Bagaimana Hukum Berburu Hewan Liar untuk Diternak kemudian Dijual ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Junaidi (nama samaran) memiliki hobi berburu hewan liar seperti Burung, Tupai, Musang. Hewan-hewan tersebut oleh Junaidi diternakkan kemudian dijual sampai keluar kota. Suatu ketika, beberapa hewan-hewan buruan yang diternakkan tersebut banyak yang mati karena ditinggal mudik dan Junaidi lalai memberikan persediaan makanan untuk hewan-hewan ternaknya tersebut.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum berburu hewan liar seperti deskripsi diatas untuk diternak kemudian dijual?

JAWABAN:

Berburu dan menjual hewan buruan hukumnya ;

a) Menurut Madzhab Syafi'iyyah dan Hanabilah; Apabila hewan liar tersebut halal dagingnya, maka berburu dan menjualnya boleh. Apabila tidak halal, maka berburu dan menjualnya haram.

b) Menurut Madzhab Hanafiyah dan Malikiyah boleh hukumnya berburu dan menjual hewan liar meskipun dagingnya haram.

REFERENSI:

الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٢٩ الصحغة ١١٨

أمّا مطلق الصّيد فاختلفوا فيه : فذهب الحنفيّة والمالكيّة إلى عدم اشتراط أن يكون الصّيد مأكول اللّحم ، بل يجوز عندهم صيد ما يؤكل لحمه وما لا يؤكل لحمه لمنفعة جلده أو شعره أو ريشه ، أو لدفع شرّه ، وكلّ مشروع
- الى ان قال 

Artinya: Adapun hukum hewan buruan secara mutlak maka Ulama' berbeda pendapat: Golongan Hanafiah dan Malikiyah menyatakan tidak disyaratkan hewan yang diburu harus hewan yang boleh dimakan, bahkan mereka membolehkan memburu hewan yang halal dimakan dagingnya maupun hewan yang haram dimakan dagingnya, karena kulit, maupun bulunya masih bisa dimanfaatkan, atau hewan itu diburu agar manusia terhirdar dari kemadlorotan yang ditimbulkan hewan tersebut, dan kebolehan semua hal itu ada dalam aturan syariat. sampai pada ucapan.

أمّا الشّافعيّة والحنابلة فلا يجيزون صيد أو ذكاة غير مأكول اللّحم ، ولهذا ذكروا في تعريفهم الصّيد بمعنى المصيد : بأنّه حيوان مقتنص حلال متوحّش طبعاً غير مملوك ولا مقدور عليه

Adapun menurut golongan Syafi'iyah dan Hanabilah, maka mereka tidak memperbolehkan berburu atau menyembelih hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, karena itulah mereka mendefinisikan kata " Shoid " dengan mengunakan makna al-Mashid yaitu hewan yang diburu, yang halal dan liar sifatnya, yang tidak ada pemiliknya, dan sulit ditangkap.



الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٨ الصحفة ١١٨

اختلف الفقهاء في حل ذبح أو صيد غير مأكول اللحم من أجل الانتفاع بجلده أو شعره أو ريشه فذهب الشافعية إلى تحريم ذبح ما لا يؤكل ، كبغل وحمار للانتفاع بجلده، «للنهي عن ذبح الحيوان إلا لمأكلة»٠ وذهب الحنفية إلى حل اصطياد ما لا يؤكل لحمه ، لمنفعة جلده أو شعره أو ريشه ، لأن الانتفاع غاية مشروعة . وهو ما يفهم من مذهب المالكية في اعتبار المنفعة مسوغا لذكاة ما لا يؤكل ٠ ولم نعثر على مذهب الحنابلة في ذلك


Artinya : Ulama' fiqih berbeda pendapat tentang kebolehan menyembelih dan memburu hewan yang daging nya tidak boleh dimakan, dengan tujuan memanfaatkan kulit maupun bulunya. Golongan Syafi'iyah berpendapat bahwa haram menyembelih hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, semisal bighol, khimar untuk dimanfaatkan kulitnya karena adanya larangan menyembelih hewan kecuali untuk tujuan memakannya. Golongan Hanafiah yang berpendapat boleh berburu hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, dengan tujuan memanfaatkan kulit ataupun bulunya, karena pemanfaatan itulah yang menjadi tujuan puncak dari syariat tersebut, dan pendapat ini merupakan pendapat yang difahami dari madzhab Malikiyah dalam memasukkan kriteria adanya manfaat dalam kebolehan menyembelih hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya. Dan kami tidak menemukan pendapat madzhab hanbali dalam masalah tersebut.



الفقه الاسلامي وادلته للزحيلي، الجرء ٤ الصحفة ٢٩٠٦

اﻻﺳﺘﻴﻼء ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺒﺎﺡ؛ اﻟﻤﺒﺎﺡ: ﻫﻮ اﻟﻤﺎﻝ اﻟﺬﻱ ﻟﻢ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﻣﻠﻚ ﺷﺨﺺ ﻣﻌﻴﻦ، ﻭﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﻣﺎﻧﻊ ﺷﺮﻋﻲ ﻣﻦ ﺗﻤﻠﻜﻪ ﻛﺎﻟﻤﺎء ﻓﻲ ﻣﻨﺒﻌﻪ، ﻭاﻟﻜﻸ ﻭاﻟﺤﻄﺐ ﻭاﻟﺸﺠﺮ ﻓﻲ اﻟﺒﺮاﺭﻱ، ﻭﺻﻴﺪ اﻟﺒﺮ ﻭاﻟﺒﺤﺮ. ﻭﻳﺘﻤﻴﺰ ﻫﺬا اﻟﻨﻮﻉ ﺑﻤﺎ ﻳﺄﺗﻲ٠ الى ان قال٠ ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻟﻠﺘﻤﻠﻚ ﺑﻬﺬا اﻟﻄﺮﻳﻖ ﺃﻱ ﺇﺣﺮاﺯ اﻟﻤﺒﺎﺡ ﺷﺮﻃﺎﻥ ﺃﻭﻟﻪ ﻣﺎ ـ ﺃﻻ ﻳﺴﺒﻖ ﺇﻟﻰ ﺇﺣﺮاﺯﻩ ﺷﺨﺺ ﺁﺧﺮ، ﻷﻥ «ﻣﻦ ﺳﺒﻖ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺴﺒﻘﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻟﻪ» ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ٠ ﺛﺎﻧﻴﻬﻤﺎ ـ ﻗﺼﺪ اﻟﺘﻤﻠﻚ: ﻓﻠﻮ ﺩﺧﻞ اﻟﺸﻲء ﻓﻲ ﻣﻠﻚ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﺩﻭﻥ ﻗﺼﺪ ﻣﻨﻪ ﻻ ﻳﺘﻤﻠﻜﻪ، ﻛﻤﺎ ﺇﺫا ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﺣﺠﺮ ﺇﻧﺴﺎﻥ، ﻻ ﻳﺘﻤﻠﻜﻪ٠ ﻭﻣﻦ ﻧﺸﺮ ﺷﺒﻜﺘﻪ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻻﺻﻄﻴﺎﺩ ﺗﻤﻠﻚ ﻣﺎ ﻳﻘﻊ ﻓﻴﻬﺎ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻠﺘﺠﻔﻴﻒ ﻟﻢ ﻳﺘﻤﻠﻚ ﻣﺎ ﻳﻘﻊ ﻓﻴﻬﺎ؛ ﻷﻥ «اﻷﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺎﺻﺪﻫﺎ»٠

Artinya : Menguasai atas hal yang diperbolehkan ; Sesuatu yang diperbolehkan adalah harta yang belum masuk dalam kepemilikan seseorang serta syariat tidak melarang untuk dimiliki, seperti air di sumbernya, rerumputan, kayu bakar, pohon di alas dan hewan buruan baik daratan atau laut. Dan bagian ini bisa dibedakan dengan hal yang akan disebutkan -sampai pada ucapan pengarang- Ada dua syarat untuk memiliki hal yang boleh ini : Tidak ada orang lain yang mendahului dalam menguasainya, karena sungguh "Seseorang yang sampai duluan pada sesuatu yang belum pernah didahului Orang Islam, maka sesuatu itu menjadi hak orang tersebut" sebagaimana sabda Nabi SAW. Adanya niat untuk memiliki. Sehingga andai saja ada barang yang masuk kedalam area kepemilikan seseorang tanpa ada niatan untuk memiliki maka orang tersebut tidak berhak atas hal tadi, sebagaimana ketika ada sesuatu terjatuh di pekarangan seseorang, maka belum bisa dimiliki. Adapun seseorang yang menggelar jaring maka apabila tujuannya untuk berburu maka apa yang tertangkap menjadi miliknya, namun bila tujuannya hanya untuk menjemurnya maka apa yang terperangkap tidak bisa menjadi miliknya secara otomatis karena "Setiap sesuatu itu tergantung pada tujuannya".

ﺛﺎﻧﻴﺎ ـ اﻻﺻﻄﻴﺎﺩ: اﻟﺼﻴﺪ: ﻫﻮ ﻭﺿﻊ اﻟﻴﺪ ﻋﻠﻰ ﺷﻲء ﻣﺒﺎﺡ ﻏﻴﺮ ﻣﻤﻠﻮﻙ ﻷﺣﺪ٠ ﻭﻳﺘﻢ ﺇﻣﺎ ﺑﺎﻻﺳﺘﻴﻼء اﻟﻔﻌﻠﻲ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺼﻴﺪ، ﺃﻭ ﺑﺎﻻﺳﺘﻴﻼء اﻟﺤﻜﻤﻲ: ﻭﻫﻮ اﺗﺨﺎﺫ ﻓﻌﻞ ﻳﻌﺠﺰ اﻟﻄﻴﺮ ﺃﻭ اﻟﺤﻴﻮاﻥ ﺃﻭ اﻟﺴﻤﻚ ﻋﻦ اﻟﻔﺮاﺭ، ﻛﺎﺗﺨﺎﺫ اﻟﺤﻴﺎﺽ ﻟﺼﻴﺪ اﻷﺳﻤﺎﻙ، ﺃﻭ اﻟﺸﺒﺎﻙ، ﺃﻭ اﻟﺤﻴﻮاﻧﺎﺕ اﻟﻤﺪﺭﺑﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﻴﺪ ﻛﺎﻟﻜﻼﺏ ﻭاﻝﻓﻬﻮﺩ ﻭاﻟﺠﻮاﺭﺡ اﻟﻤﻌﻠﻤﺔ

Bagian kedua : Berburu. Berburu adalah berusaha menguasai sesuatu yang diperbolehkan yang tidak dimiliki orang lain. Dan kepemilikan atas buruan bisa dilakukan dengan cara Penguasaan yang nyata (betul-betul menangkap hewan buruannya) atau penguasaan secara hukum yaitu membuat perangkap yang dapat mengakibatkan burung, hewan atau ikan tidak dapat melarikan diri, seperti membuat kolam, jaring untuk menangkap ikan atau hewan yang dilatih untuk berburu seperti anjing, macan kumbang dan hewan-hewan pemburu yang terlatih.

ﻭاﻟﺼﻴﺪ ﺣﻼﻝ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﺇﻻ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺮﻣﺎ ﺑﺎﻟﺤﺞ ﺃﻭ اﻟﻌﻤﺮﺓ، ﺃﻭ ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺼﻴﺪ ﻓﻲ ﺣﺮﻡ ﻣﻜﺔ اﻟﻤﻜﺮﻣﺔ ﺃﻭ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ اﻟﻤﻨﻮﺭﺓ، ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ؛ {ﺃﺣﻞ ﻟﻜﻢ ﺻﻴﺪ اﻟﺒﺤﺮ ﻭﻃﻌﺎﻣﻪ ﻣﺘﺎﻋﺎ ﻟﻜﻢ ﻭﻟﻠﺴﻴﺎﺭﺓ، ﻭﺣﺮﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺻﻴﺪ اﻟﺒﺮ ﻣﺎ ﺩﻣﺘﻢ ﺣﺮﻣﺎ} [ اﻟﻤﺎﺋﺪﺓ : ٩٦]

Berburu halal bagi manusia kecuali dalam keadaan ihram baik haji atau umrah atau buruannya ada di tanah Haram Makkah Al-Mukarramah atau Madinah Al-Munawwarah. Allah SWT berfirman: "Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu sedang ihram. [QS Al-Mai'dah : 96]

ﻭاﻟﺼﻴﺪ ﻣﻦ ﺃﺳﺒﺎﺏ اﻟﻤﻠﻜﻴﺔ، ﻟﻜﻦ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ اﻻﺳﺘﻴﻼء اﻟﺤﻜﻤﻲ ﻻ اﻻﺳﺘﻴﻼء اﻟﺤﻘﻴﻘﻲ ﻗﺼﺪ اﻟﺘﻤﻠﻚ ﻋﻤﻼ ﺑﻘﺎﻋﺪﺓ (اﻷﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺎﺻﺪﻫﺎ)٠ ﻓﻤﻦ ﻧﺼﺐ ﺷﺒﻜﺔ ﻓﺘﻌﻠﻖ ﺑﻬﺎﺻﻴﺪ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﻧﺼﺒﻬﺎ ﻟﻠﺠﻔﺎﻑ، ﻓﺎﻟﺼﻴﺪ ﻟﻤﻦ ﺳﺒﻘﺖ ﻳﺪﻩ ﺇﻟﻴﻪ، ﻷﻥ ﻧﻴﺘﻪ ﻟﻢ ﺗﺘﺠﻪ ﺇﻟﻴﻪ٠ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﻧﺼﺒﻬﺎ ﻟﻠﺼﻴﺪ، ﻣﻠﻜﻪ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ، ﻭﺇﻥ ﺃﺧﺬﻩ ﻏﻴﺮﻩ ﻛﺎﻥ ﻣﺘﻌﺪﻳﺎ ﻏﺎﺻﺒﺎ٠ 

Berburu termasuk salah satu sebab kepemilikan, akan tetapi dalam penguasaan secara hukum bukan yang secara kenyataan disyaratkan adanya niat untuk memiliki, karena berlandaskan kaidah fiqih (Setiap sesuatu tergantung pada tujuannya). Maka barang siapa menggelar jaring kemudian ada hewan buruan yang tersangkut, maka kalau tujuan menggelar jaring untuk menjemur, maka buruan tersebut Dan bila tujuan menggelar jaring untuk berburu, maka buruan tersebut dimiliki oleh pemilik jaring, dan bila ada orang lain yang mengambilnya maka tergolong orang yang melampaui batas dan pelaku ghasab. 


المهذب، الجزء ٢ الصحفة ٩ - ١٠

باب ما يجوز بيعه وما لا يجوز الأعيان ضربان: نجس وطاهر فأما النجس فعلى ضربين: نجس في نفسه ونجس بملاقاة نجاسة فأما النجس في نفسه فلا يجوز بيعه وذلك مثل الكلب والخنزير والخمر والسرجين وما أشبه ذلك من النجاسات والأصل فيه ما روى جابر رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "إن الله تعالى حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام"٠ وروى ابن مسعود وأبو هريرة أن رسول الله صلي الله عليه وسلم "نهى عن ثمن الكلب" فنص على الكلب والخنزير والخمر والميتة وقسنا عليها سائر الأعيان النجسة

Artinya : Bab perkara yang boleh dijual belikan dan tidak boleh dijual belikan. 
Barang jual beli ada 2 Barang suci. Barang Najis. Adapun barang najis itu ada 2. Asli Najis. Barang yang terkena najis. 
Maka Tidak boleh memperjual belika barang yang asli najis, seperti anjing, babi, arak, kotoran (baik hewan maupun manusia) dan najis-najis lainnya. Adapun dalil keharaman memperjual belikan barang najis tersebut berdasarkan hadis. Dari sanad Jabir, yang menyatakan bahwasanya Rosulullah bersabda : " Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi dan patung. Ibnu Mas'ud dan Abu Hurairah meriwayatkan bahwasanya Rosulullah melarang jual beli anjing. Maka larangan nas tersebut menyatakan haramnya jual beli anjing, babi, arak, dan bangkai, dan kami kemudian mengqiyaskan barang najis lainnya terhadap barang-barang tersebut. 


الجمل، الجزء ٣ الصحفة ٢٥

فلا يصح بيع حشرات لا تنفع وهي صغار دواب الارض كحية وعقرب وفأرة وخنفساء إذ لا نفع فيها يقابل بالمال وإن ذكر لها منافع فى الخواص بخلاف ما ينفع منها كضب لمنفعة أكلها وعلق لمنفعة امتصاص الدم قوله إذ لا نفع فيها يقابل بالمال اي لا نفع يعتبر ويقصد شرعا بحيث يقابل بمال لأنه المراد فالمدار على ان يكون فيه منفعة مقصودة معتد بها شرعا بحيث تقابل بالمال اهـ

Artinya : Maka tidak sah menjual-belikan hewan hasyarot yang tidak bermanfaat yakni binatang-binatang kecil yang melata dibumi seperti ular, kalajengking, tikus dan kumbang karena tidak ada manfaat darinya yang setara dengan harta (harga) meskipun terdapat manfaat secara khusus padanya, berbeda dengan binatang yang bisa memberi manfaat seperti dhob yang dapat bermanfaat saat memakannya karena dapat memperlancar darah. Keterangan Pengarang “karena tidak ada manfaat darinya yang setara dengan uang” artinya tidak memberi manfaat yang dianggap dan menjadi tujuan dalam syara’ sekira sepadan dengan harta, ini yang di kehendaki. Maka tinjauannya adalah manfaat yang menjadi tujuan dan dianggap oleh syara’ sekira sepadan dengan harta”.


الفقه الاسلامي و أدلته، الجزء ٤ الصحفة ١٨١-١٨٢

ولم يشترط الحنفية هذا الشرط (ان يكون البيع طاهرا لا نجسا) فأجازوا بيع النجاسات كشعر الخنزير وجلد الميتة لانتفاع بها الا ما ورد النهي عن بيعه منها كالخمر والخنزير والميتة والدم كما اجازوا بيع الحيوانات المتوحشة والمذحس الذي يمكن الانتفاع به فى الأكل والضابط عندهم ان كل ما فيه منفعة تحل شرعا فإن بيعه يجوز لأن الأعيان خلقت لمنفعة الإنسان

Artinya : Kalangan Ulama' Hanafi tidak mensyaratkan sarat ini (barang yang dijual harus suci dan bukan najis) karenanya menurut mereka boleh menjual belikan barang-barang najis seperti bulu babi dan kulit bangkai karena bias di manfaatkan kecuali yang memang terdapat larangan untuk menjual belikannya seperti minuman keras, (daging) babi, bangkai dan darah sebagaimana mereka yang juga membolehkan binatang buas dan najis yang bias di manfaatkan untuk di makan, tolak ukurnya menurut mereka (madhab hanafi) adalah semua yang beranfaat itu halal menurut syara’ karena semua makhluk yang ada memang di ciptakan untuk kemanfaatan manusia”.


الفقه الاسلامي و أدلته، الجزء ٤ الصحفة ٤٤٦-٤٤٧

ويصح بيع الحشرات والهوام كالحيات والعقارب اذا كان ينتفع به والضابط عندهم (المالكية) ان كل ما فيه منفعة تحل شرعا لان الاعيان خلقت لمنفعة الانسان بدليل قوله تعالى هو الذي خلق لكم ما فى الارض جميعا

Artinya : Boleh menjual belikan binatang melata dan berbisa seperti ular, kalajengking bila memang memberi manfaat tolak ukurnya menurut mereka (madhab maliki) adalah semua yang beranfaat itu halal menurut syara’ karena semua makhluk yang ada memang di ciptakan untuk kemanfaatan manusia dengan dalil firman Allah ta’aalaa (Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu – QS 2:29.) 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama : Ulum Surur Saputra
Alamat : Balung Jember Jawa Timur 
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Zainul Al-Qudsy (Sumber Sari Jember Jawa Timur )
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/KRbPrzUz9m8GCTLzyn0b5K
______________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?