Hukum Pinjam Uang ke Bank Konvensional
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Bank merupakan salah satu tempat yang kerap didatangi Masyarakat dalam rangka untuk bertransaksi keuangan. Namun transaksi yang paling sering adalah peminjaman uang sehingga ketika nasabah butuh uang pinjaman, Bank akan membantu meminjami. Aktivitas keuangan ini memang sangat dekat dengan kehidupan sebagai Manusia karena memang uang memegang peranan yang penting. Namun terkadang Umat Islam merasakan keraguan mengingat pinjam uang di Bank selalu ada bunga sehingga hukum pinjam uang di Bank menurut Islam pun dipertanyakan oleh kalangan masyarakat.
Problema keuangan memang dihadapi siapa saja baik golongan bawah, menengah hingga ke atas. Bank menjadi salah satu solusi yang kerap dipilih karena menawarkan bantuan untuk meminjami uang mengingat tidak semua saudara atau kerabat dekat mampu membantu demikian. Di Indonesia sendiri kini sudah ada Bank Konvensional dan juga Bank Syariah dimana Bank Konvensional menggunakan bunga untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan bank Syariah menggunakan aturan Islam dalam prakteknya sehingga tidak ada istilah bunga.
PERTANYAAN:
Bagaiman hukum meminjam uang ke Bank Konvensional?
JAWABAN:
Hukum meminjam uang di Bank Konvensional adalah ditafsil (diperinci);
1. Apabila dalam kondisi dhorurat (terpaksa) meminjam untuk kepentingan yang sifatnya dhoruri (seperti konsumtif) atau produktif (modal) dan sudah tidak menemukan lagi yang meminjamkan tanpa bunga, maka hukumnya menurut Syekh Ibnu Hajar Al Haitamy adalah boleh dan tidak berdosa.
2. Apabila tidak dalam kondisi dhorurat seperti beli mobil misalnya atau masih adanya orang atau pihak lain yang meminjamkan tanpa bunga, atau untuk pinjaman produktif modal dengan menggunakan akad Mudharabah, maka hukum meminjamnya tidak boleh dan dianggap berdosa.
REFERENSI:
اعانة الطالبين، الجزء ٢ الصحفة ٣٦
قال شيخنا ابن زياد: لا يندفع إثم إعطاء الربا عند الاقتراض للضرورة، بحيث أنه إن لم يعط الربا لا يحصل له القرض إذ له طريق إلى إعطاء الزائد بطريق النذر أو التمليك، لاسيما إذا قلنا النذر لا يحتاج إلى قبول لفظا على المعتمد وقال شيخنا: يندفع الاثم للضرورة
Artinya: Guru kami Syekh Ibnu Ziyad berkata "Seseorang tidak bisa terhindar dari dosa akibat memberikan riba saat berhutang karena dlorurot, contohnya sekiranya Dia tidak menyanggupi membayar riba, maka Dia tidak akan dapat hutangan. Hal ini dikarenakan Dia masih memiliki cara untuk memberikan kelebihan uang (dari besaran jumlah hutangnya) dengan jalan nadzar atau dengan cara tamlik (memberikan sesuatu secara cuma-cuma, seperti hibah, hadiah atau sedekah), apalagi jika kita berpendapat bahwa nadzar itu tidah butuh pada sighot qobul dalam bentuk ucapan, menurut qoul yang mu'tamad. Guru kami Ibnu Hajar berkata "orang tersebut terhindar dari dosa sebab dalam kondisi dlorurot"
بغية المسترشدين، الصحفة ١٢٧
هل يختص اثم الربا بالمقرض الجار لنفسه نفعا او يعم المقترض فيه خلاف في فتح المعين
Artinya: Apakah yang terkena dosa riba itu hanya orang yang menghutangi yang mengambil keuntungan untuk dirinya atau dosa tersebut juga mengenai orang yang berhutang ?, Dalam masalah ini Ulama' berbeda pendapat sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Fathul Mu'in
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Abdul Rahman
Alamat : Kota Medan
_______________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Kyai Mahmulul Huda
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
PENASEHAT :
Gus Abd. Qodir
_________________________
Komentar
Posting Komentar