Hukum Kesepakatan Bagi Rata dalam Akad Gaduh Sapi Bolehkah ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) meng-gaduh Sapi kepada Qomar. Dalam kesepakatan keduanya, apabila ada keuntungan dari Gaduh Sapi tersebut, maka hasilnya dibagi rata (50 % : 50 %). Namun apabila ternyata Sapi Gaduh yang dijual tersebut rugi, maka Badrun memberi Ongkos/Ujroh dari pembiayaan pakan dan rawat dari Sapi Gaduh tersebut kepada Qomar.

PERTANYAAN:

Bolehkah kesepakatan Meng-gaduh Sapi Seperti Deskripsi diatas?

JAWABAN:

Tidak boleh menurut Madzhab Syafi'iyyah, karena upahnya majhul (tidak diketahui) atau hasil yang berupa anak bukan merupakan hasil dari orang yang meng-gaduh Sapi. Tetapi menurut Ibnul Qoyyim dari kalangan Madzhab Hambali dianggap syirkah yang sah.

REFERENSI:

قرة العين بفتاوى شيخ اسماعيل اليمني، الص١٥٢

الإجارة: حكم الإجارة إذا كانت مجهول الأجرة.  سؤال؛ ماقولكم فيمن دفَع لآخر نحوَ بقرةٍ ليتعهدها،على أن يكون المالك والعامل مشتركين في نتاجها نصفاً بنصفٍ،فما حكمه ؟

Artinya : Hukum ijaroh apabila tidak diketahui upahnya. Pertanyaan : Bagaimana pendapat anda dalam masalah seseorang menyerahkan semisal sapi kepada orang lain untuk dirawat, dan pemilik dan perawat sama-sama berserikat mendapat laba (dari perkembangan Sapi tersebut) misalnya sama-sama mendapat separuh dari labanya, bagaimana hukumnya ?

الجواب؛ حكمه غير جائزٍ،لأنه نوعٌ من الإجارةِ ولكنّه مجهولُ الأجرة، فلا يجوز وللعامل أجرة مثله إذا عمل طامعاً مع العلم بأن تعاطى هذ العقد حرامٌ، لأن تعاطي العقود الفاسدة حرام،وهذا منها.والله أعلم٠

Jawab : Hukum muamalah tersebut tidak boleh, karena masalah itu termasuk salah satu bentuk akad ijaroh yang tidak diketahui pasti besaran upahnya, maka hal itu hukumnya tidak boleh. Dan bagi pekerja (dalam hal ini penggaduh sapi), Dia berhak mendapat ujroh mitsil (upah standar) apabila Dia melakukan hal ini karena mengharap hasil dan Dia tahu bahwa melakukan akad seperti ini adalah haram, karena melakukan akad- akad yang fasidah (rusak) itu hukumnya adalah haram, sedangkan akad ini (sistem gaduh) itu termasuk jenis akad yang fasidah.


البجيرمي على الخاطب، الجرء ٣ الصحفة ٢٣١

لَوْ أَعْطَى شَخْصٌ آخَرَ دَابَّةً لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا، أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَّ الْعَقْدُ؛ ِلأَنَّهُ فِي اْلأُولَى يُمْكِنُهُ إيجَارُ الدَّابَّةِ فَلاَ حَاجَةَ إلَى إيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرٌ، وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لاَ تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ

Artinya : Jika Seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain agar dipekerjakan atau untuk dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduanya, maka akad tersebut tidak sah. Alasannya karena pada praktek pertama (mempekerjakan hewan), Dia bisa menyewakan hewan tersebut, sehingga Dia tidak perlu melakukan akad yang didalamnya mengandung penipuan. Adapun praktek kedua juga tidak sah karena perkara yang dihasilkan dari hewan piaraan itu bukan dari jerih payah pekerjaannya.


إعلام الموقعين عن رب العالمين، الجرء ٤ الصحفة ١٧

[مُشَارَكَةُ الْعَامِلِ لِلْمَالِكِ، وَأَنْوَاعُهَا]
الْمِثَالُ التَّاسِعُ وَالثَّمَانُونَ: تَجُوزُ الْمُغَارَسَةُ عِنْدَنَا عَلَى شَجَرِ الْجَوْزِ وَغَيْرِهِ، بِأَنْ يَدْفَعَ إلَيْهِ أَرْضَهُ وَيَقُولَ: اغْرِسْهَا مِنْ الْأَشْجَارِ كَذَا وَكَذَا، وَالْغَرْسُ بَيْنَنَا نِصْفَانِ، وَهَذَا كَمَا يَجُوزُ أَنْ يَدْفَعَ إلَيْهِ مَالَهُ يَتَّجِرُ فِيهِ، وَالرِّبْحُ بَيْنَهُمَا نِصْفَانِ، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ أَرْضَهُ يَزْرَعَهَا، وَالزَّرْعُ بَيْنَهُمَا، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ شَجَرَةً يَقُومُ عَلَيْهِ، وَالثَّمَرُ بَيْنَهُمَا، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ بَقَرَهُ أَوْ غَنَمَهُ أَوْ إبِلَهُ يَقُومُ عَلَيْهَا، وَالدَّرُّ وَالنَّسْلُ بَيْنَهُمَا، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ زَيْتُونَهُ يَعْصِرُهُ، وَالزَّيْتُ بَيْنَهُمَا، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ دَابَّتَهُ يَعْمَلُ عَلَيْهَا، وَالْأُجْرَةُ بَيْنَهُمَا، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ فَرَسَهُ يَغْزُو عَلَيْهَا، وَسَهْمُهَا بَيْنَهُمَا، وَكَمَا يَدْفَعَ إلَيْهِ قَنَاةً يَسْتَنْبِطُ مَاءَهَا، وَالْمَاءُ بَيْنَهُمَا، وَنَظَائِرُ ذَلِكَ؛ فَكُلُّ ذَلِكَ شَرِكَةٌ صَحِيحَةٌ قَدْ دَلَّ عَلَى جَوَازِهَا النَّصُّ وَالْقِيَاسُ وَاتِّفَاقُ الصَّحَابَةِ وَمَصَالِحُ النَّاسِ، وَلَيْسَ فِيهَا مَا يُوجِبُ تَحْرِيمَهَا مِنْ كِتَابٍ، وَلَا سُنَّةٍ، وَلَا إجْمَاعٍ، وَلَا قِيَاسٍ، وَلَا مَصْلَحَةٍ، وَلَا مَعْنًى صَحِيحٍ يُوجِبُ فَسَادَهَا٠

Artinya : Musyarokah (kerjasama) antara Amil (Pekerja) dengan Malik (Pemilik modal).  Contoh yang ke-89.
Boleh akad Mughorosah (bagi hasil panen tanaman) menurut Madzhab Kami (Hanbali) pada buah jauz dan lain sebagainya, contohnya ; Seseorang menyerahkan tanahnya (untuk ditanami) dengan mengatakan : "Tanamilah tanah Ku ini dengan tanaman begini, begini, adapun hasilnya nanti dibagi dua, hal ini hukumnya sama seperti seseorang menyerahkan hartanya untuk diperdagangkan dan labanya dibagi dua. Seseorang memasrahkan tanahnya untuk ditanami dan hasil panennya dibagai dua. Seseorang memasrahkan tanamannya untuk dirawat dan hasil panennya dibagi antara Pemilik dan Perawat. Seseorang memasrahkan Sapi, Kambing atau Onta kepadanya, untuk dirawat dan hasil perahan susu maupun anaknya dibagi antara Pemilik dan Perawat. Seseorang menyerahkan buah zaitun untuk diperas lalu hasil minyaknya dibagi diantara keduanya. Seseorang menyerahkan hewan / kendaraannya dan hasil upah sewa / kerjanya dibagi antara keduanya. Seseorang menyerahkan kudanya untuk dibuat perang dan hasil barang rampasannya dibagi diantara keduanya. Seseorang membuat parit untuk diambil airnya dan airnya dibagi diantara keduanya. Serta contoh-contoh lainnya, maka semua contoh diatas merupakan bentuk syirkah / kerjasama yang sah. Dan sungguh terdapat dalil yang menunjukkan kebolehannya baik dari Nash maupun dari qiyas, dan kesepakatan para Sahabat serta kemaslahatan Masyarakat. Dan dalam masalah-masalah tersebut tidak ada faktor yang mengharamkannya baik menurut al-Qur'an, hadits, ijma', qiyas, maslahat, maupun makna shohih yang menghukuminya rusak. 

_________________________________

NB: Tentang Intiqol Madzhab 

Boleh seseorang Taqlid pada Madzhab lain apabila Dia memenuhi syarat-syarat taqlid.

REFERENSI:

إعانة الطالبين، الجزء ٤ الصحفة ٢٤٩

وحاصل الكلام عليه أن التقليد هو الاخذ والعمل بقول المجتهد من غير معرفة دليله، ولا يحتاج إلى التلفظ به، بل متى استشعر العامل أن عمله موافق لقول إمام فقد قلده

Artinya : Kesimpulan pembahasan atas hal tersebut adalah : bahwasanya pengertian Taqlid adalah mengambil dan mengamalkan pendapat seorang Mujtahid tanpa mengetahui dalilnya. Dan dalam bertaqlid tersebut tidak membutuhkan pengucapan lafad taqlid, tetapi setiap kapanpun Seseorang yang beramal merasa bahwa amalnya tersebut cocok dengan pendapat salah satu Imam Mujtahid, maka sesungguhnya Dia sudah bertaqlid pada Imam Mujtahid tersebut.



وله شروط ستة: الأول: أن يكون مذهب المقلد - بفتح اللام - مدونا٠ الثاني: حفظ المقلد - بكسر اللام - شروط المقلد - بفتح اللام - في تلك المسألة٠ الثالث: أن لا يكون التقليد مما ينقض فيه قضاء القاضي٠ الرابع: أن لا يتتبع الرخص بأن يأخذ من كل مذهب بالاسهل، وإلا فتنحل ربقة التكليف من عنقه٠ قال ابن حجر: ومن ثم كان الاوجه أن يفسق به، وقال الرملي الاوجه أنه لا يفسق وإن أثم به٠ الخامس: أن لا يعمل بقول في مسألة ثم يعمل بضده في عينها، كأن أخذ نحو دار بشفعة الجوار تقليدا لابي حنيفة، ثم باعها ثم اشتراها فاستحق واحد مثله بشفعة الجوار، فأراد أن يقلد الامام الشافعي ليدفعها، فإنه لا يجوز٠ السادس: أن لا يلفق بين قولين تتولد منهما حقيقة واحدة مركبة، لا يقول كل من الامامين بها وزاد بعضهم شرطا سابعا: وهو أنه يلزم المقلد اعتقاد أرجحية أو مساواة مقلده للغير٠

Dalam masalah taqlid ada beberapa syarat :

1. Madzhab Imam Mujtahid yang diikuti harus mudawwan (pendapat Mujtahid tersebut terbukukan).

2. Orang yang bertaqlid dalam suatu masalah, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Mujtahid yang diikuti, dalam masalah tersebut.

3. Dia tidak bertaklid dengan pendapat yang dapat menggugurkan / membatalkan putusan Hakim.

4. Tidak boleh hanya mengambil pendapat yang ringa-ringan saja dari masing-masing Madzhab, apabila hal itu dilakukan maka Dia berarti ingin melarikan diri dari tanggung jawab dalam hukum Agama. Ibnu Hajar al-Haitami berkata : orang seperti ini lebih tepat dihukumi fasiq. Imam Romli berkata : orang seperti ini tidak termasuk fasiq meskipun Dia berdosa karena melakukan hal itu.

5. Tidak boleh menggunakan suatu pendapat Seorang Mujtahid dalam satu masalah lalu menggunakan pendapat Mujtahid lainnya yang berlawanan didalam masalah yang sama.

Contoh :
Seseorang (si- A) mengambil (membeli) sebuah rumah dengan cara syuf'atul jiwar (lebih berhak membeli karena dia statusnya sebagai tetangga / tanah atau rumahnya bersebelahan misalnya) dengan berdasar pendapat Imam Abu Hanifah, lalu Dia menjual rumah tersebut dan kemudian Dia membelinya kembali.

Lalu ada orang lain (si-B) yang sebenarnya punya hak Syuf'ah juga atas nama sebagai tetangga terhadap si-A tadi. Kemudian si-A tadi, mengambil pendapat Imam Syafi'i dalam masalah syuf'ah ini, dengan tujuan agar dapat menggugurkan / menolak hak syuf'ah si- B. Maka menggunakan dua pendapat Mujtahid yang bertentangan seperti ini dalam satu masalah yang sama, hukumnya tidak boleh.

6. Tidak boleh melakukan talfiq dengan diantara dua qoul yang dapat melahirkan suatu kenyataan baru / masalah yang tumpang tindih, yang hal tersebut tidak diungkapkan oleh masing-masing dari dua orang Mujtahid itu. (satu perkara yang dalam perkara tersebut terjadi campur aduk pendapat berbagai Madzhab).

Sebagian Ulama' menambahkan syarat yang ke - 7 yaitu orang yang taqlid tersebut harus meyakini bahwa pendapat Mujtahid yang Dia ikuti itu lebih kuat atau sama-sama kuat jika dibanding dengan mujtahid yang lain.


تنويرالقلوب، الصحفة ٣٩٧

الخامس عدم التلفيق بأن لايلفق في قضية واحدة ابتداء ولادواما بين قولين يتولد منهما حقيقة لا يقول بها صاحبهما

Artinya : Tidak boleh Talfiq contohnya Dia melakukan talfiq dalam satu rangkaian ibadah hanya diawalnya saja, tidak sampai selesai, dengan mencampur-adukan dua pendapat yang justru menimbulkan kenyataan baru yang sama sekali kedua Madzhab tersebut tidak pernah berpendapat seperti itu.


بغية المسترشدين، الصحفة ١٦ 

( مسئلة ك)  
يجوز التقليد بعد العمل بشرطين: أن لا يكون حال العمل عالماً بفساد ما عنّ له بعد العمل تقليده، بل عمل نسيان للمفسد أو جهل بفساده وعذر به، وأن يرى الإمام الذي يريد تقليده جواز التقليد بعد العمل

Artinya : (Masalah yang disebutkan dalam Fatawa al-Kurdi). Boleh seseorang bertaqlid pada suatu Madzhab meskipun setelah amal dengan 2 syarat : Ketika beramal Dia tidak tahu bahwa apa yang dilakukan nya itu rusak (tidak sah) menurut Madzhab yang Dia ikuti namun Dia baru tahu rusaknya tersebut setelah Dia sudah melakukannya. Hal ini hukumnya seperti orang yang melakukan hal yang membatalkan karena lupa, atau karena tidak tahu bahwa hal itu membatalkan atau Dia udzur. Imam yang akan Dia ikuti membolehkan taqlid ba'da amal

فمن أراد تقليد أبي حنيفة بعد العمل سأل الحنفية عن جواز ذلك، ولا يفيده سؤال الشافعية حينئذ، إذ هو يريد الدخول في مذهب الحنفي، ومعلوم أنه لا بد من شروط التقليد المعلومة زيادة على هذين اهـ

Maka barang siapa yang ingin mengikuti pendapat Imam Hanafi maka Dia harus bertanya pada pengikut Madzhab Hanafi tentang kebolehan taqlid bada (setelah) amal. Dan bagi orang tersebut tidak ada faedahnya jika dia bertanya pada pengikut madzhab syafi'i karena Dia ingin masuk ke madzhab Hanafi. Dan sudah dimaklumi bahwasanya orang tersebut juga harus memenuhi syarat-syarat taqlid sebagaimana yang telah diketahui, hal ini sebagai syarat tambahan dalam taqlid ba'da amal disamping dua syarat di atas.

وفي ي نحوه، وزاد: ومن قلد من يصح تقليده في مسألة صحت صلاته في اعتقاده بل وفي اعتقادنا، لأنا لا نفسقه ولا نعدّه من تاركي الصلاة، فإن لم يقلده وعلمنا أن عمله وافق مذهباً معتبراً، فكذلك على القول بأن العامي لا مذهب له، وإن جهلنا هل وافقه أم لا لم يجز الإنكار عليه

Dalam fatawa syekh Abdulloh bin Umar terdapat tambahan keterangan : Dan siapa saja yang bertaklid dalam satu masalah, kepada imam yang madzhab nya sah atau  boleh diikuti, maka sholatnya sah menurut dia bahkan sah menurut kita, karena kita tidak menganggap dia berbuat fasiq dan kita tidak menganggapnya meninggalkan sholat. Lalu apabila orang tersebut tidak taqlid terhadap salah satu Mujtahid namun kita tahu bahwa amalnya tersebut cocok dengan salah satu Madzhab yang diakui, maka amalnya tersebut hukumnya sah berdasar pendapat yang menyatakan : "Orang awam itu tidak punya madzhab". Dan apabila kita tidak tahu apakah amal orang tersebut cocok atau tidak dengan salah satu madzhab maka kita tidak boleh ingkar dengan amal yang dia lakukan.


والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama : Moh. Sholehuddin
Alamat : Sumenep
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan

PENASEHAT

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
___________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?