Hukum Menyembelih Hewan Buruan yang Tidak Mati Ditembak
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Jumadi (nama samaran) mempunyai hobi berburu burung, tupai, musang dan lain-lain. Seperti biasanya, Dia menggunakan senapan angin (bedil) untuk berburu hewan-hewan tersebut. Sebagian ada yang langsung mati terkena tembak senapan angin tersebut, seperti jenis burung dan tupai. Dan adapula yang harus disembelih seperti halnya Musang, karena tidak mati meskipun terkena tembakan senapan dari Jumadi.
PERTANYAAN:
Apabila hewan buruan tersebut tidak mati ditembak seperti halnya Musang, bolehkah menyembelihnya secara syar'i?
JAWABAN:
Apabila binatang buruan dengan senapan angin tersebut tidak mati, maka ditafsil :
a) Ketika hewan tersebut didapati masih hidup dan masih bisa bertahan hidup kurang lebih sehari semalam (hayat mustaqirrah), maka harus disembelih.
b) Ketika didapati masih hidup namun tidak ada hayat mustaqirrah (tidak hidup sehari semalam), maka sudah dianggap bangkai.
Sedangkan mengenai kehalalan hewan yang disembelih, adalah apabila termasuk hewan yang halal, maka hukumnya halal.
REFERENSI:
الشرقاوى على التحرير الجزء ، ٢ الصحفة ٤٥٩
قوله نحو سهم اى من كل محدد لامثقل كبندق الرصاص والطين والرش فلا يحل الا اذا ادراك فيه حياة مستقرة
وكذا لووضع فى البندقة محددا لانه انما ذبح بالتحامل لا بنفسه فلا يحل
Artinya : Atau hewan buruan tersebut mati di panah dengan menggunakan anak panah yang tajam, bukan mati karena hantaman keras semisal terkena peluru timah, pelor tanah ataupun mimis (pelor kecil), apabila matinya terkena peluru dst, maka tidak halal kecuali jika hewan tersebut masih memiliki "Hayatul mustaqirrah" (masih ada kemungkinan hidup 1 hari). Begitu juga jika pada peluru tersebut diberi benda lancip / tajam hukumnya juga tetap tidak halal, karena hewan itu mati akibat hantaman keras bukan mati karena ketajaman benda itu sendiri.
الباجوري، الجزء ٢ الصحفة ٢٨٨
والحاصل ان المرمى بالبندوق لا يحل الا ان تدرك فيه الحياة المستقرة ويذكى
Artinya : Kesimpulannya adalah bahwasanya hewan buruan yang ditembak dengan peluru tidak halal kecuali jika pada hewan tersebut masih terdapat hayatul mustaqirrah dan kemudian disembelih.
كفاية النبيه فى شرح التنبيه، الجزء ٨ الصحفة ١٦٧
والحياة مستقرة، قال ابن الصباغ: في تمثيلها: أن يكون الحيوان بحيث لو ترك لبقي يوماً أو بعض يوم، وغير المستقرة لو ترك لمات في الحال٠
Artinya : Adapun yang dimaksud Hayatul mustaqirrah menurut Ibnu Shibagh contohnya adalah hewan tersebut sekiranya dibiarkan Dia masih hidup sehari atau setengah hari. Sedangkan hayatu ghoiru mustaqirrah (hayatul Madzbuh) adalah sekiranya jika hewan itu dibiarkan ianya akan mati saat itu juga.
التقريب / فتح القريب، الصحفة ٦٢
كل حيوان استطابته العرب فهو حلال الا ما ورد الشرع بتحرمه٠ كل حيوان استحبثته العرب فهو حرام الا ما ورد الشرع باباحته٠
Artinya : Setiap hewan yang dipandang baik menurut orang arab, maka hewan itu hukumnya halal dimakan kecuali hewan yang memang diharamkan oleh syara'.
Dan setiap hewan yang dipandang menjijikkan oleh orang arab, maka hewan tersebut haram dimakan kecuali hewan yang dihalalkan oleh syara'.
Catatan:
الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي، الجزء ٣ الصحفة ٦٩ - ٧٠
يحرّم من السباع كل ما له ناب قويّ يفترس به: كالكلب، والخنزير، والذئب، والدب، والهرّة، وابن آوى ـ وهو حيوان فوق الثعلب ودون الكلب، طويل المخالب ـ والفيل، والسبع، والنمر، والفهد، والقرد، وأمثالها مما ناب قوي يفترس به٠
فإن كان نابه ضعيفاً، لا يبلغ أن يفترس به، لم يحرّم أكله؛ كالضبع والثعلب٠
Artinya : Diharamkan dari jenis binatang buas, yaitu setiap hewan yang memiliki taring yang kuat yang digunakan untuk mencabik (mangsanya) seperti anjing, babi hutan, srigala, beruang, kucing, jakal (hewan sejenis srigala) - hewan ini lebih besar dari musang dan lebih kecil dari anjing, memiliki cakar/kuku yang panjang - gajah, singa, macan tutul, citah (macan kumbang), kera dan semisalnya daripada hewan yang memiliki taring untuk mencabik (mangsanya). Maka apabila hewan tersebut memiliki taring yang lemah / kecil, yang tidak sampai mencabik dengan taring tersebut, maka tidak diharamkan untuk memakannya, seperti heyna dan musang.
كفاية الاخيار، الجزء ١ الصحفة ٥٢٤
وَيحل السمور والسنجاب والفنك والقاقم على الْأَصَح وَنَصّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ وَالله أعلم
Artinya : Dan halal hukumnya berang-berang / sejenis musang, tupai, rubah fennec, dan cerpelai menurut pendapat al-ashoh, dan dinash oleh Imam Syafi'i Ra. Allah Maha Mengetahui
روضة الطالبين وعمدة المفتين، الجزء ٣ الصحفة ٢٧٣ - ٢٧٤
فرع كل ذات طوق من الطير حلال، واسم الحمام يقع على جميعها، فيدخل فيه القمري والدبسي واليمام والفواخت٠ وأدرج في هذا القسم، الورشان والقطا والحجل وكلها من الطيبات٠ وما على شكل العصفور في حده فهو حلال، ويدخل في ذلك الصعوة والزرزور والنغر والبلبل وتحل الحمرة والعندليب على الصحيح فيهما٠ وتحل النعامة والدجاج والكركي والحبارى٠ وفي البغبغاء والطاووس، وجهان ؛ قال في "التهذيب" ؛ أصحهما ؛ التحريم٠
Artinya : Cabang : Semua burung yang berkalung (mempunyai lingkaran di lehernya) hukumnya halal, dan nama burung merpati semuanya masuk dalam hal ini. Maka burung tekukur, burung merpati hutan dan jenis tekukur masuk halal. Burung warsyan (jenis merpati), burung qotho, burung puyuh dan semua jenisnya adalah masuk ke bagian yang halal ini karena semuanya termasuk toyyibaat. Burung yang bentuknya seperti burung pipit dalam ukurannya maka hukumnya halal, dan termasuk didalamnya adalah burung sho'wah (burung kecil), burung tiung, burung pipit, dan burung bulbul. Burung hamroh dan burung murai hukumnya halal menurut pendapat yang shohih. Burung unta, ayam kalkun, burung jenjang dan burung chubaro hukumnya halal. Burung nuri dan burung merak ada dua wajah pendapat, pemilik kitab at-Tahdzib berkata bahwa pendapat yang ashoh adalah haram.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Rummanah
Alamat : Kedungdung Sampang Madura
___________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Ahmad Bin Affan
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir
________________________________
Komentar
Posting Komentar