Hukum Hutang Puasa Melewati Tahun Berikutnya



HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Santi (nama samaran) pada Bulan Ramadhan yang lalu, Dia tidak berpuasa karena sedang menyusui Anaknya. Dia khawatir terhadap kondisi Anaknya apabila Dia memaksakan diri untuk berpuasa. Saat ini sudah memasuki Bulan Ramadhan lagi, dan Santi tidak sempat meng-qodlo' puasa yang ditinggalkannya pada Romadlon sebelumnya.

PERTANYAAN:

Apa yang harus dilakukan Santi untuk menebus puasanya yang ditinggalkannya pada Romadlon sebelumnya, sedangkan saat ini sudah memasuki Bulan Ramadhan lagi?

JAWABAN:

Yang harus dilakukan bagi seseorang Ibu menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap anaknya adalah mengqodho' puasa dan membayar fidyah. Dan apabila sampai pada Ramadhan berikutnya atau tahun kedua belum menggodho', maka ditafsil:

a) Ketika tidak mengqadho puasa karena masih berlangsungnya udzur sampai Ramadhan berikutnya, maka tidak wajib membayar fidyah karena mengakhirkan.

b) Ketika tidak mengqadho puasa, serta memungkinkan melakukannya karena sudah tidak ada udzur, maka membayar fidyah karena mengakhirkannya. (pendapat asoh/mu'tamad)

Sedangkan apabila disamping belum mengqadho puasa dan belum membayar fidyah (karena tidak mampu), sehingga masuk Ramadhan kedua, maka ada dua pendapat:

Pertama, pendapat yang ashah adalah tetap membayar fidyah ta'khir.
Kedua, tidak wajib membayar fidyah, sebagaimana pendapat yang dishahihkan oleh Imam Al Bandanji, Al-Mawardi dan Al- Ruyani.

REFERENSI:

فتح القريب، الجز ١ الصحفة ١١٤

ﺻﻮﻡ اﻟﺤﺎﻣﻞ ﻭاﻟﻤﺮﺿﻊ (ﻭاﻟﺤﺎﻣﻞ ﻭاﻟﻤﺮﺿﻊ ﺇﻥ ﺧﺎﻓﺘﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻔﺴﻬﻤﺎ) ﺿﺮﺭا ﻳﻠﺤﻘﻬﻤﺎ ﺑﺎﻟﺼﻮﻡ، ﻛﻀﺮﺭ اﻟﻤﺮﻳﺾ (ﺃﻓﻄﺮﺗﺎ، ﻭ) ﻭﺟﺐ (ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ اﻟﻘﻀﺎء، ﻭﺇﻥ ﺧﺎﻓﺘﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﻭﻻﺩﻫﻤﺎ) ﺃﻱ ﺇﺳﻘﺎﻁ اﻟﻮﻟﺪ ﻓﻲ اﻟﺤﺎﻣﻞ ﻭﻗﻠﺔ اﻟﻠﺒﻦ ﻓﻲ اﻟﻤﺮﺿﻊ (ﺃﻓﻄﺮﺗﺎ، ﻭ) ﻭﺟﺐ (ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ اﻟﻘﻀﺎء) ﻟﻹﻓﻄﺎﺭ (ﻭاﻟﻜﻔﺎﺭﺓ) ﺃﻳﻀﺎ ﻭاﻟﻜﻔﺎﺭﺓ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﺝ (ﻋﻦ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻣﺪ؛ ﻭﻫﻮ) ﻛﻤﺎ ﺳﺒﻖ (ﺭﻃﻞ ﻭﺛﻠﺚ ﺑﺎﻟﻌﺮاﻗﻲ) ﻭﻳﻌﺒﺮ ﻋﻨﻪ ﺑﺎﻟﺒﻐﺪاﺩﻱ

Artinya: Dan wanita hamil dan menyusui, jika mereka khawatir akan bahaya yang menimpa pada dirinya sendiri sebab melakukan puasa, seperti bahaya sakit, maka mereka boleh berbuka serta wajib mengqodho'. Dan apabila mereka berdua khawatir akan (bahaya menimpa) kepada anak mereka artinya gugurnya anak dalam (masalah) wanita hamil dan sedikitnya susu dalam (masalah) wanita yang menyusui, maka mereka boleh berbuka (tidak puasa) dan berkewajiban qodho' dan membayar kaffarah. Dan kafarahnya ialah setiap hari (puasa yang ditinggalkan) dikeluarkan satu Mud. Satu Mud sebagaimana keterangan yang sudah lewat ialah 1⅓ Ritl Irak, dan dinyatakan Ritl Baghdad.



إعانة الطالبين، الجزء ٢ الصحفة ٢٧٤
 
ويجب (على مؤخر قضاء) لشئ من رمضان حتى دخل رمضان آخر (بلا عذر) في التأخير: بأن خلا عن السفر والمرض قدر ما عليه (مد لكل سنة) فيتكرر بتكرر السنين، على المعتمد

Artinya: Dan diwajibkan (atas orang yang menunda qadha) karena sesuatu dari Bulan Ramadhan sampai masuk Ramadhan berikutnya (tanpa alasan) di dalam penundaannya misalnya dengan tanpa adanya perjalanan dan penyakit, sebanyak dia berutang (yaitu membayar mud untuk setiap tahun) dan diulang dengan pengulangan tahun, menurut pendapat yang dikukuhkan.

وخرج بقولي بلا عذر : ما إذا كان التأخير بعذر - كأن استمر سفره أو مرضه، أو إرضاعها إلى قابل - فلا شئ عليه ما بقي العذر، وإن استمر سنين٠

Dan keluar dengan kata-kata saya tanpa alasan: Bagaimana jika penundaan itu dengan alasan - seperti jika dia tetap dalam perjalanan atau sakitnya, atau menyusui sampai menghadap (ramadhan berikutnya) - maka tidak ada suatu (kewajiban) baginya selama udzur itu masih ada, dan meskipun itu berlangsung selama bertahun-tahun.


الإقناع للشربيني، الجزء ١ الصحفة ٢٤٣

ومن أخر قضاء رمضان مع إمكانه حتى دخل رمضان آخر لزمه مع القضاء لكل يوم مد لأن ستة من الصحابة رضي الله عنهم قالوا بذلك ولا مخالف لهم ويأثم بهذا التأخير

Artinya: Dan barang siapa yang menunda qadha Ramadhan disertai memungkinkannya dalam mengqadha hingga datangnya Ramadhan berikutnya, maka ia wajib membayar mud disertai qadha setiap hari yang ditinggalkan, karena enam orang sahabat radhiyallahu ‘anhu mengatakan hal itu dan tidak ada yang menentang mereka, dan dia berdosa dengan penundaan ini.

 قال في المجموع ويلزمه المد بدخول رمضان أما من لم يمكنه القضاء لاستمرار عذره حتى دخل رمضان فلا فدية عليه بهذا التأخير٠

Imam Nawawi berkata di dalam kitab Majmu', "Wajib membayar mud disebabkan masuknya ramadhan. Adapun orang yang tidak memungkinkan untuk mengqadha karena tetapnya udzur sampai masuk ramadlan (berikutnya), maka tidak wajib fidyah disebabkan penundaan (qadha) ini.


النجم الوهاج، الجزء ٣ الصحفة ٣٤٢

ﻗﺎﻝ: (ﻭاﻷﺻﺢ: ﺗﻜﺮﺭﻩ ﺑﺘﻜﺮﺭ اﻟﺴﻨﻴﻦ)؛ ﻷﻥ اﻟﺤﻘﻮﻕ اﻟﻤﺎﻟﻴﺔ ﻻ ﺗﺘﺪاﺧﻞ٠ ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻻ ﻳﺘﻜﺮﺭ ﻛﺎﻟﺤﺪﻭﺩ، ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﺳﺮﻳﺞ، ﻭﺻﺤﺤﻪ اﻟﺒﻨﺪﻧﻴﺠﻲ ﻭاﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﻭاﻟﺮﻭﻳﺎﻧﻲ ﻭﻧﻘﻠﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﻣﺔ اﻷﺻﺤﺎﺏ٠

Artinya: Imam Nawawi berkata: Adapun menurut qoul Ashoh, mud (fidyah) itu menjadi berlipat ganda dengan bertambahnya tahun, karena hak-hak yang bersifat harta itu tidak dapat digabungkan.  Dan yang kedua: mud itu tidak menjadi berlipat ganda dengan bertambahnya tahun seperti hukum Had (jadi meskipun bertambah tahun, jumlah kewajiban membayar mud masih tetap tidak menjadi berlipat ganda sama seperti Had, pelanggarannya berkali-kali namun hadnya satu kali), pendapat ini dianut oleh Ibn Suroij, dan itu disahkan oleh Al-Bundaniji, Al-Mawardi dan Al-Ruyani, dan pendapat ini dinukil dari mayoritas Ashabus Syafi'i.


ﻭﻣﻮﺿﻊ اﻟﺨﻼﻑ: ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻗﺪ ﺃﺧﺮﺝ اﻟﻔﺪﻳﺔ، ﻓﺈﻥ ﺃﺧﺮﺟﻬﺎ ﺛﻢ ﻟﻢ ﻳﻘﺾ ﺣﺘﻰ ﺩﺧﻞ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺁﺧﺮ . ﻭﺟﺒﺖ ﺛﺎﻧﻴﺎ ﺑﻼ ﺧﻼﻑ، ﻭﻫﻜﺬا ﺣﻜﻢ اﻟﻌﺎﻡ اﻟﺜﺎﻟﺚ ﻭاﻟﺮاﺑﻊ ﻓﺼﺎﻋﺪا؛ ﻷﻥ اﻟﺤﺪﻭﺩ ﺑﻌﺪ ﺇﻗﺎﻣﺘﻬﺎ ﺗﻘﺘﻀﻲ اﻟﺘﻜﺮﺭ ﻋﻨﺪ ﻓﻌﻠﻬﺎ ﺛﺎﻧﻴﺎ ﺑﺎﻻﺗﻔﺎﻕ ﻣﻊ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﺧﻒ ﻣﻦ ﻫﺬا٠ ﻭﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﺃﻥ ﻣﺤﻞ ﺗﻜﺮﺭ اﻟﻤﺪ ﺑﺎﻟﺘﺄﺧﻴﺮ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻋﺎﻣﺪا ﻋﺎﻟﻤﺎ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺟﺎﻫﻼ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﻣﺘﻌﻤﺪ ٠٠ ﻓﺎﻟﻈﺎﻫﺮ: ﻋﺪﻡ ﺗﻜﺮﺭﻩ٠

Adapun letak perbedaan pendapat diatas itu berlaku pada kasus : Apabila seseorang belum membayar fidyah, tetapi apabila dia sudah membayar fidyah, namun dia belum mengqodlo' puasa hingga masuk romadlon tahun berikutnya, maka dia wajib membayar fidyah untuk tahun yang kedua tanpa adanya perbedaan pendapat Ulama', begitu juga untuk tahun ke-3 dan ke-4 dst. Alasannya karena hukum Had jika sudah dilaksanakan, maka akan dikenakan lagi saat dia melanggarnya untuk kedua kalinya berdasarkan kemufakatan Ulama', meskipun pada dasarnya bobot pelanggarannya lebih ringan dari pada bobot nilai pelanggaran yang belum melakukan had sama sekali. Dan jelas bahwasanya hukum berlipatnya jumlah mud fidyah sebab mengakhirkan hingga Romadhon berikutnya itu berlaku bagi orang yang melakukannya secara sengaja dan mengerti hukum itu, namun apabila pelakunya itu orang yang tidak tahu hukum dan juga tidak sengaja, maka yang jelas jumlah pembayaran mud fidyah itu tidak dilipat gandakan. 


والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Wardatus Sholihah
Alamat : Sumber Sari Jember Jawa Timur
___________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum. 

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur), Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw 
___________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?