Hukum Ayah tidak Mau Menikahkan Anaknya
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Keysa (nama samaran) adalah gadis yang menjadi korban perceraian Ayah dan Ibunya. Sejak terjadinya perceraian kedua ortunya, Keysa yang masih kecil berada dibawah asuhan Ibunya. Hingga sampai saatnya Keysa akan melangsungkan pernikahan dengan cowok idamannya pada saat usianya mencapai 19 tahun.
Sayangnya, Ayah Keysa menolak untuk menjadi Wali nikah karena si Ayah merasa tersinggung dan merasa dilangkahi karena Dia tidak diberitahu sewaktu Keysa dilamar oleh cowok idamannya. Walaupun Ayah Keysa tidak mau menjadi wali nikahnya, proses pernikahan harus tetap jalan dan tidak boleh gagal pada saat hari yang telah ditentukan dan disepakati diantara kedua keluarga tersebut, apalagi Undangan Walimah sudah beredar di Masyarakat.
Beruntung Keysa dan calon Suaminya, walau Ayah Keysa tidak mau menjadi Wali nikah, masih ada Seorang tokoh Agama setempat yang mau dan bersedia menjadi Wali nikahnya, dengan memakai istilah Wali Muhakkam.
PERTANYAAN:
Apakah Ayah Keysa berdosa karena tidak mau menikahkannya?
JAWABAN:
Berdosa apabila 'udlulnya 1 kali. Jika 'udlulnya sampai 3 kali, maka berdosa sekaligus fasik.
REFERENSI:
كفاية النبيه في شرح التنبيه، الجز ١٣ الصجفة ٥٢
العاضل هل يفسّق ؟ أطلق الأصحاب القول بالعصيان، وهو ما يقتضيه قول الشيخ حيث قال: "وإن كانت حرّة، ودعت إلى كفءٍ، وجب على الولي تزويجها"؛ إذ ترك الواجب يقتضي العصيان٠ وقال الإمام: إن كان في الخِطَّة حاكم فلا إثم، وإلا فيعصي٠ ثم على القول بالعصيان إذا عضل مرّةً واحدةً لا يفسق، وإنما يفسق [إذا عضل] مرات أقلها ثلاث، كذا حكى عن بعضهم٠
Artinya: Apakah seorang Wali yang menolak menikahkan Wanita yang ada di dalam hak kewaliannya dianggap fasik?Para Ashabus Syafi'i memutlakan penolakan tersebut termasuk dalam katagori perbuatan maksiat. Hal itu merupakan kesimpulan dari pernyataan Syekh (Imam As-Syairozi) ketika berkata; "Dan apabila ada seorang Wanita merdeka minta dinikahkan dengan Laki-laki yang sekufu' (sepadan), maka Wali wajib menikahkannya" ; karena meninggalkan perkara wajib dihukumi sebagai maksiat. Dan Imam (Imam Al-Haromain) berkata ; "Apabila hal itu ada dibawah kekuasaan Hakim maka tidak berdosa, namun apabila tidak maka maksiat. Kemudian berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwa penolakan menikahkan tersebut termasuk maksiat, hukum itu diperinci : Apabila Wali menolak menikahkan Wanita tersebut hanya sekali penolakan, maka tidak dihukumi fasik. Wali tersebut baru dikatagorikan fasik apabila menolak menikahkannya dan penolakan tersebut terjadi berulang-ulang dan paling sedikitnya tiga kali, seperti yang diceritakan oleh sebagian Ulama'.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Ernawati
Alamat : Semboro Jember Jawa Timur
___________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum.
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)
PENGURUS :
Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)
LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw
___________________________
Komentar
Posting Komentar