Hukum Mencaci-maki Seorang Tokoh Yang Berbuat Kezaliman



HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Dalam berbagai kesempatan sering kita jumpai seorang Penceramah melantunkan "takbir". Biasanya dikumandangkannya takbir untuk memberi semangat dan motivasi supaya audien (para hadirin) semangat menegakkan amar makruf nahi mungkar.

Dan Ironisnya terkadang penceramah membuka / menceritakan kezaliman (kejahatan / makar) seorang Tokoh (Seseorang yang mempunyai banyak pengikut dan penggemar) seraya menyematkan cacian dan makian (Seperti mengatakan "Biadab, "Kurang Ajar") terhadap salah seorang Tokoh yang berbuat kezaliman tersebut.

Atau terkadang cacian tersebut dilontarkan kepada instansi Pemerintah (mengkritisi Instansi Pemerintah yang tidak menjalankan Tupoksinya dengan benar).

PERTANYAAN:

Bolehkah mencaci-maki Seorang Tokoh yang berbuat kezaliman (kejahatan / makar) atau Pemerintah yang dzalim di mimbar-mimbar ceramah ?

JAWABAN:

Tidak boleh mencaci-maki Seorang tokoh atau Pemerintahan yang dholim di Mimbar-mimbar ceramah. Karena mencaci-maki adalah haram.

Disamping mencaci kepada Seseorang yang tidak ada dihadapannya termasuk ghibah muharromah, hal tersebut juga termasuk idza' (menyakiti perasaan), kecuali jika membicarakan kedholiman yang dilakukan secara terang-terangan misalnya dilakukan di depan umum, di Medsos dan lain-lain. 

Sedangkan mencaci maki atau ghibah Pemerintah kalau yang dimaksud adalah pimpinan Pemerintah adalah haram, karena amar ma'ruf bagi Rakyat hanya boleh menasehatinya langsung kepadanya bukan didepan umum. Kecuali mengkritik kebijakan Pemerintah yang dhalim adalah boleh, sebagai wujud dari (pemberitahuan).

REFERENSI:

اتحاف السعادة المتقين، الجزء ٧ الصحفة ٢٥

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ نَصِيحَةٌ لِذِي سُلْطَانٍ فَلْيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَنْصَحْهُ، فَإِنْ قَبِلَهَا، وَإِلَّا كَانَ قَدْأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ

Artinya : Barang siapa hendak menasehati Pemerintah, maka jangan terang-terangan di tempat terbuka, namun jabatlah tangannya, ajaklah bicara di tempat tertutup. Bila nasehatnya diterima, maka bersyukurlah. Bila tidak diterima, maka tidak mengapa, karena Ia telah melakukan kewajibannya dan memenuhi haknya.


كنز العمال، الجزء ٥ الصحفة ٧٨٠

عن أنس قال: نهانا كبراؤنا من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم قال: لا تسبوا أمراءكم ولا تغشوهم ولا تعصوهم واتقوا الله واصبروا فإن الأمر قريب. "ابن جرير"٠

Artinya : Dari Anas bin Malik, Dia berkata : "Diantara para tokoh besar golongan sahabat melarang kita", Dia berkata : "Jangan kalian caci maki Pemimpin kalian dan jangan menipu mereka, jangan mendurhakai mereka, bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah, sesungguhnya keputusan Allah telah dekat. (Ibnu Jarir)


احياء علوم الدين، الجزء ٢ الصحفة ٣٣٧

قد ذكرنا درجات الأمر بالمعروف وأن أوله التعريف وثانيه والوعظ وثالثه التخشين في القول ورابعه المنع بالقهر في الحمل على الحق بالضرب والعقوبة

والجائز من جملة ذلك مع السلاطين الرتبتان الأوليان وهما التعريف والوعظ. وأما المنع بالقهر فليس ذلك لآحاد الرعية مع السلطان فإن ذلك يحرك الفتنة ويهيج الشر ويكون ما يتولد منه من المحذور أكثر 

وأما التخشين في القول كقوله يا ظالم يا من لا يخاف الله وما يجري مجراه فذلك إن كان يحرك فتنة يتعدى شرها إلى غيره لم يجز وإن كان لا يخاف إلا على نفسه فهو جائز بل مندوب إليه. فلقد كان من عادة السلف التعرض للأخطار والتصريح بالإنكار من غير مبالاة بهلاك المهجة والتعرض لأنواع العذاب لعلمهم بأن ذلك شهادة

Artinya : Kami telah menjelaskan tingkatan amar ma'ruf yaitu dengan cara, memberitahu, menasehati, berkata kasar mencegah dengan secara paksa untuk mengarahkan pada kebenaran baik berupa pukulan maupun hukuman. Adapun cara amar ma'ruf terhadap Pemerintah yang diperbolehkan hanya cara no 1 dan 2 yaitu memberi tahu dan menasehati. Adapun mencegah secara paksa (melakukan penyerangan fisik) maka hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh orang-perorang dari golongan Masyarakat, karena hal itu bisa mengakibatkan fitnah dan gejolak, dan justru mengakibatkan kejelekan yang lebih besar dibanding apa yang dituntut. Adapun berkata kasar, seperti perkataan : "Hai orang yang dzolim, hai orang yang tidak takut pada Allah" atau kata-kata lain semisalnya, maka dalam hal ini diperinci :

Jika hal tersebut mengakibatkan gejolak yang berimbas pada orang lain selain dirinya (misal pengikut ayau golongannya) maka hal itu tidak boleh. Jika hal itu hanya berdampak pada dirinya sendiri maka hukumnya boleh bahkan sunnah. Dan sungguh sudah menjadi kebiasaan salafus Sholih mereka terjun dalam hal-hal yang beresiko dan menampakkan ingkar (terhadap kemungkaran) tanpa mempedulikan resiko nyawanya, dan berani masuk menanggung berbagai siksaan, karena mereka tahu bahwa hal itu merupakan jalan mati syahid.


مجمع الزوائد ومنبع الفوائد، الجزء ٥ الصحفة ٢٤٨


عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: " «لَا تَسُبُّوا الْأَئِمَّةَ وَادْعُوا اللَّهَ

Artinya: Dari Abu Umamah dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Janganlah kalian memaki-maki para Pemimpin, dan berdoalah pada Allah !".


شرح النووي على مسلم، الجزء ٢ الصحفة ٥٤

فَسَبُّ الْمُسْلِمِ بِغَيْرِ حَقٍّ حَرَامٌ بِإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ وَفَاعِلُهُ فَاسِقٌ كَمَا أَخْبَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya : Adapun memaki-maki Seorang Muslim dengan tanpa haq, hukumnya haram menurut Ijma'' Ulama' dan pelakunya hukumnya fasik sebagaimana apa yang telah disampaikan Rosululloh SAW.


مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، الجزء ٥ الصحفة ٤٦٣

وَإِنَّمَا يَجُوزُ السَّبُّ بِمَا لَيْسَ كَذِبًا وَلَا قَذْفًا كَقَوْلِهِ: يَا ظَالِمُ يَا أَحْمَقُ لِأَنَّ أَحَدًا لَا يَكَادُ يَنْفَكُّ عَنْ ذَلِكَ، وَإِذَا انْتَصَرَ بِسَبِّهِ فَقَدْ اسْتَوْفَى ظِلَامَتَهُ وَبَرِئَ الْأَوَّلُ مِنْ حَقِّهِ وَبَقِيَ عَلَيْهِ إثْمُ الِابْتِدَاءِ أَوْ الْإِثْمُ لِحَقِّ اللَّهِ تَعَالَى، وَيَجُوزُ لِلْمَظْلُومِ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى ظَالِمِهِ كَمَا قَالَهُ الْجَلَالُ السُّيُوطِيّ فِي تَفْسِيرِ قَوْله تَعَالَى: {لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ} [النساء: ١٤٨] قَالَ بِأَنْ يُخْبِرَ عَنْ ظُلْمِ ظَالِمِهِ وَيَدْعُوَ عَلَيْهِ اهـ٠

Artinya: Memaki-maki itu diperbolehkan hanya pada perkara yang jelas benarnya, bukan berupa perkara bohong, dan bukan berupa qodzaf (menuduh zina). Contohnya perkataan : "Hai orang dzolim, hai orang dungu/ goblok/ idiot,". Kenapa diperbolehkan ? karena hampir setiap orang tidak lepas dari hal itu. (dalam arti hampir setiap orang itu termasuk orang yang dzolim baik pada diri sendiri maupun orang lain, dan juga bodoh). Maka apabila Dia tertolong dengan maki-makiannya tadi, maka Dia telah terlunasi haknya dan orang yang diumpatnya bebas dari tanggungannya (hak adami-nya), tinggal dosa yang berhubungan dengan haqqulloh-nya saja. Dan boleh bagi Orang yang terdzolimi mendoakan celaka pada Orang yang mendzoliminya, sebagaimana keterangan imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam tafsir surat an-Nisa' ayat 148 : "Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi". Artinya boleh bagi orang yang terdzolimi menceritakan kedzoliman orang yang mendzoliminya dan mendoakan jelek kepada orang yang mendzoliminya.


فيض القدير، الجزء ٤ الصحفة ٨٤

سباب المسلم فسوق (سباب) بكسر السين والتخفيف (المسلم) أي سبه وشتمه يعني التكلم في عرضه بما يعيبه وهو مضاف إلى المفعول (فسوق) أي خروج عن طاعة الله ورسوله ولفظه يقتضي كونه من اثنين

Artinya : Mencaci-maki Muslim itu merupakan perbuatan fasik. Kalimat sibab dengan menggunakan harokat kasroh dan dengan takhfif (tanpa tasydid). Mencaci-maki Muslim maupun mengumpatnya artinya menceritakan kepribadian seseorang dengan menjelek-jelekkannya. Kalimat sibabu diidlofahkan terhadap maf'ul (al-muslimu). Mencaci-maki Muslim itu merupakan perbuatan fasik, dalam arti tidak taat terhadap Allah dan Rasul - Nya. Kalimat tersebut memberikan pemahaman bahwa hal itu muncul dari dua orang.

قال النووي: فيحرم سب المسلم بغير سبب شرعي قال: ومن الألفاظ المذمومة المستعملة عادة قوله لمن يخاصمه يا حمار يا كلب ونحو ذلك فهذا قبيح لأنه كذب وإيذاء بخلاف قوله يا ظالم ونحو ذلك فإن ذلك يتسامح به لضرورة المخاصمة مع أنه صدق غالبا فقل إنسان إلا وهو ظالم لنفسه ولغيرها٠

Imam Nawawi berkata: "Haram hukumnya mencaci-maki Muslim dengan tanpa sebab Syar'i yang memperbolehkan nya." Imam Nawawi melanjutkan : "Diantara kalimat - kalimat jelek yang biasa digunakan untuk mengumpat adalah perkataan seseorang terhadap orang yang memusuhinya semisal kata : "Hai keledai !, hai anjing !, dll. Hal ini merupakan perbuatan yang amat jelek karena ini merupakan bentuk kebohongan dan perbuatan yang menyakiti hati. Berbeda dengan kata : "Hai dzolim ! atau kalimat semisalnya, karena hal itu dimaklumi karena terpaksa terucap saat bertengkar, dan sesungguhnya kalimat itu benar pada umumnya, karena sedikit sekali orang yang tidak dzolim baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


 PENANYA

Nama : Ach. Hanif.
Alamat : Blega Bangkalan Madura
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum. 

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ust.nHosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
____________________________ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?