Hukum Jual Beli Motor Bodong

HASIL KAJIAN BM Nusantara
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Motor bodong atau motor yang tak dilengkapi surat-surat yang sah semakin kentara peredarannya seiring populernya media sosial dan situs jual beli online. Jual beli motor bodong jelas melanggar aturan. Namun tak dipungkiri aktivitas ini masih marak. Biasanya motor ini saat dijual ada embel-embel, “STNK only” atau "ST".

Itu artinya motor yang dijual hanya memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraannya (STNK) saja, tanpa disertai Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Motor bodong biasanya ada kemungkinan ; Hasil Curian. Kredit Macet, kemudian dijual pada orang lain, lalu dilaporkan hilang. BPKB hilang.

PERTANYAAN

Bagaimana hukum membeli sepeda bodong (hanya memiliki STNK) menurut pandangan syar'i?

JAWABAN 

Hukum membeli sepeda bodong adalah :

a) Haram dan tidak sah kalau sepeda tersebut adalah merupakan barang curian atau diyakini hasil barang curian.

b) Boleh apabila sepeda tersebut adalah milik orang yang dijual dari hasil kredit yang belum dilunasi sehingga tidak memiliki BPKB, atau BPKB telah hilang, karena sepeda tersebut milik yang sempurna bagi si penjual.

c) Apabila sepeda tersebut telah diyakini bukan hasil curian, namun ternyata merupakan hasil curian, lalu apabila si penjual adalah merupakan orang baik, maka si pembeli tidak dituntut (dimintai pertanggungjawaban) di Akhirat. Jika sebaliknya bahwa penjual ( ظاهر المأخود منه) adalah bukan orang baik, misalnya pencuri atau lainnya, maka si pembeli dituntut (dimintai pertanggungjawaban) di Akhirat.

REFERENSI :

فتح المعين، الجزء ٣ الصحفة ١٢

و شرط (في معقود) عليه، مثمنا كان أو ثمنا، (ملك له) أي للعاقد (عليه) فلا يصح بيع فضولي، ويصح بيع مال غيره ظاهرا، إن بان بعد البيع أنه له، كأن باع مال مورثه ظانا حياته فبان ميتا حينئذ لتبين أنه ملكه.ولا أثر لظن خطأ بأن صحته، لان الاعتبار في العقود بما في نفس الامر، لا بما في ظن المكلف

Artinya : Adapun syarat benda yang dijadikan akad, baik barang maupun uang pembayaran harus milik sendiri dari pihak yang melakukan akad (atau diberi hak kuasa semisal wakil, ataupun wali). Dan jual beli Fudluli itu tidak sah (yaitu jual beli yang dilakukan oleh selain pemilik, wakil atau wali). Dan sah melakukan akad jual beli terhadap barang yang dhohirnya milik orang lain jika ternyata barang tersebut milik sendiri, contoh : seseorang menjual harta milik orang yang diwarisinya (misal anak menjual harta ayahnya atau sebaliknya) dan dia menyangka bahwa orang yang diwarisi hartanya tersebut masih hidup, namun kemudian ternyata orang yang diwarisinya tersebut sudah meninggal, sehingga jelas harta itu menjadi miliknya, sehingga persangkaan yang salah tersebut tidak berpengaruh terhadap kenyataan sahnya jual beli itu, karena yang menjadi patokan dalam sebuah akad atau  transaksi adalah berdasar kenyataannya, bukan berdasar prasangka mukallaf (orang yang melakukan transaksi). 


فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين، الصحفة ٣١٩

فائدة لو أخذ من غيره بطريق جائز ما ظن حله وهو حرام باطنا فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة وإلا طولب قاالبغوي٠

Artinya : Apabila seseorang menerima atau  mengambil (harta) dari orang lain dengan cara yang diperbolehkan (syara'), dan disangka harta itu halal, padahal harta itu haram (terselubung). Maka hukumnya diperinci : Apabila dhohirnya orang yang memberi itu baik, maka si penerima tidak dituntut (dimintai pertanggungjawaban) di Akhirat. Jika sebaliknya (perkara yang diterima tersebut yakin berasal dari hal yang haram) maka si Penerima dituntut di Akhirat. Pendapat ini disampaikan oleh al-Baghowi.


إعانة الطالبين، الجزء ٣ الصحفة ١٣

قوله: بطريق جائز) كبيع وهبة٠ (قوله: ما ظن حله) مفعول أخذ، أي أخذ شيئا يظن أنه حلال، وهو في الواقع ونفس الأمر حرام، كأن يكون مغصوبا أو مسروقا٠

Artinya : Apabila seseorang menerima atau  mengambil (harta) dari orang lain dengan cara yang diperbolehkan (syara')" contohnya dengan jual beli atau hibah. Perkara/ uang/ harta tersebut disangka halal. Artinya seseorang mengambil atau  menerima sesuatu yang disangkanya itu merupakan perkara yang halal, sedangkan harta tersebut benar-benar dalam kenyataannya berasal dari perkara haram contoh hasil ghosob atau hasil mencuri.

قوله: فإن كان ظاهر المأخوذ منه) هو البائع، أو الواهب٠ (وقوله: الخير) أي الصلاح٠ (قوله: لم يطالب) أي الآخذ في الآخرة، وهو جواإن٠ (وقوله: وإلا طولب) أي وإن لم يكن ظاهر الخير والصلاح، بأن كان ظاهره الفجور والخيانة، طولب - أي في الآخرة - وأما في الدنيا، فلا يطالب مطلقا، لأنه أخذه بطريق جائز


Apabila dhohirnya Si-Penjual atau Pemberi kelihatan sebagai orang yang baik, maka si-Penerima tidak dituntut di akhirat.
Namun apabila kelihatannya orang yang menjual atau memberi tadi tidak baik, semisal Dia terlihat seperti model orang fasiq atau suka khianat (culas), maka Dia dituntut besok di akhirat. Sedangkan di Dunia Dia tidak mendapat tuntutan sama sekali, karena Dia menerima atau  mengambil dengan cara yang diperbolehkan.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٣٢ الصحفة ٢٨١

ذهب أبو حنيفة ومحمّد والشّافعيّة في القول الأصحّ والحنابلة وغيرهم، إلى أنّ المقترض إنّما يملك المال المقرض بالقبض٠ واستدلّوا بأنّ المستقرض بنفس القبض صار بسبيل من التّصرّف في القرض من غير إذن المقرض بيعاً وهبةً وصدقةً وسائر التّصرّفات، وإذا تصرّف فيه نفذ تصرّفه، ولا يتوقّف على إجازة المقرض، وتلك أمارات الملك ، إذ لو لم يملكه لما جاز له التّصرّف فيه، وبأنّ القرض عقد اجتمع فيه جانب المعاوضة وجانب التّبرّع  

Artinya : Ulama' Madzhab Hanafi, Muhammad as-Syaibani, Madzhab Syafi'i dalam Qoul Ashoh, Madzhab Hanbali maupun Ulama' lainnya berpendapat bahwasanya orang yang berhutang itu sudah mempunyai hak milik secara penuh terhadap harta yang dihutangkan oleh pemberi hutang saat terjadinya serah terima barang hutangan tersebut. Para Ulama' tersebut berargumentasi bahwasanya : Orang yang berhutang saat menerima harta hutangan tersebut, sudah boleh mentashorrufkan (menggunakan) barang hutangan tersebut tanpa perlu adanya izin dari si pemberi hutang, baik barang tersebut ia jual, dihibahkan, disedekahkan maupun ditasarrufkan dalam bentuk lainnya. Sehingga saat dia mentashorrufkan harta tersebut maka tashorrufnya sah, dan tidak perlu tergantung pada izin si pemberi hutang. Hal-hal itu merupakan indikasi adanya kepemilikan sempurna, mengapa demikian ? Karena jika barang tersebut tidak menjadi miliknya secara sempurna maka tentunya dia tidak boleh untuk menashorrufkannya. Akad hutang merupakan akad yang di dalamnya tergabung 2 unsur yakni disatu sisi merupakan bentuk muawadhoh (satu pihak memberi hutang dan pihak lainya wajib melunasi hutang) disisi lain merupakan bentuk tabarru' (bentuk kesunnahan tolong menolong). 


والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Rummanah
Alamat : Kedungdung Sampang Madura 
___________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum. 

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur) 
___________________________ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?