Hukum Mengumandangkan Jihad Kepada Pemerintah


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Dengan semakin banyaknya penghina Islam, Nabi, Para Habaib dan Ulama' dan seolah-olah terkesan adanya pembiaran oleh aparat Pemerintah, Mujahid (nama samaran) dan teman-temannya merupakan sebagian golongan yang mengumandangkan jihad di Medsos yang akhir-akhir ini sedang viral. Namun yang agak sedikit aneh dari apa yang dilakukan Mujahid dan teman-temannya, mereka mengumandangkan Jihad dengan Redaksi mirip dengan Adzan. Namun pada lafazh ;

حي على الصلاة
Dirubah menjadi ;
حي على الجهاد

Sehingga hal ini banyak mengundang kontroversi dari berbagai golongan dan Masyarakat. Sebagian mereka menganggap hal ini adalah haram, karena hal tersebut merupakan redaksi Adzan yang telah masyru', namun dirubah sedikit. Dan sebagian lain menganggap hal tersebut memang mengumandangkan Jihad dengan redaksi mirip dengan Adzan.

PERTANYAAN:

Apakah mengumandangkan jihad kepada Pemerintah yang seolah-olah membiarkan para penghina tersebut dapat dibenarkan secara syara'?

JAWABAN:

Mengumandangkan (menyeru) jihad kepada Pemerintah:

a) apabila dalam arti menyeru kepada Pemerintah untuk qital (perang) maka hukumnya tidak boleh, karena urusan jihad adalah urusan Pemerintahan.

b) apabila dalam arti mengajak ber-amar ma'ruf nahi mungkar kepada Pemerintah adalah boleh selama dengan prosedur dalam fiqih yang ditetapkan oleh para Ulama' yaitu, 'Takrif' (memberitahu) dll yang tidak menimbulkan kemunkaran lain. 

REFERENSI:

المغني لإبن قدامة، الجزء ١٣ الصحفة ١٦

وأمر الجهاد موكول إلى الإمام واجتهاده، ويلزم الرعية طاعته فيما يراه من ذلك

Artinya: Urusan jihad itu diserahkan keputusannya kepada pemimpin atau Pemerintah berdasarkan ijtihadnya, dan bagi Rakyat wajib mentaatinya terhadap hasil keputusan Pemerintah tersebut.


احياء علوم الدين، الجزؤ ٢ الصحفة ٣٣٧

قد ذكرنا درجات الأمر بالمعروف وأن أوله التعريف وثانيه والوعظ وثالثه التخشين في القول ورابعه المنع بالقهر في الحمل على الحق بالضرب والعقوبة والجائز من جملة ذلك مع السلاطين الرتبتان الأوليان وهما التعريف والوعظ. وأما المنع بالقهر فليس ذلك لآحاد الرعية مع السلطان فإن ذلك يحرك الفتنة ويهيج الشر ويكون ما يتولد منه من المحذور أكثر وأما التخشين في القول كقوله يا ظالم يا من لا يخاف الله وما يجري مجراه فذلك إن كان يحرك فتنة يتعدى شرها إلى غيره لم يجز وإن كان لا يخاف إلا على نفسه فهو جائز بل مندوب إليه. فلقد كان من عادة السلف التعرض للأخطار والتصريح بالإنكار من غير مبالاة بهلاك المهجة والتعرض لأنواع العذاب لعلمهم بأن ذلك شهادة


Artinya: Kami telah menjelaskan tingkatan amar ma'ruf yaitu dengan cara Memberitahu. Menasehati. Berkata kasar. Mencegah dengan secara paksa untuk mengarahkan pada kebenaran baik berupa pukulan maupun hukuman. Adapun cara amar ma'ruf terhadap Pemerintah yang diperbolehkan hanya cara no 1 dan 2 yaitu memberi tahu dan menasehati. Adapun mencegah secara paksa (melakukan penyerangan fisik) maka hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh orang-perorang dari golongan Masyarakat, karena hal itu bisa mengakibatkan fitnah dan gejolak, dan justru mengakibatkan kejelekan yang lebih besar dibanding apa yang dituntut. Adapun berkata kasar, seperti perkataan: "Hai orang yang dzolim, hai orang yang tidak takut pada Allah" atau kata-kata lain semisalnya, maka dalam hal ini diperinci : Jika hal tersebut mengakibatkan gejolak yang berimbas pada orang lain selain dirinya (misal pengikut / golongannya) maka hal itu tidak boleh. Jika hal itu hanya berdampak pada dirinya sendiri maka hukumnya boleh bahkan sunnah.
Dan sungguh sudah menjadi kebiasaan salafus Sholih mereka terjun dalam hal-hal yang beresiko dan menampakkan ingkar (terhadap kemungkaran) tanpa memperdulikan resiko nyawanya, dan berani masuk menanggung berbagai siksaan, karena mereka tahu bahwa hal itu merupakan jalan mati syahid.


مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح، الجزء ٦ الصحفة ٢٤١٣ 

 وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «أَفْضَلُ الْجِهَادِ مَنْ قَالَ كَلِمَةَ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ» . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ٠

Artinya: Seutama-utamanya jihad adalah orang yang (berani) menyampaikan perkara yang benar dihadapan Penguasa yang bejat atau kejam atau dzolim.

وَعَنْهُ ; أَيْ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ (قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: أَفْضَلُ الْجِهَادِ مَنْ قَالَ) ; أَيْ جِهَادُ مَنْ قَالَ، أَوْ أَفْضَلُ أَهْلِ الْجِهَادِ مَنْ قَالَ: (كَلِمَةَ حَقٍّ) ; أَيْ قَوْلَ حَقٍّ وَلَوْ كَانَ كَلِمَةً وَاحِدَةً، وَضَدُّهُ ضِدُّهُ (عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ) ; أَيْ صَاحِبِ جَوْرٍ وَظُلْمٍ، قَالَ الطِّيبِيُّ: أَيْ مَنْ تَكَلَّمَ كَلِمَةَ حَقٍّ ; لَا كَلِمَةَ حَقٍّ تَحْمِلُهُ

Dari Abu Sa'id Al khudri, Dia berkata: "Rasulullah bersabda: "(paling utamanya jihad seorang yang berkata) artinya bisa jadi : Paling utamanya Jihadnya orang yang menyampaikan (misalnya Dai, Ulama', dll) adalah menyatakan kebenaran dihadapan penguasa yang bejat atau kejam atau dzolim. Paling utamanya jihad adalah orang yang menyampaikan kebenaran (kalimat haq) dihadapan penguasa yang bejat atau kejam atau dzolim. Yang dimaksud (kalimat haq) adalah kebenaran, meskipun satu kalimat, begitu juga sebaliknya. Yang dimaksud sulton jair atau dzolim adalah oknum Penguasa yang berbuat bejat atau kejam atau dzolim. Imam at-Thibi berkata: "Maksud hadits diatas adalah menyampaikan sesuatu yang benar, bukan kalimat yang benar yang membawanya ke Penguasa.

قَالَ الْخَطَّابِيُّ: وَإِنَّمَا صَارَ ذَلِكَ أَفْضَلَ الْجِهَادِ ; لِأَنَّ مَنْ جَاهَدَ الْعَدُوَّ وَكَانَ مُتَرَدِّدًا بَيْنَ الرَّجَاءِ وَالْخَوْفِ، لَا يَدْرِي هَلْ يَغْلِبُ، أَوْ يُغْلَبُ؟ وَصَاحِبُ السُّلْطَانِ مَقْهُورٌ فِي يَدِهِ، فَهُوَ إِذَا قَالَ الْحَقَّ وَأَمَرَهُ بِالْمَعْرُوفِ، فَقَدْ تَعَرَّضَ لِلتَّلَفِ، فَصَارَ ذَلِكَ أَتْلَفَ أَنْوَاعِ الْجِهَادِ ; مِنْ أَجْلِ غَلَبَةِ الْخَوْفِ وَقَالَ الْمُظْهِرُ: وَإِنَّمَا كَانَ أَفْضَلَ ; لِأَنَّ ظُلْمَ السُّلْطَانِ يَسْرِي فِي جَمِيعِ مَنْ تَحْتَ سِيَاسَتِهِ، وَهُوَ جَمٌّ غَفِيرٌ، فَإِذَا نَهَاهُ عَنِ الظُّلْمِ فَقَدْ أَوْصَلَ النَّفْعَ إِلَى خَلْقٍ كَثِيرٍ، بِخِلَافِ قَتْلِ كَافِرٍ اهـ٠

Imam Khottoby berkata: "Hal tersebut menjadi paling utamanya jihad, karena ketika seseorang berjuang melawan musuh Dia ada dalam kondisi pengharapan dan kekhawatiran, Dia tidak tahu apakah Dia akan menang atau kalah. Sedangkan Pemilik kekuasaan memiliki kekuatan penuh di tangannya. Orang tersebut ketika menyampaikan kebenaran kepada Penguasa dan menyerunya kepada kebaikan, maka sesungguhnya orang itu masuk kewilayah yang resikonya besar, sehingga hal itu termasuk jihad yang paling berisiko besar dan sangat menghawatirkan. Hal itu menjadi paling utamanya jihad karena kedzaliman penguasa dapat meluas ke seluruh jajaran dibawah kekuasaannya, dan itu merupakan kumpulan yang sangat besar. Sehingga apabila orang tersebut dapat mencegah penguasa dari berbuat dzolim, maka sungguh Dia telah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi Orang banyak. Hal ini keutamaannya berbeda dengan saat jihad berhasil membunuh satu orang kafir harbi.

وَيُمْكِنُ أَنْ يُقَالَ: وَإِنَّمَا كَانَ أَفْضَلَ ; لِأَنَّهُ مِنَ الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ ; وَهُوَ مُخَالَفَةُ النَّفْسِ ; لِأَنَّهَا تَتَبَرَّأُ مِنْ هَذَا الْقَوْلِ، وَتَبْعُدُ مِنَ الدُّخُولِ فِي هَذَا الْهَوْلِ مَعَ مَا فِيهِ مِنَ النَّصِيحَةِ لِلرَّاعِي وَالرَّعِيَّةِ، وَلِأَنَّ تَخْلِيصَ مُؤْمِنٍ مِنَ الْقَتْلِ مَثَلًا أَفْضَلُ مِنْ قَتْلِ كَافِرٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا} [المائدة: ٣٢] ، وَلِذَا قَدَّمَ كِتَابَ النِّكَاحِ عَلَى بَابِ السِّيَرِ وَالْجِهَادِ ; لِأَنَّ ; إِيجَادَ مُؤْمِنٍ أَفْضَلُ مِنْ إِعْدَامِ أَلْفِ كَافِرٍ ; لِأَنَّ الْمَقْصُودَ بِالذَّاتِ مِنَ الْجِهَادِ وُجُودُ الْإِيمَانِ وَأَهْلِهِ، قَالَ تَعَالَى: {وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ} [الذاريات: ٥٦]

Ada juga kemungkinan maksud hadits tersebut adalah : "Hal itu menjadi lebih utamanya jihad karena termasuk jihad akbar, yaitu melawan hawa nafsu. Mengapa dikatakan melawan hawa nafsu ?Karena sesungguhnya nafsu tersebut ingin bebas dari tanggung jawab dari menyampaikan kebenaran tersebut, dan menghindari masuk dalam resiko ini. Meskipun didalamnya ada unsur memberikan nasehat kepada Pemimpin maupun Rakyat. Karena menyelamatkan nyawa seorang Muslim itu lebih utama dibanding membunuh satu orang kafir harbi. Hal ini berdasar firman Allah SWT : "Barang siapa yang memberi menyelamatkan satu nyawa, maka seakan-akan Dia menyelamatkan semua nyawa Manusia". Maka dari itu, dalam kitab fiqh bab nikah didahulukan daripada bab jihad, karena melahirkan seorang Muslim itu lebih afdol daripada membunuh 1000 kafir harbi, karena tujuan utama dari jihad adalah menjaga keselamatan iman dan orang Mukmin, ALLAH SWT berfirman : "Dan tiadalah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku."


  والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Hosiyanto Ilyas
Alamat : Jrengik Sampang Madura Jawa Timur
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir
_________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?