Hukum Makan Dahulu Sebelum Membayar


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Sudah mentradisi di suatu Masyarakat tertentu, yaitu ketika hendak membeli makanan tanpa diakad terlebih dahulu, tetapi langsung dimakan lalu membayar kemudian.

Seperti halnya Brudin (nama samaran), suatu ketika Dia singgah di salah satu warung makan di Kecamatannya. Langsung saja Dia mengatakan kepada Penjual makanan tersebut; "Saya mau makan. Lantas Penjual tersebut menyajikan Makanan (Nasi dan Lauk-pauknya) kepada Brudin. Karena sudah lapar, maka Brudin tanpa berfikir panjang langsung saja melahap makanan tersebut sambil sesekali tangannya mengambil krupuk yang ada di Toples. 

Setelah selesai makan dan minum (yang memang sudah disediakan dengan ceret dan gelasnya), Brudin menanyakan biaya keseluruhan dari apa yang telah Dia makan. Sontak saja Dia kaget dan melongo saat penjualan tersebut mengatakan bahwasanya total biayanya adalah Rp. 25.000,. Padahal makanan seperti apa yang telah Dia makan jikalau di Desanya sendiri harganya kurang lebih Rp. 10.000,. Akhirnya Dia merasa menyesal telah makan di warung makan tersebut.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum jual beli makanan seperti deskripsi diatas?

JAWABAN:

Hukum jual beli makanan sebagaimana deskripsi diatas adalah tidak sah, kerena tidak termasuk jual beli lafdhi (menyebutkan ijab dan qobul) maupun muathoh (tidak menyebutkan ijab qobul), karena harga dari makanan yang dijual tidak disepakati terlebih dahulu.

Aqad sebagaimana dalam deskripsi hukum sah dan berlaku muathoh apabila pemilik warung menuliskan harga menu makanan yang dapat diketahui oleh pembeli.

Menurut pendapat Hanafiyah, pembeli mengambil barang dari penjual tanpa tahu harga barang, selanjutnya di total dan baru mengadakan transaksi. Praktek demikian diperbolehkan karena ditengarai sebagai "baiul ma'dum" yang dikecualikan melalui metode istihsan. Dan ada yang menganggap sebagai bentuk ganti rugi merusak barang (dhaman almutlafat) yang didzini oleh Pemilik.

REFERENSI:

اسنى المطالب، الجزء ٢ الصحفة ٣
 
قَالَ فِي الْمَجْمُوع أَمَّا إذَا كَانَ يَأْخُذُ الْحَوَائِجَ مِنْ الْبَيَّاعِ وَيُحَاسِبُهُ بَعْدَ مُدَّةٍ وَيُعْطِيهِ كَمَا يَفْعَلُهُ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَإِنَّهُ بَاطِلٌ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِبَيْعٍ لَفْظِيٍّ وَلَا مُعَاطَاةٍ قَالَ الْأَذْرَعِيُّ وَهَذَا مَا أَفْتَى بِهِ الْبَغَوِيّ وَذَكَرَ ابْنُ الصَّلَاحِ فِي فَتَاوِيهِ نَحْوَهُ وَالظَّاهِرُ أَنَّهُ قَالَهُ تَفَقُّهًا وَمِنْ كَلَامِهِ أَخَذَ الْمُصَنِّفُ لَكِنَّ الْغَزَالِيَّ فِي الْإِحْيَاءِ سَامَحَ فِي ذَلِكَ وَأَخْذُ الْحَاجَاتِ مِنْ الْبَيَّاعِ يَقَعُ عَلَى ضَرْبَيْنِ أَحَدِهِمَا أَنْ يَقُولَ اعْطِنِي بِكَذَا لَحْمًا أَوْ خِنْزِيرًا مَثَلًا وَهَذَا هُوَ الْغَالِبُ فَيَدْفَعُ إلَيْهِ مَطْلُوبَهُ بِهِ فَيَقْبِضَهُ وَيَرْضَى بِهِ ثُمَّ بَعْدَ مُدَّةٍ يُحَاسِبَهُ وَيُؤَدِّيَ مَا اجْتَمَعَ عَلَيْهِ فَهَذَا مَجْزُومٌ بِصِحَّتِهِ عِنْدَ مَنْ يُجَوِّزُ الْمُعَاطَاةَ فِيمَا أَرَاهُ الثَّانِي أَنْ يَلْتَمِسَ مَطْلُوبَهُ مِنْ غَيْرِ تَعَرُّضٍ لِثَمَنٍ كَأَعْطِنِي رَطْلَ لَحْمٍ أَوْ خُبْزٍ مَثَلًا فَهَذَا مُحْتَمَلٌ وَهُوَ مَا رَأَى الْغَزَالِيُّ إبَاحَتَهُ وَمَنَعَهَا الْمُصَنِّفُ وَالْعُرْفُ جَارٍ بِهِ وَهُوَ عُمْدَةُ الْغَزَالِيِّ فِي إبَاحَتِهِ

Artinya: Imam Nawawi berkata dalam kitab majmu'; "Sedangkan ketika seseorang mengambil beberapa kebutuhan dari Salesman, dan Salesman mengkalkulasinya setelah beberapa masa, kemudian seseorang memberikannya (kepada Salesman), seperti yang dilakukan kebanyakan orang, maka hal itu batal dengan tanpa ada yang menentang, karena hal itu bukan jual beli secara lafadz, juga bukan jual beli secara mu'athoh". Imam Al Azro'i berkata; "Hal ini adalah sesuatu yang difatwakan Imam Al Baghowi, dan Imam Ibnu Sholah menuturkannya seperti itu dalam kitab fatawanya, secara tampak Imam Ibnu Sholah mengatakannya dengan secara memahami fiqih, dan Mushonnif (pengarang kitab) mengambil pendapat dari ucapan Imam Ibnu Sholah". Tetapi Imam Al Ghozali dalam kitab Ihya memberikan kelonggaran dalam hal itu. Adapun mengambil kebutuhan dari Salesman itu ada dua praktek: Pertama, seseorang berkata; "Berikan aku daging atau babi dengan harga segini !" Dan ini yang sering terjadi, kemudian Salesman memberikan apa yang diinginkan seseorang tadi dengan harga yang disepakati, dan menerimanya serta ridho dengan barangnya, kemudian setelah lewat masa, Salesman mengkalkulasinya, dan orang tadi memberikan pada Salesman terhadap apa yang sudah disepakati, maka praktek seperti ini dipastikan keabsahannya menurut pendapat yang memperbolehkan jual beli dengan secara mu'athoh, menurut pendapat saya. Kedua, seseorang meminta sesuatu pada Salesman dengan tanpa berpaling pada harganya seperti contoh: "berikan Saya satu rithl daging atau roti !" semisal. Maka hal ini ada kemungkinan, hal ini pendapat yang disampaikan Imam Al-Ghazali diperbolehkan, dan Mushonnif (pengarang kitab) melarangnya, dan secara urf (kebiasaan) ini terjadi, hal ini berpegang pada pendapatnya Imam Al-Ghazali dalam hal diperbolehkannya.

مغني المحتاج، الجزء ٢ الصحفة ٢٣٦

وَقَوْلُهُ: " إنَّهُ لَا يُعَدُّ مُعَاطَاةً " وَلَا بَيْعًا فِيهِ نَظَرٌ بَلْ يَعُدُّهُ النَّاسُ بَيْعًا، وَالْغَالِبُ أَنْ يَكُونَ قَدْرَ ثَمَنِ الْحَاجَةِ مَعْلُومًا لَهُمَا عِنْدَ الْأَخْذِ وَالْعَطَاءِ وَإِنْ لَمْ يَتَعَرَّضَا لَهُ لَفْظًا اهـ٠

Artinya: Perkataan Mushonnif (pengarang kitab) yang berupa: "hal seperti di atas tidak dianggap jual beli secara mu'athoh", dan tidak dinamakan jual beli, dalam hal ini ada kejanggalan, bahkan menurut orang hal ini dianggap jual beli, dan secara umum kadar harga kebutuhan diketahui oleh mereka berdua ketika mengambil dan memberikannya walaupun tidak berpaling pada harganya dengan secara diucapkan.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الج ٩ الصحفة ٤٣

ﻣﺬﻫﺐ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ؛ ﺻﻮﺭ ﺑﻴﻊ اﻻﺳﺘﺠﺮاﺭ اﻟﺘﻲ ﻭﺭﺩﺕ ﻋﻨﺪ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻫﻲ: اﻟﺼﻮﺭﺓ اﻷﻭﻟﻰ: ﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﻦ اﻟﺒﻴﺎﻉ ﻣﺎ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ ﺷﻴﺌﺎ ﻓﺸﻴﺌﺎ ﻣﻤﺎ ﻳﺴﺘﻬﻠﻚ ﻋﺎﺩﺓ، ﻛﺎﻟﺨﺒﺰ ﻭاﻟﻤﻠﺢ ﻭاﻟﺰﻳﺖ ﻭاﻟﻌﺪﺱ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ، ﻣﻊ ﺟﻬﺎﻟﺔ اﻟﺜﻤﻦ ﻭﻗﺖ اﻷﺧﺬ، ﺛﻢ ﻳﺸﺘﺮﻳﻬﺎ ﺑﻌﺪ اﺳﺘﻬﻼﻛﻬﺎ٠

Artinya: Mazhabnya Imam Abu Hanifah.
Beberapa contoh jual beli istijror yang terjadi dikalangan Ulama' Hanafiyah.
Contoh pertama: Seseorang mengambil dari Salesman sesuatu yang dibutuhkannya satu persatu, yakni barang-barang yang dikonsumsi secara adat, seperti roti, garam, minyak zait, kacang adas dll, beserta ketidak tahuan harganya saat pengambilan, kemudian membelinya setelah dikonsumsi.

ﻓﺎﻷﺻﻞ ﻋﺪﻡ اﻧﻌﻘﺎﺩ ﻫﺬا اﻟﺒﻴﻊ؛ ﻷﻥ اﻟﻤﺒﻴﻊ ﻣﻌﺪﻭﻡ ﻭﻗﺖ اﻟﺸﺮاء، ﻭﻣﻦ ﺷﺮاﺋﻂ اﻟﻤﻌﻘﻮﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻮﺟﻮﺩا، ﻟﻜﻨﻬﻢ ﺗﺴﺎﻣﺤﻮا ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺒﻴﻊ ﻭﺃﺧﺮﺟﻮﻩ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﻘﺎﻋﺪﺓ (اﺷﺘﺮاﻁ ﻭﺟﻮﺩ اﻟﻤﺒﻴﻊ) ﻭﺃﺟﺎﺯﻭا ﺑﻴﻊ اﻟﻤﻌﺪﻭﻡ ﻫﻨﺎ اﺳﺘﺤﺴﺎﻧﺎ، ﻭﺫﻟﻚ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﺒﺤﺮ اﻟﺮاﺋﻖ ﻭاﻟﻘﻨﻴﺔ

Hukum asal tidak sah praktek jual beli ini, karena sesuatu yang dijual tidak ada saat dibeli, dan sebagain syarat ma'qud (sesuatu yang diaqadi) adalah barangnya wujud, namun para Ulama' memberikan kelonggaran pada jual beli ini, dan para Ulama' mengecualikan hukum ini dari qaidah: "Disyaratkan wujudnya barang yang dijual", dan memperbolehkan jual beli barang yang tidak ada dalam bab ini karena menganggap baik, hal itu seperti dalam keterangan kitab Al Bahru Ar ro'iq, dan kitab Al Qiniyyah.

ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ: ﻟﻴﺲ ﻫﺬا ﺑﻴﻊ ﻣﻌﺪﻭﻡ، ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺿﻤﺎﻥ اﻟﻤﺘﻠﻔﺎﺕ ﺑﺈﺫﻥ ﻣﺎﻟﻜﻬﺎ ﻋﺮﻓﺎ، ﺗﺴﻬﻴﻼ ﻟﻷﻣﺮ ﻭﺩﻓﻌﺎ ﻟﻠﺤﺮﺝ، ﻛﻤﺎ ﻫﻮ اﻟﻌﺎﺩﺓ. ﻭﻟﻢ ﻳﺮﺗﺾ اﻟﺤﻤﻮﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻫﺬا اﻟﻤﻌﻨﻰ٠

Dan sebagian Ulama' Hanafiyah berkata: "Ini bukan menjual perkara yang tidak ada, ini hanya termasuk dari bab mengganti rugi atas beberapa perkara yang dirusak dengan izin pemiliknya secara urf, karena mempermudah permasalahan ini dan menolak untuk mempersulit, seperti yang sudah mentradisi. Imam Al hamawi dan lainnya tidak menerima alasan ini.


  والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Moh. Habibulloh
Alamat : Waru Pamekasan Madura Jawa Timur
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WA Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan

PENASEHAT
Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw  

_________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?