Hukum Menafkahi Istri Yang Belum Dijima' Tidak Wajibkah ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) sekitar sebulan yang lalu menikah dengan sepupunya yang bernama Badriyah. Sebetulnya Badrun kurang menyukai Badriyah, karena Dia mempunyai Wanita idaman sebelum menikah dengan Badriyah. Pernikahan Badrun dengan Badriyah merupakan inisiatif dari Orang tua keduanya. Orang tua Badrun dan Badriyah ingin keduanya Anaknya tersebut tidak hanya ada ikatan sepupu, tetapi sekaligus sebagai Suami-istri.

Hal inilah yang menyebabkan Badrun sampai saat ini belum menjima' Istrinya meskipun setiap harinya Dia tetap menafkahinya, karena sebetulnya Dia kurang menyukai Badriyah. Apalagi Badrun masih tetap saja berhubungan via telpon pada Wanita idamannya tersebut, dan terkadang Dia mengatakan masih Bujang pada Wanita itu. 

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum menafkahi Istri yang belum dijima' ?

JAWABAN:

Hukum menafkahi Istri yang belum dijima' menurut Qoul Qadim adalah wajib sejak terjadinya akad. Sedangkan menurut Qoul Jadid adalah wajib sejak sang Istri sudah tamkin / merelakan dirinya untuk melayani Suami walaupun Suami tidak mejima'nya.

REFERENSI:

كنز الراغبين شرح منهاج الطالبين، الصحفة ٣١٨

فصل ؛ الجديد انها اي النفقة تجب يوما فيوما بالتمكين لا العقد، والقديم تجب بالعقد وتستقر بالتمكين فلو منعت منه سقطت

Artinya : Pasal : Menurut Qoul Jadid sesungguhnya nafkah tersebut itu diwajibkan hari demi hari sebab adanya tamkin (kerelaan Istri untuk jima' atau istimta' dengan Suami) bukan sebab akad. Adapun menurut Qoul Qodim nafkah itu diwajibkan sebab akad dan menjadi tetap sebab tamkin. Berdasar hal diatas, apabila Istri tidak mau tamkin maka kewajiban nafkah tersebut gugur.


فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين، الصفحة ٥٣٥

فلا تجب بالعقد خلافا للقديم وإنما تجب بالتمكين يوما فيوما ويصدق هو بيمينه في عدم التمكين وهي في عدم النشوز والإنفاق عليها٠

Artinya : Nafkah itu bukan diwajibkan sebab akad nikah, hal ini berbeda dengan qoul qodim, namun diwajibkan sebab tamkin (kerelaan Istri untuk berjima' atau beristimta' dengan Suami).  Nafkah tersebut wajib diberikan hari demi hari. Dan Suami dibenarkan pengakuannya berdasar sumpahnya atas tidak adanya tamkin dari si Istri. Dan Istri dibenarkan pengakuannya berdasar sumpahnya atas tidak adanya nusyuznya si-Istri terhadap Suami dan juga pengakuan atas tidak menafkahinya si-Suami terhadap si Istri.

وإذا مكنت من يمكن التمتع بها ولو من بعض الوجوه وجبت مؤنها ولو كان الزوج طفلا لا يمكن جماعه: إذ لا منع من جهتها

Dan apabila si-Istri sudah tamkin (merelakan dirinya untuk jima' atau istimta') dengan Suami yang bisa beristimta' dengan dirinya meskipun dengan sebagian cara, maka Suami wajib menafkahinya, meskipun Suami tersebut masih Anak-anak yang belum bisa menjima, nafkah itu masih tetap wajib karena tidak ada penolakan dari si-Istri (untuk jima' maupun istimta')


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Ari Azhari
Alamat : Aceh Darussalam
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Habib Abdurrahman Al-khirid
Gus Abd. Qodir
______________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?