Hukum Menemani dan Menemui Tamu Bukan Mahram
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Rosyidah (nama samaran) merupakan seorang istri dari Rosyid. Suatu ketika di saat Rosyid keluar rumah untuk bekerja, Badrun yang merupakan teman lama Rosyid pergi bertamu pada Rosyid. Tapi sayangnya, Rosyid kebetulan tidak ada di rumah. Akhirnya Rosyidah sendiri yang menemui dan menemani Badrun di ruang tamu tersebut. Badrun asyik mengobrol dengan menceritakan pertemanan masa kecilnya dengan Rosyid, sehingga Rosyidah agak khusu' mendengarkan cerita dari Badrun tersebut.
PERTANYAAN:
Bagaimana hukumnya Rosyidah menemui dan menemani tamu laki-laki yang bukan mahrom di saat suaminya tidak ada di rumah?
JAWABAN:
Hukum Rosyidah menemui dan menemani tamu laki-laki bukan mahram di saat suaminya tidak di rumah adalah berdosa, karena telah memasukkan orang ke dalam rumah tanpa idzin suami, kecuali telah diyakini bahwa suaminya rela akan hal tersebut. Sedangkan hukum yang berhubungan dengan melihat kepada bukan mahram, berkholwat yang haram dan berbicara, adalah haram apabila telah terpenuhi syarat-syaratnya.
REFERENSI:
مرقاة المفاتيح، الجزء ٤ الصحفة ١٤٠٧
ﺃﻱ ﻭﻻ ﻳﺤﻞ ﻟﻬﺎ ﺃﻥ ﺗﺄﺫﻥ ﺃﺣﺪا ﻣﻦ اﻷﺟﺎﻧﺐ ﺃﻭ اﻷﻗﺎﺭﺏ ﺣﺘﻰ اﻟﻨﺴﺎء ﻭﻻ ﻣﺰﻳﺪﺓ ﻟﻠﺘﺄﻛﻴﺪ، ﻭﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ: ﻳﺼﺢ ﺭﻓﻌﻪ ﺧﺒﺮا ﻳﺮاﺩ ﺑﻪ اﻟﻨﻬﻲ ﻭﺟﺰﻣﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻬﻲ " ﻓﻲ ﺑﻴﺘﻪ " ﺃﻱ: ﻓﻲ ﺩﺧﻮﻝ ﺑﻴﺘﻪ " ﺇﻻ ﺑﺈﺫﻧﻪ " ﻭﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ اﻟﻌﻠﻢ ﺭﺿﺎﻩ (ﺭﻭاﻩ ﻣﺴﻠﻢ)٠
Artinya : dan tidak halal bagi seorang Perempuan untuk memberi izin satu orang dari orang lain atau kerabat sehingga beberapa Perempuan pun. Lafadz "Laa" (dalam teks hadits) ditambahkan untuk faidah menguatkan. Imam Ibnu Hajar berkata; "Boleh merofa'kannya (Laa Yahillu) sebagai Khobar yang dikehendaki suatu larangan, dan boleh menjazemkannya sebagai nahi (larangan). Maksud lafadz "fii baitihi" adalah masuk ke dalam Rumah Suami. Maksud lafadz "illaa bi idznihi" adalah memasukkan yang searti dengan izin yakni diketahui kerelaannya suami (HR. Muslim)
فتح الباري لابن حجر، الجزء ٩ الصحفة ٢٩٦
ﻭﻗﺎﻝ اﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻔﺘﺎﺕ ﻋﻠﻰ اﻟﺰﻭﺝ ﺑﺎﻹﺫﻥ ﻓﻲ ﺑﻴﺘﻪ ﺇﻻ ﺑﺈﺫﻧﻪ ﻭﻫﻮ ﻣﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﺭﺿﺎ اﻟﺰﻭﺝ ﺑﻪ ﺃﻣﺎ ﻟﻮ ﻋﻠﻤﺖ ﺭﺿﺎ اﻟﺰﻭﺝ ﺑﺬﻟﻚ ﻓﻼ ﺣﺮﺝ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻛﻤﻦ ﺟﺮﺕ ﻋﺎﺩﺗﻪ ﺑﺈﺩﺧﺎﻝ اﻟﻀﻴﻔﺎﻥ ﻣﻮﺿﻌﺎ ﻣﻌﺪا ﻟﻬﻢ ﺳﻮاء ﻛﺎﻥ ﺣﺎﺿﺮا ﺃﻡ ﻏﺎﺋﺒﺎ ﻓﻼ ﻳﻔﺘﻘﺮ ﺇﺩﺧﺎﻟﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﺇﺫﻥ ﺧﺎﺹ ﻟﺬﻟﻚ ﻭﺣﺎﺻﻠﻪ ﺃﻧﻪ ﻻ ﺑﺪ ﻣﻦ اﻋﺘﺒﺎﺭ ﺇﺫﻧﻪ ﺗﻔﺼﻴﻼ ﺃﻭ ﺇﺟﻤﺎﻻ
Artinya : Imam An-Nawawi berkata: "Dalam hadits ada isyarat bahwa tidak boleh keras kepala atas suami dengan memberikan izin masuk rumah suami kecuali dengan izin suami, dan hal ini diarahkan pada permasalahan yang kita tidak tahu pada kerelaan suami dengan memberikan izin, sedangkan apabila istri tahu kerelaan suami dengan hal itu (memberikan izin orang lain untuk masuk rumah suami), maka tidak apa-apa atas seorang istri, seperti seorang suami yang kebiasaannya memasukkan tamu- tamu pada ruangan yang sudah disediakan untuk mereka, baik suami hadir atau tidak, maka tidak perlu izin yang tertentu untuk memasukkan mereka, dan kesimpulannya bahwa saya harus ada izin suami baik secara perinci atau global.
حاشية الجمل، الجزء ٤ الصحفة ١٢٥
وَضَابِطُ الْخَلْوَةِ اجْتِمَاعٌ لَا تُؤْمَنُ مَعَهُ الرِّيبَةُ عَادَةً بِخِلَافِ مَا لَوْ قُطِعَ بِانْتِفَائِهَا عَادَةً فَلَا يُعَدُّ خَلْوَةً ا هـ٠
Artinya : Batasan yang dinamai khalwat adalah pertemuan yang bisa menjurus kearah zina secara kebiasaan, berbeda saat dipastikan tidak akan terjadi hal yang demikian secara kebiasaannya, maka tidak dinamai khalwat.
الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٣٥ الصحفة ١٢٢
الكلام مع المرأة الأجنبية ذهب الفقهاء إلى أنه لا يجوز التكلم مع الشابة الأجنبية بلا حاجة لأنه مظنة الفتنة وقالوا إن المرأة الأجنبية إذا سلمت على الرجل إن كانت عجوزا رد الرجل عليها لفظا أما إن كانت شابة يخشى الافتنان بها أو يخشى افتنانها هي بمن سلم عليها فالسلام عليها وجواب السلام منها حكمه الكراهة عند المالكية والشافعية والحنابلة وذكر الحنفية أن الرجل يرد على سلام المرأة في نفسه إن سلمت عليه وترد هي في نفسها إن سلم عليها وصرح الشافعية بحرمة ردها عليه٠
Artinya : Perbincangan beserta wanita lain, para ulama' berpendapat bahwa berbincang-bincang beserta wanita muda lain tidak diperbolehkan dengan tanpa hajat, karena hal itu berpotensi menimbulkan fitnah, dan para ulama' berkata: "Sesungguhnya ketika seorang perempuan mengucapkan salam pada laki-laki, maka apabila Perempuan yang lanjut usia, maka laki-laki tadi menjawabnya dengan ucapan. Sedangkan apabila perempuan muda yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah atau khawatir terkena fitnahnya, maka mengucapkan salam padanya dan menjawab salam darinya hukumnya makruh menurut Ulama' Malikiyah, Syafi'iah, dan Ulama' Hanabilah. Dan Ulama' Hanafiyah menuturkan: "Bahwasanya seorang laki-laki menjawab salam dalam hatinya ketika seorang perempuan mengucapkan salam padanya, dan seorang perempuan menjawab salam dalam hatinya ketika seorang laki-laki mengucapkan salam padanya, dan Ulama' Syafi'iyah menjelaskan keharaman Perempuan menjawab pada salamnya laki-laki.
روضة الطالبين، الجزء ٧ الصحفة ٢١
اﻟﻀﺮﺏ اﻷﻭﻝ: ﻧﻈﺮ اﻟﺮﺟﻞ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺮﺃﺓ، ﻓﻴﺤﺮﻡ ﻧﻈﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻣﻄﻠﻘﺎ، ﻭﺇﻟﻰ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ﺇﻥ ﺧﺎﻑ ﻓﺘﻨﺔ. ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺨﻒ، ﻓﻮﺟﻬﺎﻥ، ﻗﺎﻝ ﺃﻛﺜﺮ اﻷﺻﺤﺎﺏ ﻻ ﺳﻴﻤﺎ اﻟﻤﺘﻘﺪﻣﻮﻥ: ﻻ ﻳﺤﺮﻡ، ﻟﻘﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: (ﻭﻻ ﻳﺒﺪﻳﻦ ﺯﻳﻨﺘﻬﻦ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻬﺎ) [ اﻷﺣﺰاﺏ: ٣١] ﻭﻫﻮ ﻣﻔﺴﺮ ﺑﺎﻟﻮﺟﻪ ﻭاﻟﻜﻔﻴﻦ، ﻟﻜﻦ ﻳﻜﺮﻩ، ﻗﺎﻟﻪ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ ﻭﻏﻴﺮﻩ. ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻳﺤﺮﻡ، ﻗﺎﻟﻪ اﻻﺻﻄﺨﺮﻱ ﻭﺃﺑﻮ ﻋﻠﻲ اﻟﻄﺒﺮﻱ، ﻭاﺧﺘﺎﺭﻩ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ، ﻭاﻹﻣﺎﻡ، ﻭﺑﻪ ﻗﻄﻊ ﺻﺎﺣﺐ (اﻟﻤﻬﺬﺏ) ﻭاﻟﺮﻭﻳﺎﻧﻲ، ﻭﻭﺟﻬﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﺑﺎﺗﻔﺎﻕ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻊ اﻟﻨﺴﺎء ﻣﻦ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺳﺎﻓﺮاﺕ، ﻭﺑﺄﻥ اﻟﻨﻈﺮ ﻣﻈﻨﺔ اﻟﻔﺘﻨﺔ، ﻭﻫﻮ ﻣﺤﺮﻙ ﻟﻠﺸﻬﻮﺓ، ﻓﺎﻟﻻﺋﻖ ﺑﻤﺤﺎﺳﻦ اﻟﺸﺮﻉ، ﺳﺪ اﻟﺒﺎﺏ ﻓﻴﻪ، ﻭاﻹﻋﺮاﺽ ﻋﻦ ﺗﻔﺎﺻﻴﻞ اﻷﺣﻮاﻝ، ﻛﺎﻟﺨﻠﻮﺓ ﺑﺎﻷﺟﻨﺒﻴﺔ٠
Artinya : Bagian pertama : melihatnya laki-laki pada perempuan, maka haram laki-laki melihat pada aurat perempuan secara mutlak, dan melihat wajah dan kedua telapak tangannya apabila khawatir ada fitnah, kalau tidak khawatir, maka ada dua pendapat ; Mayoritas Ashab (santrinya Imam as-Syafi'i) terlebih Ulama' Mutqoddimin berpendapat tidak haram, karena firman Allah swt; "Dan janganlah seorang Perempuan menampakkan perhiasannya kecuali perhiasan yang tampak." (Q.S Al Ahzab: 31) "Perhiasan" ditafsirkan dengan wajah dan kedua telapak tangan, namun dimakruhkan menampakkannya, pendapat ini disampaikan oleh Syaikh Abu Hamid dan yang lainnya. Pendapat kedua mengatakan; "Diharamkan, pendapat ini disampaikan oleh Imam Ushthukhuri dan Abu Ali Athobari, dan dipilih oleh Abu Muhammad dan Imam Haromain, dan dinyatakan oleh pengarang kitab Al-Muhazzab dan Imam Arrouyani, dan Imam Haromain mengunggulkannya sebab sepakatnya para orang Islam atas tercegahnya para perempuan dari keluar dengan keadaan bepergian, dan sebab sesungguhnya melihat adalah suatu potensi terjadi fitnah, dan melihat bisa menggerakkan syahwat. Maka yang patut dengan kebaikan-kebaikan Syara' adalah menutup kemungkinan kecil dalam hal ini (melihat perempuan), dan berpaling dari memilah-milah beberapa kondisi, seperti bersepian dengan perempuan lain.
روضة الطالبين، الجزء ٧ الصحفة ٢٥
اﻟﻀﺮﺏ اﻟﺮاﺑﻊ: ﻧﻈﺮ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﺇﻟﻰ اﻟﺮﺟﻞ، ﻭﻓﻴﻪ ﺃﻭﺟﻪ٠ ﺃﺻﺤﻬﺎ: ﻟﻬﺎ اﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﺮﺓ ﻭاﻟﺮﻛﺒﺔ. ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻟﻬﺎ ﻧﻈﺮ ﻣﺎ ﻳﺒﺪﻭ ﻣﻨﻪ ﻓﻲ اﻟﻤﻬﻨﺔ ﻓﻘﻂ٠ ﻭاﻟﺜﺎﻟﺚ: ﻻ ﺗﺮﻯ ﻣﻨﻪ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻳﺮﻯ ﻣﻨﻬﺎ٠ ﻗﻠﺖ: ﻫﺬا اﻟﺜﺎﻟﺚ، ﻫﻮ اﻷﺻﺢ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ، ﻭﺑﻪ ﻗﻄﻊ ﺻﺎﺣﺐ (اﻟﻤﻬﺬﺏ) ﻭﻏﻴﺮﻩ، ﻟﻘﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: (ﻭﻗﻞ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﺎﺕ ﻳﻐﻀﻀﻦ ﻣﻦ ﺃﺑﺼﺎﺭﻫﻦ) ﻭﻟﻘﻮﻟﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ -: «ﺃﻓﻌﻤﻴﺎﻭاﻥ ﺃﻧﺘﻤﺎ، ﺃﻟﻴﺲ ﺗﺒﺼﺮاﻧﻪ» اﻟﺤﺪﻳﺚ، ﻭﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ. - ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ
Artinya : Bagian yang ke empat adalah melihatnya perempuan pada laki-laki, dalam hal ini ada beberapa pendapat, menurut Qoul Ashoh: boleh bagi perempuan untuk melihat semua badan laki-laki kecuali anggota diantara pusar dan lutut. Pendapat kedua: boleh bagi perempuan untuk melihat apa yang tampak dari laki-laki saat kerja, hanya itu saja. Pendapat ketiga: tidak boleh bagi perempuan melihat dari seorang laki-laki kecuali pada anggota yang dilihat laki-laki dari perempuan. Saya berkata: "Pendapat ketiga ini pendapat yang Ashoh menurut golongan Ulama', dan dengan pendapat ketiga ini pemilik Kitab Muhadzzab dan yang lain menyatakannya, karena firman Allah swt: "Dan ucapkanlah pada para perempuan agar memejamkan dari beberapa penglihatannya, dan karena sabda Rasulullah saw: "Apakah kalian berdua buta, bukannya kalian berdua bisa melihat", hadits ini hadits Hasan.
Wa Allahu a'lam.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Moh. Jufri
Alamat : Pegantenan Pamekasan Madura Jawa Timur
_______________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ustadz Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ustadz Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan
PENASEHAT :
Gus Abd. Qodir
_________________________
Komentar
Posting Komentar