangan dunia, maka amal itu rusak dan pelakunya berdosa. Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq-Nya."

مرقاة صعود التصديق، الصحفة ٧٤

قَالَ الشَّيْخُ مُحَمَّدٌ بْنُ عُمَرَ نَوَوِي الْجَاوِيُ: وَأَخْذُ الرِّشْوَةِ بِكَسْرِ الرَّاءِ وَهُوَ مَا يُعْطِيْهِ الشَّخْصُ لِحَاكِمٍ أَوْ غَيْرِهِ لِيَحْكُمَ لَهُ أَوْ يَحْمِلَهُ عَلىَ مَا يُرِيْدُ كَذَا فِي الْمِصْبَاحِ وَقَالَ صَاحِبُ التَّعْرِيْفَاتِ وَهُوَ مَا يُعْطَى لإِبْطَالِ حَقٍّ أَوْ لإِحْقَاقِ بَاطِلٍ اهـ

Artinya: Syaikh Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi (Syaikh Nawawi Banten) berkata: "Termasuk perbuatan maksiat adalah menerima suap/risywah. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang hakim atau lainnya, agar keputusannya memihak si pemberi atau mengikuti kemauan pemberi, sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Mishbab. Pengarang kitab al-Ta'rifat berkata: "Suap adalah sesuatu yang diberikan karena bertujuan membatalkan kebenaran atau membenarkan kesalahan."


______________________

Catatan:

Semua pemberian dengan tujuan untuk mempengaruhi kepada penerima untuk (menolak kebenaran) atau  (menghasilkan kebathilan) adalah risywah. Dalam kontek negara demokrasi rakyat memiliki kekuasaan dalam memilih pemimpin sebagai ahlul ikhtiyar. Karenanya posisi rakyat sama dengan kekuasaan hakim didalam memutuskan hukum. Seorang hakim tidak boleh menerima apapun ketika memang sebelumnya tidak terbiasa  memberinya sesuatu dari seseorang tertentu. Dan tidak boleh menerima apapun didalam memutuskan hukum karena memang kewajibannya dan diharuskan memutuskan dengan hak.



والله أعلم بالصواب

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Lukmanul Hakim 
Alamat : Torbang Sumenep Madura

_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya  Jawab Hukum. 

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir
_________________________

Komentar

  1. Ustadz itu pemilihan Bupati, nah sekarang pemilihan kepala desa bagi2 sembako, dg alasan shodaqoh, itupun cuma waktu pilkades, setelah itu tdk ada lagi ( ini yg bagi team calon kades ) hukumnya juga termasuk spt pilbup ustadz ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?