Hukum Uang Lembaga Dipinjam Bendahara



HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Junaidi (nama samaran) merupakan Bendahara di salah satu Lembaga Pendidikan yang ada di Desanya. Dia terkadang meminjam Uang Lembaga tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maklumlah Dia masih belum punya pekerjaan tetap yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Terkadang uang tersebut dipinjamkan kepada orang lain, untuk memenuhi kebutuhan pribadinya juga.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukumnya meminjam Uang Lembaga seperti Deskripsi diatas, baik untuk kepentingan pribadi maupun dipinjamkan pada orang lain?

JAWABAN:

Tidak diperbolehkan bagi pengurus Organisasi/Bendahara untuk menggunakan uang Organisasi demi kemaslahatan, baik dipinjam diri sendiri ataupun orang lain yang tidak ada hubungannya dengan kemaslahatan Organisasi, kecuali ada idzin dari Organisasi.

sedangkan menurut golongan Hanafiyah, Syafi'iyah dan Hanabiah diperbolehkan dengan syarat dalam kondisi darurat atau hajat atau bahkan kedua-duanya.

REFERENSI:

الموسوعة الفقهية الكويتية الجزء ٣٣ الصحفة ١١٦

:أما الشافعية فقد فصلوا في المسألة وقالوا لا يجوز إقراض الولي مال موليه من غير ضرورة إذا لم يكن الحاكم أما الحاكم فيجوز له عندهم إقراضه من غير ضرورة - خلافا للسبكي - بشرط يسار المقترض وأمانته وعدم الشبهة في ماله إن سلم منها مال المولى عليه، والإشهاد عليه، ويأخذ رهنا إن رأى ذلك

Artinya: Adapun menurut pendapat Mazhab Syafi’iyah dalam permasalahan ini (meminjam harta Mauliyyihi) adalah: Tidak boleh bagi Wali untuk meminjamkan harta bocah yang dirawatnya (Mauliyyihi), kecuali dalam keadaan darurat, bila si Peminjam bukan seorang Hakim. Sedangkan bila Wali tersebut adalah seorang Hakim, maka boleh baginya untuk berhutang  harta anak yang diasuhnya (Mauliyyihi) meskipun tidak dalam keadaan darurat, (meskipun terjadi perbedaan pendapat menurut Imam As-Subki) dengan syarat: Orang yang berhutang (Wali) itu kaya (dalam arti mampu membayar hutang) dan amanah, dan tidak ada syubhat dalam harta si Wali (hakim) saat membayar hutang tersebut kepada anak yang di asuhnya (Mauliyyihi).
Hakim juga menghadirkan saksi dan  boleh mengambil jaminan darinya jika Hakim memandang bahwa hal tersebut adalah yang Mashlahat.

بغية المسترشدين الصحفة ١٧٥

مسئلة ش:  ليس لناظر الوقف وولى المحجور الاقتراض له لنحو نفقة وعمارة كإقراض ماله الا باذن الواقف او الحاكم

Artinya: Nadzir (pengelola) barang wakaf dan Wali dari orang yang dicegah mengelola harta (seperti karena anak-anak atau gila) dilarang meminjam harta yang dikelolanya seperti untuk kepentingan memberi nafkah dan membangun. Seperti halnya tidak diperkenankan meminjam uang tersebut (pada orang lain) kecuali telah diizinkan oleh orang yang mewakafkan barang atau mendapat izin dari Hakim.

الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٤٣ الصحفة ٢٠٢

اقْتِرَاضُ الْوَصِيِّ لِنَفْسِهِ مَال الصَّغِيرِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي اقْتِرَاضِ الْوَصِيِّ لِنَفْسِهِ مِنْ مَال الصَّغِيرِ عَلَى قَوْلَيْنِ ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْوَصِيِّ أَنْ يَقْتَرِضَ لِنَفْسِهِ شَيْئًا مِنْ مَال الصَّغِيرِ لِلتُّهْمَةِ

Artinya: Para Ulama' Fiqh berbeda pendapat dalam masalah Pengemban wasiat berhutang harta anak kecil ada dua pendapat. Golongan madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali berpendapat bahwasanya Pengemban wasiat tidak boleh berhutang harta anak kecil (Mauliyyihi) untuk pribadinya sendiri, karena hal tersebut bisa menimbulkan persangkaan jelek (indikasi penyalahgunaan harta anak yang diwali-inya)

 وَقَال مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ وَالْمَالِكِيَّةُ فِي قَوْلٍ بِجَوَازِ اقْتِرَاضِ الْوَصِيِّ لِنَفْسِهِ مِنْ مَال الْيَتِيمِ إِذَا كَانَ لَهُ مَالٌ فِيهِ وَفَاءٌ إِقْرَاضُ الْوَصِيِّ مَال الصَّغِيرِ لِلْغَيْرِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي مِلْكِيَّةِ الْوَصِيِّ إِقْرَاضَ مَال الصَّغِيرِ: فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ، وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ لَيْسَ لِلْوَصِيِّ إِقْرَاضُ مَال الصَّغِيرِ إِلاَّ لِضَرُورَةٍ عِنْدِ الْحَنَفِيَّةِ وَلِحَاجَةٍ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَلِحَاجَةٍ أَوْ مَصْلَحَةٍ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ

Imam Muhammad bin Hasan (salah satu pembesar Ulama' Hanafi) dan sebagian golongan Malikiyah dalam salah satu pendapatnya menyatakan bolehnya Pengemban wasiat berhutang dengan harta anak yatim apabila Dia tadi benar-benar memiliki harta untuk membayar hutang tersebut. Para Ulama' Fiqh berbeda pendapat tentang hak kepemilikan Pengemban wasiat dalam menghutangkan harta anak kecil, golongan Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwasanya tidak boleh Pengemban wasiat menghutangkan harta anak kecil kecuali karena dlorurot menurut Hanafiyah, atau karena Hajat menurut Syafi'iyah atau karena hajat atau maslahat menurut Hanabilah.

 والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Moh. Habibulloh
Alamat : Waru Pamekasan Madura Jawa Timur

_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WA Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Hosiyanto Ilyas

PENASEHAT : Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :

https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw   

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?