Hukum Istri Menaati Perintah Suami untuk Membatasi Komunikasi dengan Ayah dan Saudara Laki-lakinya


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Qomar dan Qomariyah (nama samaran) sudah hampir satu tahun dalam ikatan pernikahan. Qomar sebagai seorang Suami merasa dirinya harus ditaati secara mutlak oleh Qomariyah sebagai Istri. Sejak menikah dengannya, Qomariyah merasa terkekang. Karena setiap aktivitas dan gerak-gerik sangat dibatasi oleh Qomar. Hal ini karena Qomar terlalu dalam mencintainya dan Dia tidak ingin kehilangan Qomariyah.

Bahkan hubungan Qomariyah dengan Orang tuanya dan Saudara-saudaranya jika dibatasi oleh Qomar. Sampai-sampai Qomariyah dilarang sering nelpon pada Ayah sendiri dan jangan terlalu dekat Saudara Laki-lakinya. Hal ini karena Qomar takut jika Qomariyah sampai terjerumus dalam perbuatan Zina. Hal ini karena Badrun sering melihat berita di Televisi, kadang ada Ayah meniduri Anak Kandungnya, dan juga Saudara-saudari saling melakukan hubungan Zina.

Karena pembatasan Qomar begitu ketat, akhirnya Qomariyah merasa dirinya diputus hubungan silaturahminya dengan Orang tuanya sendiri dan Saudara Laki-lakinya.

PERTANYAAN:

Apakah Qomariyah harus mengikuti perintah Suaminya untuk tidak lagi berhubungan terlalu dekat dengan Ayah dan Saudara Laki-lakinya?

JAWABAN:

Harus mengikuti perintah Suaminya karena hal tersebut adalah bukan hal maksiat. Tetapi Suami seharusnya tidak melarangnya, karena kedekatan dengan orangtua dan saudara adalah salah satu hikmah silaturrohim yang dianjurkan dalam Islam.

REFERENSI:

شرح المنتهى الارادات، الجزء ٣ الصحفة ٤٨
 
وَ لِلزَّوْجِ (مَنْعُ كُلٍّ مِنْهُنَّ) أَيْ: مِنْ زَوْجَاتِهِ (مِنْ الْخُرُوجِ) مِنْ مَنْزِلِهِ إلَى مَا لَهَا مِنْهُ بُدٌّ وَلَوْ لِزِيَارَةِ وَالِدَيْهَا أَوْ عِيَادَتِهِمَا، أَوْ شُهُودِ جِنَازَةِ أَحَدِهِمَا قَالَ أَحْمَدُ فِي امْرَأَةٍ لَهَا زَوْجٌ وَأُمٌّ مَرِيضَةٌ: طَاعَةُ زَوْجِهَا أَوْجَبُ عَلَيْهَا مِنْ أُمِّهَا إلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهَا

Artinya : Boleh bagi Suami melarang Istri-istrinya untuk keluar rumah untuk melakukan aktivitasnya, meskipun untuk mengunjungi kedua orang tuanya ataupun menjenguknya, atau menyaksikan jenazahnya. Imam Ahmad berpendapat tentang Perempuan yang memiliki Suami dan Ibu yang sakit, bahwa mentaati Suami lebih wajib baginya dibanding ketaatan kepada Ibunya. Kecuali jika Suami mengizinkannya.


سبل السلام، الجزء ٤ الصحفة ١٦٥

و ورد في تقديم الزوج ما أخرجه أحمد و النسائي و صححه الحاكم من حديث عائشة " سألت النبي صلى الله عليه و سلم أي الناس أعظم حقا على المرأة قال زوجها قلت فعلى الرجل قال أمه" ولعل مثل هذا محصوص بما إذا حصل التضرر للوالدين فإنه يقدم حقهما على حق الزوج جمعا بين الأحاديث


Artinya : Adapun keterangan yang menjelaskan mendahulukan taat kepada Suami dijelaskan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Nasa'i yang dishohihkan oleh Imam al-Hakim, hadits dari Siti Aisyah,' "Aku bertanya pada Nabi SAW, siapakah yang memiliki hak terbesar pada seorang Wanita ? Nabi menjawab; "Suaminya" , Aku bertanya; "kalau bagi Laki-laki?" Nabi menjawab "Ibunya". Mungkin hal seperti ini dikhususkan dalam masalah jika ada hal darurat yang menimpa kedua orang tua, maka Dia lebih mendahulukan keduanya daripada Suaminya, dengan memadukan (menjami'kan) diantara beberapa hadist tersebut.


البحر الرائق، الجزء ٤ الصحفة ٢١٢

وَلَوْ كَانَ أَبُوهَا زَمِنًا مَثَلًا وَهُوَ يَحْتَاجُ إلَى خِدْمَتِهَا وَالزَّوْجُ يَمْنَعُهَا مِنْ تَعَاهُدِهِ عَلَيْهَا أَنْ تَعْصِيَهُ مُسْلِمًا كَانَ الْأَبُ أَوْ كَافِرًا ، كَذَا فِي فَتْحِ الْقَدِيرِ وَقَدْ اُسْتُفِيدَ مِمَّا ذَكَرْنَاهُ أَنَّ لَهَا الْخُرُوجَ إلَى زِيَارَةِ الْأَبَوَيْنِ وَالْمَحَارِمِ فَعَلَى الصَّحِيحِ الْمُفْتَى بِهِ تَخْرُجُ لِلْوَالِدَيْنِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ بِإِذْنِهِ وَبِغَيْرِ إذْنِهِ وَلِزِيَارَةِ الْمَحَارِمِ فِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً بِإِذْنِهِ وَبِغَيْرِ إذْنِهِ ، وَأَمَّا الْخُرُوجُ لِلْأَهْلِ زَائِدًا عَلَى ذَلِكَ فَلَهَا ذَلِكَ بِإِذْنِهِ

Artinya : Dari keterangan itu dapat diambil faidah bahwasanya boleh bagi Istri keluar untuk mengunjungi orangtua maupun saudaranya (mahromnya) Menurut Qoul yang Shohih yang difatwakan, Istri boleh menjenguk kedua orang tuanya di setiap Jum'at (seminggu sekali) baik atas idzin Suami atau tidak. Istri boleh mengunjungi saudaranya (Mahromnya) setahun sekali baik atas idzin Suami atau tidak. Adapun mengunjungi keluarga lebih dari itu, maka hal itu boleh namun harus dengan izin Suami.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Abdullah
Alamat : Pegantenan Pamekasan Jawa Timur
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan

PENASEHAT : Gus Abd. Qodir
_________________________ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?