Hukum Berbuka Puasa Mengikuti Kumandang Adzan oleh Muadzin yang Mendahului Waktu Imsakiyah
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun (nama samaran) merupakan salah satu Takmir dan muadzin di sebuah Masjid di Desanya. Namun dalam Ramadhan saat ini, Dia selalu mengundangkan adzan 2 (dua) atau 3 (tiga) menit sebelum masuk waktu Maghrib (jadwal sholat 5 waktu atau imsakiyah). Namun waktu sholat yang lain seperti Dhuhur atau Asar, Badrun adzan tepat waktu atau bahkan lebih sedikit dari jadwal sholat atau jadwal imsakiyah.
Hal ini entah karena jam digital di Masjid tersebut belum di update atau Badrun terlalu cepat memutar kaset sholat tarhim saat menjelang Maghrib sehingga selesainya sholat tarhim tersebut belum masuk jadwal sholat atau jadwal imsakiyah, namun Badrun langsung saja mengumandangkan adzan meskipun dijadwal imsakiyah kurang 2 (dua) atau 3 (tiga) menit.
Ironisnya, saat Badrun mengumandangkan adzan, maka sebagian Masjid yang tidak punya jadwal imsakiyah ikut adzan bersamaan dengan adzannya Badrun. Namun Masjid yang mempunyai jadwal imsakiyah atau jadwal sholat 5 waktu tetap mengumandangkan adzan sesuai jadwal sholat atau jadwal imsakiyah.
Begitu juga halnya di Masyarakat, sebagian mereka berbuka puasa bersamaan dengan adzannya Badrun dan sebagian yang lain tetap berbuka sesuai jadwal imsakiyah meskipun adzan Badrun sudah berlalu sekitar 2 (dua) atau 3 (menit).
PERTANYAAN:
Wajibkah masyarakat tersebut meng-qodlo' puasanya jika puasanya batal karena mereka berbuka bersamaan dengan adzannya Badrun, sedangkan mereka sendiri menganggap apabila sudah adzan, berarti sudah boleh berbuka puasa?
JAWABAN:
a) Wajib meng-qodlo' puasanya apabila dia berbuka puasa berdasar kepada adzannya seorang muaddzin yang tidak diketahui keadilan dan tidak terpercaya menjaga waktu (tidak berpegang teguh kepada jadwal masuknya waktu).
b) Tidak wajib meng-qodlo' puasanya apabila dia berbuka puasa berdasar kepada adzannya seorang muaddzin yang diketahui keadilan dan terpercaya menjaga waktu (berpegang teguh kepada jadwal masuknya waktu).
REFERENSI:
إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ٢ الصحفة ٢٦٩
وعبارة التحرير: ويجب - مع القضاء - الإمساك في رمضان على متعمد فطر، لتعديه بإفساده، وعلى تارك النية ليلا، وعلى من تسحر ظانا بقاء الليل، أو أفطر ظانا الغروب فبان خلافه، وعلى من بان له يوم ثلاثي شعبان أنه من رمضان٠
Artinya : Ibarot dalam kitab At-Tahrir : wajib menahan (untuk tidak makan) di bulan Ramadhan bagi orang yang sengaja berbuka serta wajib qodho' karena Kesengajaan dia untuk membatalkan puasa. Bagi orang yang tidak niat di malam hari. Bagi orang yang sahur dengan dugaan masih berada di malam hari ternyata dugaannya berbeda dengan kenyataan. Berbuka dengan dugaan sudah masuk waktu magrib ternyata dugaannya berbeda dengan kenyataan. Orang yang beranggapan dia berada pada tanggal 30 Sya'ban dan ternyata hari itu sudah memasuki bulan Ramadhan.
الأشباه والنظائر للسيوطي، الصفحة ١٥٧
الْقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ وَالثَّلَاثُونَ: لَا عِبْرَةَ بِالظَّنِّ الْبَيِّنِ خَطَؤُهُ مِنْ فُرُوعِهَا: لَوْ ظَنَّ الْمُكَلَّفُ، فِي الْوَاجِبِ الْمُوَسَّعِ أَنَّهُ لَا يَعِيشُ إلَى آخِرِ الْوَقْتِ٠ تَضَيَّقَ عَلَيْهِ، فَلَوْ لَمْ يَفْعَلْهُ، ثُمَّ عَاشَ وَفَعَلَهُ: فَأَدَاءٌ عَلَى الصَّحِيحِ. وَلَوْ ظَنَّ أَنَّهُ مُتَطَهِّرٌ، فَصَلَّى، ثُمَّ بَانَ حَدَثُهُ٠ أَوْ ظَنَّ دُخُولَ الْوَقْتِ، فَصَلَّى، ثُمَّ بَانَ أَنَّهُ لَمْ يَدْخُلْ. أَوْ طَهَارَةَ الْمَاءِ، فَتَوَضَّأَ بِهِ، ثُمَّ بَانَ نَجَاسَتُهُ٠
Artinya : Kaidah 33 : Dugaan tidak dianggap saat jelas kesalahan dugaannya.
Termasuk cabangannya : Jika orang mukallaf menduga berada dalam kewajiban muwassa' (kewajiban yang masih longgar waktunya tidak harus dikerjakan sekarang) bahwasanya dia tidak akan hidup sampai akhir waktu, ternyata saat waktu sempit dia belum mengerjakannya dan masih hidup, lalu dia kerjakan maka kewajiban yang dia kerjakan di waktu tersebut adalah ada' menurut pendapat yang shohih. Jika dia menduga suci kemudian sholat ternyata dia hadats. Menduga masuk waktu kemudian sholat ternyata waktu belum masuk. Menduga sucinya air kemudian wudhu dengan air tersebut ternyata air tersebut jelas najis
Catatan:
Maka keempat dugaan di atas tidak dianggap dan dia wajib mengulangi sholatnya pada contoh b dan c dan mengulang wudhu'nya pada contoh d
بدر الدين، المنثور في القواعد الفقهية، الجزء ٢ الصحفة ٣٥٣
[الظَّنُّ إذَا كَانَ كَاذِبًا فَلَا أَثَرَ لَهُ] وَلَا عِبْرَةَ بِالظَّنِّ الْبَيِّنِ خَطَؤُهُ، وَلِهَذَا لَوْ ظَنَّ (الْمُكَلَّفُ) فِي الْوَاجِبِ الْمُوَسَّعِ أَنَّهُ لَا يَعِيشُ إلَى آخِرِهِ (تَضَيَّقَ) عَلَيْهِ، فَلَوْ لَمْ يَفْعَلْهُ ثُمَّ عَاشَ وَفَعَلَهُ فَأَدَاءٌ عَلَى الصَّحِيحِ٠ وَلَوْ ظَنَّ أَنَّهُ مُتَطَهِّرٌ فَصَلَّى ثُمَّ تَبَيَّنَ لَهُ الْحَدَثُ أَوْ ظَنَّ دُخُولَ الْوَقْتِ (فَصَلَّى ثُمَّ) تَبَيَّنَ أَنَّهُ (صَلَّى) قَبْلَ الْوَقْتِ أَوْ طَهَارَةَ الْمَاءِ فَتَوَضَّأَ (بِهِ) ثُمَّ تَبَيَّنَ نَجَاسَتُهُ، أَوْ صَلَّى خَلْفَ مَنْ يَظُنُّهُ مُسْلِمًا فَأَخْلَفَ ظَنَّهُ (أَوْ دَفَعَ) الزَّكَاةَ مِنْ مَالٍ يَظُنُّهُ لَهُ فَتَبَيَّنَ أَنَّهُ لِغَيْرِهِ أَوْ ظَنَّ بَقَاءَ اللَّيْلِ فِي الصَّوْمِ فَتَسَحَّرَ أَوْ غُرُوبَ الشَّمْسِ فَأَفْطَرَ ثُمَّ تَبَيَّنَ خِلَافُهُ لَمْ يُؤَثِّرْ (أَيْ الظَّنُّ)
Artinya : [Praduga tidak dianggap jika berlandaskan kebohongan]
Dugaan yang jelas salahnya tidaklah dianggap, dan karena hal ini jika seorang mukallaf : Menduga berada dalam kewajiban muwassa' (kewajiban yang masih longgar waktunya tidak harus dikerjakan sekarang) bahwasanya dia tidak akan hidup sampai akhir waktu, ternyata saat waktu sempit dia belum mengerjakannya dan masih hidup, lalu dia kerjakan maka kewajiban yang dia kerjakan di waktu tersebut adalah ada' (kewajiban yang dikerjakan di dalam waktu) menurut pendapat yang shohih. Jika dia menduga suci kemudian sholat ternyata dia hadast. Menduga masuk waktu dan sholat ternyata waktu belum masuk. Menduga sholat di belakang imam yang muslim ternyata dugaannya salah. Menyerahkan zakat dengan harta yang dia duga miliknya ternyata harta tersebut milik orang lain. Sahur dengan dugaan masih berada di malam hari ternyata dugaannya berbeda dengan kenyataan. Berbuka dengan dugaan sudah masuk waktu magrib ternyata dugaan nya berbeda dengan kenyataan. Maka semua contoh dugaan di atas tidak di anggap yang dianggap adalah kenyataannya.
الأشباه والنظائر للسيوطي، الصفحة ١٥٧
أَوْ ظَنَّ أَنَّ إمَامَهُ مُسْلِمٌ، أَوْ رَجُلٌ قَارِئٌ، فَبَانَ كَافِرًا، أَوْ امْرَأَةً، أَوْ أُمِّيًّا. أَوْ بَقَاءَ اللَّيْلِ، أَوْ غُرُوبَ الشَّمْسِ، فَأَكَلَ، ثُمَّ بَانَ خِلَافُهُ٠
Artinya: Atau dia menduga imamnya adalah orang islam atau laki-laki yang Qori' namun kenyataannya imamnya orang kafir atau perempuan atau ummi (tidak faseh dalam bacaan Al-Qur'annya) atau dia menduga malam masih ada (cukup untuk sahur) atau menduga matahari sudah tenggelam kemudian dia makan (sahur/buka) ternyata kenyataannya berbeda dengan dugaannya (maka dugaan tidak dianggap)
مغني المحتاج - محمد بن أحمد الشربيني الجزء ١ الصفحة ٤٣١
أما بغير اجتهاد فلا يجوز ولو بظن؛ لأن الأصل بقاء النهار، وقياس اعتماد الاجتهاد جواز اعتماد خبر العدل بالغروب عن مشاهدة
Artinya : Adapun dengan tanpa ijtihad tidak dibolehkan walaupun dengan dugaan, karena sesungguhnya aslinya adalah tetapnya siang (dalam masalah dugaan berbuka di waktu Maghrib ternyata dugaannya salah) dan qiyas berpegang pada ijtihad adalah bolehnya berpegang kepada kabar orang adil (bisa dipercaya) terhadap tenggelamnya matahari yang dilihat sendiri olehnya.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Wardatus Sholihah
Alamat : Sumber Sari Jember Jawa Timur
____________________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum
PENASEHAT :
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)
PENGURUS :
Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Zainul Al-Qudsy (Sumber Sari Jember Jawa Timur )
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Muntahal A'la Hasbullah (Gili Genting Sumenep Madura)
____________________________________________
Komentar
Posting Komentar