Ayah Menolak untuk Menjadi Wali Nikahnya Apa yang Seharusnya Dilakukan Menurut Hukum Islam ?



HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Keysa (nama samaran) adalah gadis yang menjadi korban perceraian Ayah dan Ibunya. Sejak terjadinya perceraian kedua ortunya, Keysa yang masih kecil berada dibawah asuhan Ibunya. Hingga sampai saatnya Keysa akan melangsungkan pernikahan dengan cowok idamannya pada saat usianya mencapai 19 tahun.

Sayangnya, Ayah Keysa menolak untuk menjadi Wali nikah karena si Ayah merasa tersinggung dan merasa dilangkahi, karena Dia tidak diberitahu sewaktu Keysa dilamar oleh cowok idamannya. Walaupun Ayah Keysa tidak mau menjadi wali nikahnya, proses pernikahan harus tetap jalan dan tidak boleh gagal pada saat hari yang telah ditentukan dan disepakati diantara kedua keluarga tersebut, apalagi Undangan Walimah sudah beredar di Masyarakat.

PERTANYAAN:

Apa yang seharusnya dilakukan Keysa menurut Hukum Islam, ketika si Ayah menolak untuk menjadi Wali Nikahnya ?

JAWABAN:

Yang harus dilakukan Keysa ialah ;

a) Meminta kembali kepada Ayahnya sampai 3 kali dengan harapan Ayahnya luluh ketika bersikukuh.

b) Berpindah kepada Wali aba'd

c) Minta itsbat kepada Hakim.

Atau yang harus dilakukan Keysa ialah ;

a) Minta sekali lagi kepada Ayahnya agar menikahkannya, apabila tetap tidak mau maka ;

b) Minta itsbat kepada Hakim. Setelah Itsbat, Hakim mau menikahkan dengan meminta bayaran, maka ;

c) Menikah melalui Muhakkam

REFERENSI:

مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج، ج ١٢ ، ص ١٢٦-١٢  

لَوْ عُدِمَ الْوَلِيُّ وَالْحَاكِمُ فَوَلَّتْ مَعَ خَاطِبِهَا أَمْرَهَا رَجُلًا مُجْتَهِدًا لِيُزَوِّجَهَا مِنْهُ صَحَّ ؛ لِأَنَّهُ مُحَكَّمٌ وَالْمُحَكَّمُ كَالْحَاكِمِ ، وَكَذَا لَوْ وَلَّتْ مَعَهُ عَدْلًا صَحَّ عَلَى الْمُخْتَارِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا لِشِدَّةِ الْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ ، وَهَذَا مَا جَرَى عَلَيْهِ ابْنُ الْمُقْرِي تَبَعًا لِأَصْلِهِ. الى ان قال- وَأَمَّا الَّذِي اخْتَارَهُ النَّوَوِيُّ أَنَّهُ يَكْفِي الْعَدَالَةُ ، وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ صَالِحًا لِلْقَضَاءِ فَشَرْطُهُ السَّفَرُ وَفَقْدُ الْقَاضِي٠ وَقَالَ الْأَذْرَعِيُّ: جَوَازُ ذَلِكَ مَعَ وُجُودِ الْقَاضِي بَعِيدٌ مِنْ الْمَذْهَبِ وَالدَّلِيلُ ؛ لِأَنَّ الْحَاكِمَ وَلِيٌّ حَاضِرٌ ، وَيَظْهَرُ الْجَزْمُ بِمَنْعِ الصِّحَّةِ إذَا أَمْكَنَ التَّزْوِيجُ مِنْ جِهَتِهِ ، وَكَلَامُ الشَّافِعِيِّ مُؤْذِنٌ بِأَنَّ مَوْضِعَ الْجَوَازِ عِنْدَ الضَّرُورَةِ ، وَلَا ضَرُورَةَ مَعَ إمْكَانِ التَّزْوِيجِ مِنْ حَاكِمِ أَهْلٍ حَاضِرٍ بِالْبَلَدِ وَبَسَطَ ذَلِكَ ، وَهَذَا يُؤَيِّدُ مَا جَرَى عَلَيْهِ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ

Artinya: Berkata Asy-Syafi'iyah ; Jika Wali Khos dan Hakim tidak ada kemudian si Wanita dan tunangannya memasrahkan urusan perwaliannya kepada seorang lelaki yang mencapai derajat Mujtahid untuk menikahkannya maka hukumnya sah, karena orang tersebut menjadi pengganti Hakim, sehingga hukumnya sama dengan Hakim. Dan Demikian juga, jika Wanita tersebut bersama tunangannya memasrahkan urusan perwaliannya kepada seorang yang adil meskipun dia bukan Mujtahid, maka menurut Qoul Mukhtar hukumnya  sah, karena hal ini termasuk kebutuhan yang mendesak. Adapun pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi adalah seorang Muhakkam cukup bersifat adil, tidak disyaratkan harus patut menjadi Qodli, namun yang terpenting adalah walinya safar dan tidak adanya seorang Qodli (pihak KUA). Imam Al Adzrai berkata : Kebolehan melakukan tahkim sementara masih ada Qodli adalah sangat jauh kebenarannya dari Madzhab, dan dalilnya Hakim adalah Wali yang ada, Namun jelas bahwa penegasan tidak sah itu apabila memungkinkan pernikahannya menempuh jalan itu.  Ungkapan Imam Syafi'i memberi penjelasan bahwa kebolehan itu dalam kondisi terpaksa dan tidak ada keterpaksaan apabila memungkinkan pernikahan dilakukan pada Hakim yang ada di Daerah itu. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Al Wali Al Iraqi dan termasuk pendapat yang bisa dijadikan pegangan.


نهاية الزين، الصحفة ٣٠٩ - ٣١٠

نعم لو كان القاضي يأخذ دراهم لها مقدار عظيم لا تحتمل عادة النسبة للزوجين جاز لهما تولية أمرهما حرا عدلا مع وجود القاضي فعلم أنه لا يجوز للمرأة أن توكل مطلقا

Artinya: Benar begitu tetapi seandainya Qodli memungut uang dengan jumlah besar yang secara kebiasaan tidak bisa dipenuhi oleh dua calon suami istri, maka boleh keduanya memasrahkan urusannya kepada Lelaki merdeka lagi adil walaupun terdapat Qodli. Namun dapat diketahui bahwa seorang perempuan tidak boleh mewakilkan untuk menikahkan secara mutlak. 
 
حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب، ج ٤ ص ١٥٢

أَوْ عَضَلَ) أَيْ مَنَعَ دُونَ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ (مُكَلَّفَةً دَعَتْ إلَى كُفْءٍ

Artinya: Atau menolak menikahkan, maksudnya Seorang Wali menolak menikahkan tidak sampai tiga kali terhadap Wanita yang sudah Mukallaf yang meminta dinikahkan dengan Laki-laki sekufu' (sepadan).

حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب، ج ٤ ص ١٥٢

أَمَّا لَوْ عَضَلَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَأَكْثَرَ فَقَدْ فَسَقَ فَيُزَوِّجُ الْأَبْعَدُ لَا السُّلْطَانُ كَمَا سَيَأْتِي

Artinya: Adapun apabila Wali menolak menikahkannya sampai tiga kali bahkan lebih, maka sungguh Wali tersebut telah fasik. Maka Kemudian yang berhak menikahkannya adalah Wali Ab'ad, bukan wali Hakim, sebagaimana keterangan yang akan datang.

فتح العزيز شرح الوجز، الجزء ٧ الصحفة ٥٤٣

قال في "التهذيب" ولا يتحقق العضل، حتى يمتنع بين يدي الحاكم وذلك بأن يحضر الخاطب والمرأة والولي ويأمره الحاكم بالتزويج فيقول: لا أفعل، أو يسكت، فحينئذ يزوجها القاضي، وكان هذا فيما إذا [تيسر]  إحضاره عند القاضي فأما إذا تعذر بتعزز أو توار وجب أن يكون الإثبات بالبينة كما في سائر الحقوق٠

Artinya : Berkata didalam kitab At-Tahdzib, 
"Dan Wali belum dianggap benar-benar menolak menikahkan, hingga si-Wali menolak saat di depan Hakim."Adapun contoh penolakan tersebut misalnya calon mempelai Pria, Wanita, dan Wali hadir, kemudian Hakim memerintahkan Wali untuk menikahkan si Wanita, kemudian si Wali mengatakan : "Saya tidak mau menikahkannya" , atau si-Wali diam saja. Maka saat itu juga Qodli menikahkannya. Dan ini dilakukan dalam kondisi apabila mudah menghadirkan Wali dihadapan Qodli. Namun apabila Wali sulit dihadirkan beralasan karena gengsi (sombong) atau kabur, maka kondisi tersebut (Wali tidak mau hadir) harus di tetapkan dengan adanya bukti, sebagaimana berlaku dalam persoalan hak-hak lainnya. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Ernawati
Alamat : Semboro Jember Jawa Timur 
___________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum. 

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw 
___________________________ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?