Bagaimana Seharusnya yang Dilakukan Anak dalam Menyikapi Masalah Dengan Ibunya



HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Abdul (nama samaran) adalah seorang anak laki-laki yang menjadi korban perceraian kedua orang tuanya. Saat itu umurnya masih 3 tahun, jadi Dia diasuh oleh Ibunya yang bernama Santi (nama samaran). Akan tetapi karena Santi ingin merantau ke Arab, maka Abdul dititipkan pada Neneknya. Selama merantau di Arab, Santi tidak pernah melupakan Abdul, Dia selalu mengirim uang pada Abdul. Berbeda dengan Ayahnya yang tidak pernah ingat dan sibuk dengan Istri barunya. Abdul pernah dimasukkan ke Pesantren hingga 6 tahun lamanya dan Ibunya kembali merantau keluar Negeri. Setelah keluar dari Pesantren, Abdul tidak pernah diberi nafkah lagi oleh Santi, sehingga Abdul hidup seorang diri dan terpaksa menjual beberapa peralatan rumahnya untuk kebutuhan hidup.

Setelah Santi pulang dari Perantauan, Dia menjodohkan Abdul dengan Perempuan dan Abdul pun menerimanya. Sedangkan Santi juga menikah dengan Seorang Lelaki untuk yang kesekian kalinya. Abdul dan Santi selalu berbeda pendapat, tetapi Abdul senantiasa berusaha untuk berbakti pada Santi sebagai Ibunya. Suatu ketika Santi menjual rumahnya untuk pindah ke Daerah Suami barunya, dan itu tanpa musyawarah dengan Abdul. Dari hasil menjual rumah tersebut, Dia membeli tanah dan mewakafkan ¼ nya untuk pemakaman, dan itupun tanpa sepengetahuan Abdul juga. Kemudian Abdul marah dan mengatakan bahwasanya Ibunya terlalu terburu untuk menjual Rumah tersebut, padahal Ibunya masih orang baru di Daerah Suami barunya. Tetapi Santi tidak terima dan langsung emosi hingga Dia menghujat dan mencaci-maki Abdul, dan mengatakan kalau Abdul mata duitan.  

Setelah beberapa hari, Abdul pergi ke Rumah Santi untuk menyelesaikan masalahnya lalu meminta maaf, tetapi Santi tidak menerima permintaan maaf dari Abdul. Setiap kali Abdul meminta maaf ibunya malah mencaci-maki dan mengatakan kalau Abdul Anak durhaka dan sampai sekarang Abdul dan Ibunya tidak bisa damai. Semua kejelekan Abdul selalu diceritakan pada orang lain termasuk bahwa Abdul suka menjual harta orang tuanya, bahkan Santi menceritakan pada Mertua dan Istri Abdul. Sehingga Abdul memilih untuk pergi jauh dari Ibunya dengan membawa Anak Istrinya dan melarang Istrinya untuk berhubungan dengan Ibunya karena Abdul tidak ingin melibatkan Istrinya pada masalahnya.

PERTANYAAN:

Bagaimana seharusnya yang dilakukan Abdul dalam menyikapi masalah dengan ibunya?

JAWABAN:

Yang harus dilakukan Abdul sebagai seorang Anak kepada Ibunya adalah berbuat baik kepadanya, dan selalu meminta maaf sampai Ibunya memberi maaf padanya.

REFERENSI:

روضة الطالبين وعمدة المفتين،الجزء ٥ الصحفة ٣٨٩

الْخَامِسَةُ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ مَأْمُورٌ بِهِ، وَعُقُوقُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مُحَرَّمٌ مَعْدُودٌ مِنَ الْكَبَائِرِ بِنَصِّ الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ مَأْمُورٌ بِهَا

Artinya: Yang ke 5 berbakti kepada kedua Orang tua merupakan hal yang diperintahkan, dan durhaka kepada keduanya merupakan hal yang dilarang, serta tergolong dosa besar berdasarkan nash hadits sohih. Begitu juga memyambung tali silaturrahim dengan sanak saudara juga merupakan hal yang diperintahkan.


فَأَمَّا بِرُّهُمَا، فَهُوَ الْإِحْسَانُ إِلَيْهِمَا، وَفِعْلُ الْجَمِيلِ مَعَهُمَا، وَفِعْلُ مَا يَسُرُّهُمَا مِنَ الطَّاعَاتِ لِلَّهِ تَعَالَى، وَغَيْرِهَا مِمَّا لَيْسَ بِمَنْهِيٍّ عَنْهُ وَيَدْخُلُ فِيهِ الْإِحْسَانُ إِلَى صَدِيقِهِمَا، فَفِي «صَحِيحِ مُسْلِمٍ» أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ٠

Adapun yang dimaksud berbakti kepada keduanya adalah berbuat baik kepada keduanya dan membagusi mereka, serta melakukan hal ketaatan kepada Allah yang bisa membahagiakan keduanya dan hal-hal lain yang tidak dilarang. Dan termasuk dalam kategori berbakti kepada kedua Orang tua adalah berbuat baik kepada sahabat karib keduanya, dalam Sohih Muslim disebutkan bahwasanya Rosululloh bersabda : "Bahwasanya termasuk sebaik-baik kebaikan yaitu apabila seseorang menyambung silaturrohim dengan orang yang dicintai (sahabat karib) Orang tuanya.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٨ الصحفة ٦٣

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ : التَّعْرِيفُ ؛  مِنْ مَعَانِي الْبِرِّ فِي اللُّغَةِ : الْخَيْرُ وَالْفَضْل وَالصِّدْقُ وَالطَّاعَةُ وَالصَّلاَحُ

Artinya : Berbakti kepada kedua orang tua. Definisi berbakti. Diantara makna kata al-Birru secara bahasa adalah: Perbuatan baik, perbuatan utama, jujur, taat, dan berbuat baik.

 وَفِي الاِصْطِلاَحِ : يُطْلَقُ فِي الأَْغْلَبِ عَلَى الإِْحْسَانِ بِالْقَوْل اللَّيِّنِ اللَّطِيفِ الدَّال عَلَى الرِّفْقِ وَالْمَحَبَّةِ ، وَتَجَنُّبِ غَلِيظِ الْقَوْل الْمُوجِبِ لِلنُّفْرَةِ ، وَاقْتِرَانِ ذَلِكَ بِالشَّفَقَةِ وَالْعَطْفِ وَالتَّوَدُّدِ وَالإِْحْسَانِ بِالْمَال وَغَيْرِهِ مِنَ الأَْفْعَال الصَّالِحَاتِ. الى ان قال- قالوَإِذَا كَانَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ فَرْضَ عَيْنٍ ، فَإِنَّ خِلاَفَهُ يَكُونُ حَرَامًا ، مَا لَمْ يَكُنْ عَنْ أَمْرٍ بِشِرْكٍ أَوِ ارْتِكَابِ مَعْصِيَةٍ ، حَيْثُ لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ٠

Menurut istilah al-Birru pada umumnya bermakna berbuat baik, dengan tutur kata yang halus sebagai ekspresi sikap kasih sayang dan cinta, serta menjauhi berkata kasar yang mengakibatkan orang menjauhi dirinya dan hal itu disertai rasa kasih sayang, cinta dan perbuatan baik, dengan cara memberi harta maupun berupa amal sholeh lainnya. Sampai pada ucapan... Para Ulama' berkata: Apabila berbakti kepada kedua Orang tua hukumnya fardlu ain, maka mendurhakai kedua Orang tua hukumnya haram, selagi keduanya tidak memerintahkan untuk syirik atau melakukan maksiat, sehingga tidak mentaati makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah Maha Pencipta.

  الْبِرُّ بِالْوَالِدَيْنِ مَعَ اخْتِلاَفِ الدِّينِ ؛ الْبِرُّ بِالْوَالِدَيْنِ فَرْضُ عَيْنٍ كَمَا سَبَقَ بَيَانُهُ ، وَلاَ يَخْتَصُّ بِكَوْنِهِمَا مُسْلِمَيْنِ ، بَل حَتَّى لَوْ كَانَا كَافِرَيْنِ يَجِبُ بِرُّهُمَا وَالإِْحْسَانُ إِلَيْهِمَا مَا لَمْ يَأْمُرَا ابْنَهُمَا بِشِرْكٍ أَوِ ارْتِكَابِ مَعْصِيَةٍ٠

Berbakti kepada Orang tua yang beda Agama. Berbakti kepada Orang tua hukumnya fardlu ain sebagaimana keterangan diatas. Dan hal itu tidak hanya berlaku pada Orang tua yang Muslim saja, bahkan terhadap Orang tua yang kafirpun seorang Anak wajib berbakti dan berbuat baik pada keduanya, selagi keduanya tidak memerintahkan Anaknya untuk syirik ataupun melakukan maksiat. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Melly
Alamat : Sumber Sari Jember Jawa Timur
___________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum. 

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir
______________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?