Hukum Pencegahan Penyakit Dengan Menggunakan Katalisator Vaksin Najis Karena Khawatir Hilang Jabatan Haramkah ?
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Saat ini kita masih hidup dalam kondisi yang belum normal, dimana kita sangat rentan terkena virus corona. Pemerintah menyarankan masyarakat untuk memperkuat imun tubuh agar tidak mudah terkena virus tersebut. Salah satu bentuk ikhtiar untuk menangkal diri dari virus corona adalah dengan melakukan vaksin sebagaimana yang dianjurkan oleh Pemerintah, nanti Pemerintah akan mengeluarkan surat bagi siapa saja yang telah melakukan vaksin sebagai bukti bahwa ia telah melakukan vaksin.
Namun, beredar isu dikalangan masyarakat bahwa seseorang harus memiliki surat vaksin sebagai persyaratan administrasi ketika melamar sebuah pekerjaan. Ada juga yang mengatakan seseorang harus memiliki surat vaksin agar dia tidak di PHK dari Perusahaan tempat ia bekerja.
PERTANYAAN:
Jika Katalisator Vaksin Najis yang digunakan, bagaimanakah hukum pencegahan penyakit dengan menggunakan Katalisator Vaksin Najis karena khawatir hilang jabatan?
JAWABAN:
Hukum menggunakan vaksin yang dihasilkan dengan menggunakan katalisator najis untuk pencegahan penyakit adalah boleh, karena:
a. Vaksin yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh najis.
b. Pencegahan peyakit dengan vaksin adalah merupakan perintah pemerintah yang wajib ditaati.
c. Bagi yang khawatir jabatan benar-benar hilang ketika tidak vaksin, dan tidak menemukan pekerjaan yang layak, maka boleh.
REFERENSI:
حواشي الشرواني - الشرواني والعبادي، الجزء ٣ الصفحة ٧٢
وإذا اعتبرنا اعتقاد الآمر فأمر بمأمور أو مباح عنده حرام عند المأمور فهل يستثنى ذلك فلا يجب الامتثال أي إذا لم يخف الفتنة أو يجب مطلقا ويندفع الاثم لأجل أمر الحاكم أو يجب ويلزم التقليد فيه نظر وقد يتجه الاستثناء وأنه ليس للإمام الامر بحرام عند المأمور وإن لم يكن حراما عنده إذ ليس له حمل الناس على مذهبه سم
Artinya : Apabila kita mempertimbangkan keyakinan orang yang memerintah (pemerintah), kemudian memerintah hal yang wajib atau mubah menurutnya, sementara menurut orang yang diperintah adalah haram. Kemudian ada pertanyaan
Apakah hal itu ada pengecualiannya sehingga tidak wajib dilaksanakan saat tidak khawatir menimbulkan fitnah? Atau wajibnya melaksanakan hal itu secara mutlak? Sehingga apabila tidak dilaksanakan mengakibatkan dosa disebabkan hal itu merupakan perintah dari hakim (pemerintah)? Atau hal itu menjadi wajib dan harus diikuti ? Dalam masalah ini perlu dikaji kembali, namun pendapat yang terkadang dianut adalah yang menyatakan hal tersebut ada pengecualiannya dan tidak boleh bagi pemerintah memerintahkan hal yang haram kepada rakyat, meskipun hal itu tidak haram menurut madzhab atau pendapat si-pemerintah, karena pemerintah tidak boleh memerintahkan sesuatu kepada rakyatnya berdasarkan madzhabnya sendiri (dalam arti jika Imam dan rakyatnya berbeda madzhab).
Dinukil dari pendapat Ibnu Qosim.
بغية المسترشدين، الصحفة ١٨٠
والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهراً وباطناً مما ليس بحرام أو مكروه، فالواجب يتأكد، والمندوب يجب، وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوي الهيئات، وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادي بعدم شرب الناس له في الأسواق والقهاوي، فخالفوه وشربوا فهم العصاة، ويحرم شربه الآن امتثالاً لأمره ولو أمر الإمام بشيء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اهـ
Artinya: Kesimpulannya bahwasanya wajib secara dhohir dan batin, mentaati peraturan Pemerintah yang tidak mengadung keharaman atau kemakruhan. Maka mentaati hal yang wajib itu hukumnya sangat wajib, mentaati hal yang sunnah itu menjadi wajib, begitu juga mentaati hal yang mubah itu juga wajib jika hal yang mubah itu membawa maslahat secara umum, seperti perintah meninggalkan rokok, jika kita mengikuti pendapat yang menyatakan rokok itu makruh karena merokok dipandang kurang baik jika dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan. Lalu Pemerintah mengintruksikan pada bawahannya untuk menerbitkan peraturan tidak boleh merokok ditempat umum semisal pasar maupun cafe (warung kopi), namun mereka melanggarnya dengan merokok ditempat umum, dalam hal ini mereka tergolong orang yang melakukan maksiat. Dalam kondisi ini hukum merokok menjadi haram disebabkan karena adanya kewajiban melaksanakan aturan Pemerintah. Jika Pemerintah membuat peraturan lalu mencabutnya kembali meskipun belum sampai tahap menerapkan / merealisasikan peraturan tersebut, maka kewajiban melaksanakan peraturan belum gugur.
التشريع الجنائي، الجزء ١ الصحفة ١٨١
تعتبر القوانين والقرارات واللوائح مملكة التشريع الإسلام لأن الشريعة تعطي لأولي الأمر حق التشريع فيما يمس مصلحة الأفراد ومصلحة الجماعة بالنفع فللسلطة التشريعية في أي بلد الإسلامي إن تعاقب على أي فعل مباح إذا اقتضت المصلحة العامة ذلك إلى أن قال - القوانين والقرارات واللوائح التي تصدها السلطة التشريعية تكون نافذة واجبة الطاعة شرعا بشرط أن لا يكون فيها يخالف نصوص الشريعة الصريحة أو يخرج على مبادئها العامة وروح التشريع فيها وإلا فهي باطلة بطلانا مطلقا. اهـ٠
Artinya : Undang-undang keputusan dan program Pemerintah dianggap sebagai program penyempurna Syari’at Islam karena Syari’at memberikan hak kepada Pemerintah untuk membuat undang-undang yang menyentuh kemaslahatan dan memberikan manfaat kepada individu dan kelompok. Kekuasaan perundang-undang dalam Negeri Islam manapun diperbolehkan untuk memberikan sanksi hukum terhadap perbuatan mubah (yang dilakukan Masyarakat), ketika kemaslahatan umum menuntut demikian. sampai pada perkataan. Undang-undang keputusan dan program yang dikeluarkan kekuasaan perundangan merupakan hal berlaku dan wajib ditaati secara Syar’i dengan syarat tidak bertentangan dengan nash-nash yang jelas, prinsip-prinsip umum dan subtansi Syari’at. Apabila bertentangan dengan hal-hal yang disebutkan terakhir, maka undang-undang keputusan dan program Pemerintah tersebut batal.
نهاية المحتاج الى شرح المنهاج، الجزء ٣ الصحفة ١٩
ويسن ) للمريض ( التداوي ) لحديث { إن الله لم يضع داء إلا وضع له دواء غير الهرم } وروى ابن حبان والحاكم عن ابن مسعود { ما أنزل الله داء إلا وأنزل له دواء ، جهله من جهله وعلمه من علمه ٠
Artinya : Dan disunnahkan bagi orang yang sakit untuk berobat berdasarkan hadits yang menyatakan : "Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan suatu penyakit kecuali Allah juga akan menyediakan obatnya kecuali penyakit pikun". Ibnu Hibban dan imam al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud yang menyatakan : "Tiadalah Allah menurunkan suatu penyakit kecuali Allah juga menurunkan obatnya, maka orang yang tidak mengetahuinya akan tidak tahu, dan orang yang mengetahuinya akan mengetahui obat tersebut".
قال في المجموع : فإن ترك التداوي توكلا ففضيلة وفعله صلى الله عليه وسلم مع أنه رأس المتوكلين بيانا للجواز ٠
وأفتى ابن البزري بأن من قوي توكله فالترك له أولى ، ومن ضعف نفسه وقل صبره فالمداواة له أفضل ، وهو كما قال الأذرعي حسن ، ويمكن حمل كلام المجموع عليه ٠
ونقل القاضي عياض الإجماع على عدم وجوبه ، وإنما لم يجب كأكل الميتة للمضطر وإساغة اللقمة بالخمر لعدم القطع بإفادته بخلافهما٠
Imam Nawawi dalam kitab Majmu' menyatakan : "Apabila seseorang tidak berobat sebab tawakal, maka hal itu merupakan keutamaan, adapun Rosululloh berobat meskipun beliau adalah orang yang paling tawakal, hal itu menunjukkan kebolehan hukum berobat atau tidak berobat. Ibnu al-Bazzary berfatwa bahwasanya bagi orang yang kuat tawakkalnya maka tidak berobat itu hukumnya lebih utama, sedangkan bagi orang yang lemah tawakkalnya dan tidak kuat menahan sakit tersebut maka berobat lebih utama, pendapat ini yang dinyatakan Imam al-Adzroi yakni bagus. Dan ada kemungkinan untuk mengarahkan pemahaman pendapat yang ada pada kitab majmu' kepada pendapat ini. Imam Qodli Iyadl menukil ijma' Ulama' tentang tidak wajib nya berobat. Hukum tidak wajibnya berobat tidak seperti hukumnya makan bangkai saat darurat ataupun menuangkan khomer pada suapan makanan saat darurat, alasannya karena tidak adanya kepastian terhadap faidah hal itu, berbeda halnya dengan dua hal diatas ( makan bangkai atau menuangkan khomr pada suapan makanan yang secara pasti ada faidahnya ).
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Ardiyansyah Sulaiman Daud
Alamat : Sakti Pidie Aceh
___________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum.
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)
PENGURUS :
Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)
Komentar
Posting Komentar